Sesampainya di rumah, Susi segera masuk kamar dan mandi. Seluruh tubuhnya lengket karena keringat. Ia membuka bajunya dan menghidupkan shower. Ia membiarkan air keran membasahi tubuhnya. Sedikit demi sedikit badannya mulai terasa segar, lalu ia mengambil shampoo untuk keramas dan sabun untuk membersihkan seluruh tubuhnya. Wangi semerbak memenuhi kamar mandinya menambah kenyamanan di setiap syaraf dalam tubuhnya.
Selesai mandi Susi menggenakan kaos warna pastel dan celana jeans pendek. Ia memoles wajahnya dengan bedak tabur dan mengoleskan hand body pada tangan serta kakinya. Ia menyisir rambutnya sambil memandang wajahnya dengan teliti di depan cermin. “Benar kata Dewi, aku sedikit kurusan. Wajahku semakin tirus saja. Apa aku jadi nampak lebih tua dari umurku?”, dengus Susi dalam hatinya. Ia mendekatkan wajahnya ke cermin lalu menggerakan ke kanan dan ke kiri untuk menyakinkan dirinya lagi. Setelah puas ia kembali ke ranjangnya.
Ia segera membuka bungkus buku yang dibelinya. Ia membuang plastik pembungkusnya ke keranjang sampah di sisi ranjangnya lalu duduk di ranjang menyandarkan punggungnya di dinding. Ia mulai membaca komik yang dibelinya. Baru selesai beberapa lembar ia membaca terdengar gemuruh hujan. Ia menoleh ke dinding kaca dan melihat rintik hujan yang cukup lebat. Ia meletakkan komiknya, bangun dari ranjang dan beranjak menuju dinding kaca untuk menutup pintu ke balkon. Tempat yang sudah sangat lama tidak ia kunjungi meski hanya beberapa langkah dari ranjangnya.
Susi memegang handle pintu, tak sengaja matanya melihat taman bunga mamanya yang letaknya benar-benar tepat di depan balkon. Tak terasa air matanya menetes membasahi pipinya. Ia melihat tanaman bunga yang ia tanam bersama ibunya sedang mengembang. Mawar merah dan putih berayun-ayun diterpa hujan. Bunga melati pun seperti beria-ria menyambut datangnya hujan pertama setelah kemarau panjang.
Tetapi Susi tak sanggup melihatnya, ia segera menutup pintu dan menguncinya. Ia pun segera menarik horden sampai menutupi seluruh dinding kaca itu. Ia berjalan ke ranjangnya menelungkupkan badan dan menangis pilu di atas bantal. Ingatannya menerawang jauh di masa kecilnya dulu, beberapa tahun sebelum mamanya meninggal. Saat ia membantu mama menanam bunga mawar putih pemberian Ibu Sinta. Ya, hari itu hari pertama mereka pindah ke tempat ini. Hari yang tak pernah dilupakannya.
Ibu Sinta datang bersama Rudy ke rumah ini sebulan setelah suaminya meninggal karena kecelakaan. Mama menyambut mereka dan memberikan paviliun yang sudah lama kosong itu kepada mereka. Mama tampak sangat bahagia dengan kedatangan mereka. Mama memeluk Ibu Sinta dan Rudy lalu mengantarkan mereka ke paviliun. Setelah selesai memasukkan semua barang-barangnya, Ibu Sinta memberikan sebuah kotak besar yang diturunkan dari mobil box yang disewanya. Saat mama melihat isinya, ia berteriak dengan gembira, ada beberapa tanaman bunga mawar putih dalam pot.
Setelah makan siang, mama mengajak menanam bunga itu. Rudy mengambil cangkul dan mulai membuat lubang di tempat yang ditandai mama. Ibu Sinta menyiapkan air dan pupuk. Dengan telaten Mama membantu Susi menanam bunga itu mulai dari mencampurkan tanah dengan pupuk, memindahkan tanaman dan menutupnya. Mama juga meminta Susi untuk menyiram bunganya setiap pagi. Hari itu adalah hari yang paling bahagia karena Mama bisa tertawa lepas dan Susi punya teman bermain di rumah.
Rudy terbangun mendengar suara petir menggelegar. Ia keluar dari kamarnya dan mencari ibunya. Saat mendapati kamar ibunya kosong, Rudi segera mengambil mantol dan menutup pintu paviliun lalu pergi ke rumah utama. Ia berlari tergesa-gesa dan masuk melalui pintu samping. Ia mencari ibunya, namun tak menemukannya di dapur, ruang tengah bahkan di ruang kerja Pak Surya. Ia segera ke lantai atas, ke kamar Susi.
Susi yang ketakutan mendengar suara petir, meringkuk di ranjangnya menangis dan berteriak memanggil semua orang di rumahnya. Begitu mendengar suara tangisan, Rudy segera membuka pintu kamar Susi dan memanggil namanya. Susi membuka matanya dan berlari memeluk Rudy sambil menangis tersedu-sedu. Rudy menempatkan kepala Susi di dadanya, memeluk dan menenangkannya. Ia mengelus-elus kepala Susi dan berkata berulang-ulang, “Jangan menangis lagi Mungil, aku di sini. Ssttt jangan takut Mungil, aku di sini, aku akan menjagamu”.
Perlahan tangis Susi mereda namun masih belum mau melepaskan pelukannya. Rudy melepaskan pelukan tangannya dan mengajak Susi turun ke ruang tengah. Ia tidak mau ada yang memergokinya sedang memeluk Susi. Ia takut jika Pak Surya sampai tahu ia pasti akan diusirnya. Bukan hanya dirinya tapi ia dan ibunya. Perlahan ia bergeser mendekati pintu menjauhkan wajah Susi dari dadanya. Ia memandang wajahnya lalu menghapus air mata yang masih tersisa di wajah Susi. Ia menggandeng tangan Susi untuk keluar kamar menuju ruang makan.
Rudy mendudukan Susi di kursi, ia melepaskan tanganya berbalik dari hadapan Susi dan hendak mengambil minum untuk Susi, namun Susi mencegahnya dan memegang tangan Rudy. “Jangan pergi, aku takut”. Rudy hanya tersenyum dan melepaskan tangan Susi, “Duduk di sini dulu, aku ambilkan minum buat kamu”, sahut Rudy pelan.
Tak lama kemudian Rudy datang membawa gelas yang berisi coklat panas untuk Susi. Susi meminumnya perlahan-lahan sampai tetesan terakhir lalu menyerahkan gelas yang telah kosong itu kepada Rudy. Rudy segera mengambil dan membawa gelas ke dapur lalu mencucinya. Di saat yang sama Ibu Sinta masuk lewat pintu samping.
“Ibu dari mana?”, tanya Rudy saat melihat kedatangan ibunya yang tergopoh-gopoh.
“Maaf nak, ibu pergi tidak bilang. Ibu dari rumah Mbok Jum, tadi anaknya telpon kalau menantunya melahirkan. Ibu tadi mau menyuruhmu mengantar Mbok Jum, tapi karena ibu lihat kamu sudah tidur nyeyak ya sudah ibu tinggal”, jelas Ibu Sinta. “Non Susi mana? Sudah makan belum?”, tanya Ibu Sinta
“Mau makan apa wong tidak ada makanan di meja makan. Mungil lagi di ruang makan. Tadi menangis ketakutan karena petir. Untung aku segera bangun mendengar suara petir, kalau tidak pasti dimarahi lagi”, jawab Rudy.
Ibu Sinta tersenyum mendengarkan penjelasan anaknya. Ia menyerahkan bungkusan yang dibawanya kepada Rudy. “Ini tolong siapkan di meja, tadi ibu beli lauk sekalian di jalan. Temani Mungil-mu makan, Ibu mau mandi dulu. Malam ini kita tidur di sini. Setelah makan, ambil barang-barangmu buat sekolah besok”, kata Ibu Sinta sambil keluar.
Rudy hanya mengangguk lalu membuka bungkusan lauk yang dibeli ibunya, mengambil piring lalu menyiapkannya di meja makan. Rudy memanggil Susi, merekapun makan tanpa suara. Susi segera merapikan meja dan mencuci peralatan makan mereka. Rudy menemani Susi di ruang tengah sampai ibunya datang. Ia tidak mau meninggalkan Susi sendirian di rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments