16

Rudy menghentikan motornya di taman kota setelah pulang sekolah. Ia menggandeng tangan Susi ke bangku taman di depan ia menaruh motornya. Dengan gugup ia meminta Susi duduk di sampingnya.

Dengan perlahan Rudy berkata kepada Susi, “Dengar, papa sudah tahu kita tidur satu kamar. Jadi …”.

“Kamu takut apa? Dimarahi papa? Bilang saja kalau aku yang minta. Bereskan”, kata Susi memotong pembicaraan Rudy. “Aku tidak suka kamu membicarakan hal ini di tempat umum”, lanjut Susi sambil berdiri hendak pergi.

“Mungil, jangan begitu dong. Aku belum selesai bicara”, sahut Rudy sambil memegang tangan Susi untuk menghentikan langkahnya. Ia pun berdiri di sisi Susi sambil memegang kedua tangan Susi. Ia menata hatinya dan memandang wajah Susi. “Aku tak mau papa marah padamu, jadi mari kita buat kesepakatan”, lanjutnya.

Susi menatap mata Rudy yang teduh membuat emosinya sedikit turun. Ia tahu bukan hanya dirinya yang akan kena marah tetapi juga Rudy dan Ibu Sinta. Ia sangat takut jika papanya mengusir mereka. Itu artinya ia akan di kurung dalam kamar dan akan merasakan kesepian yang sangat panjang. Dengan merekalah Susi merasa disayang dan dimanjakan. Bahkan Susi sering merasa kalau Ibu Sinta lebih mengasihinya dibanding Rudy, anaknya.

Rudy dan Susi kembali duduk di bangku taman. Mereka duduk dalam diam, hanyut dengan aliran pikiran masing masing. Rudy memegang lembut tangan Susi dan membelainya, ia takut tangan mungil ini akan lepas dari genggamannya. Ia sangat takut jika ia tidak diijinkan lagi bersama Susi.

Tiba-tiba Susi menarik tangannya dan berkata, “Biar aku saja yang bicara sama papa soal ini, lagi pula aku yang minta kamu menemani aku tidur, jadi ini tanggung jawabku. Katakan apa yang harus aku katakan pada papa. Katakan juga perjanjianmu dengannya.  Supaya aku tahu seberapa parah amarah papa”.

Rudy menghela nafas panjang dan mulai menjelaskan kepada Susi, “Aku tidak tahu dari mana aku harus cerita. Tapi malam itu, saat kamu menanggis di sudut kamar semalaman, tidak ada yang bisa menenangkanmu. Aku ingat betul bahwa kamu pun tidak makan dari siang. Aku dilarang ibu mendekatimu, tapi jujur, aku tidak suka melihatmu seperti itu, sakit sekali hatiku. Saat aku ke dapur membuka lemari es, aku melihat ada es krim kesukaan kita. Aku mengambilnya, karena aku pikir itu akan dapat menghentikan tangismu”.

Rudy menghentikan ceritanya saat air mata Susi mulai menetes. Rudy menghapus air mata Susi dengan kedua tangannya. Ia merengkuh gadis cantik yang sangat dikasihinya ke dalam pelukannya. Ia membelai kepala Susi dan mencoba menenangkannya. “Maaf, aku sudah membuat mengingat peristiwa itu. Jangan menangis lagi. Hatiku sakit melihat air matamu”.

Dengan sesenggukan Susi meneruskan cerita Rudy, “Dan kamu membuka es krim stoberi, mengambil sendok dan menyedok es krim itu. Kamu menawarkan padaku berkali-kali namun aku menolaknya. Lalu kamu menyuapiku sampai es krim stoberiku habis. Dan kamu juga memberikan es krim vanilamu kepadaku. Kau tahu, aku lapar sekali waktu itu, dan es krim itu seperti malaikat yang mengisi perutku hingga kenyang. Setelah habis semuanya, kau memandikan aku, menggantikan bajuku, dan menjanjikanku es krim yang banyak kalau aku mau tidur. Seperti kemarin lusa, waktu itu aku juga memaksamu menemaniku tidur”. Susi menegakkan kepalanya menatap Rudy, “Malam itu aku tahu papa melihat kita, bahkan saat kamu sudah  tidur, aku belum bisa tidur. Dan aku pura-pura tidur saat papa mendekat dan menyelimuti kita. Aku merasa sangat nyaman tidur denganmu karena aku tahu kamu tidak akan meninggalkan aku sendiri”, lanjut Susi. Rudy mengangguk pelan dan mengapus air matanya, ia mengecup kening Susi dengan lembut.

“Woi…, kalau pacaran jangan di sini dong!”.

Rudy dan Susi melepaskan tangannya lalu menoleh pada sumber suara yang tidak asing di telinga mereka.

“Kok kalian nangis, ada masalah apa? Di usir dari rumah?”, selidik Dipo sambil jongkok di depan keduanya.

“Ih Dipo kepo, kamu mengikuti kami ya? Mau jadi mata-mata?”, sahut Susi sambil menghapus air matanya.

“Kepo? Siapa? Aku? Enggaklah, ngapain juga ngepoin urusan orang. Ini minum dulu biar tidak dehidrasi. Kalian ngapain sih, aku perhatikan dari tadi pagi bawaannya suntuk melulu. Tidak dapat jatah dari nyokap? Atau kena marah lagi?” tanya Dipo.

“Popo memang tukang kepo, Kamu ngapain di sini?”, tanya Susi sambil melotot.

“Harusnya aku yang tanya kalian, ngapain kalian di sini. Rumahku di situ.. tu, nyebrang jalan doang. Dari gang itu tiga rumah di sebelah kiri, kalau kalian kan masih ke sono, masuk gerbang besar itu kan?”, jawab Dipo sambil menunjukkan tangannya.

“Sudah… sudah…”, kata Rudy menengahi, “Kami sedang ada masalah, tapi belum bisa diceritakan. Besok kalau aku sudah siap pasti aku ceritakan”, lanjut Rudy.

“Bener ya, aku tagih janjimu”, kata Dipo kepada Rudy sambil menepuk bahunya.  Ia memberikan dua botol air mineral kepada mereka “Habiskan minumnya, buang ke tempat sampah botol …”.

“Kakak…!!! Mana es ku? Haus kak”, panggil Dini sambil merajuk mendekati Dipo. Gadis kecil itu menarik-narik tangan Dipo.

“Iya, ayo kita beli”, jawab Dipo kepada Dini. Dipo menggandeng Dini pergi menjauhi Rudy dan Susi dan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan.

Susi terkejut melihat kejadian di depannya, “Siapa itu? Sampai Si Kepo tunduk padanya”, tanya Susi kepada Rudy dengan terus menatap kepergian Dipo dan Dini.

“Itu Dini, adik tirinya Dipo. Mereka selisih lima tahun”, jawab Rudy.

“Ough, makanya mirip. Satu ibu?”, tanya Susi.

“Bukan, satu ayah. Kamu kok jadi kepo sama Dipo”, tanya Rudy penuh selidik. “Naksir Dipo ya?”, lanjut Rudy menatap wajah Susi yang terus memandangi Dipo. “Baguslah kalau begitu. Aku percaya sama Dipo, jadi tenang mengakhiri tugasku”, kata Rudy sambil beranjak dari bangku taman.

Susi yang mendengar kata Rudy mulai mencerna arah pembicaraan itu. “Tunggu, apa maksudmu dengan mengakhiri tugasmu? Kamu mau pergi dariku?”, tantang Susi.

“Iya, kalau kamu suka Dipo, aku tenang. Dia itu laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Sama ibu dan adik tirinya saja dia sayang. Apa lagi sama kekasihnya”, kata Rudy kesal.

“Kamu ngomong apa sih? Aku tanya tentang maksudmu tadi? Mengakhiri tugas dengan tenang, percaya sama Dipo. Tentu saja kamu percaya, dia kan sahabatmu”, dengus Susi.

“Oke, kita kembali soal itu. Dua hari setelah peristiwa itu, Papa memanggil ibu ke kantor. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi setelah agak lama ibu memanggilku. Ibu bilang kalau papa mau bertemu denganku di kantor. Ibu berpesan kepadaku untuk mengangguk dan menjawab iya. Sejujurnya aku sangat takut, tapi ibu mengantarku sampai ke dalam kantor”, kata Rudy. Ia mengela nafas panjang untuk melanjutkan ceritanya.

“Papa memelukku dan mendudukkanku di meja kerjanya. Waktu itu papa menanyakan dua hal saja kepadaku”, lanjut Rudy.

“Tanya apa? Peristiwa malam itu?”, sahut Susi.

Rudy menggelengkan kepalanya dan berkata dengan pelan, “Waktu itu papa tanya: Rudy, apa kamu sayang Susi? Aku menggangguk. Kemudian papa tanya lagi : Rudy mau tidak jagain Susi? Aku mengangguk. Papa tanya itu tidak cuma sekali, tapi beberapa kali”.

“Terus jawabanmu tetap sama?”, tanya Susi.

“Iya, aku mengangguk dan menjawab iya. Dan yang terakhir papa memelukku dan berkata: Rudy tolong jaga Susi sampai dia menikah dengan orang yang tepat. Papa akan membiayai semua kebutuhanmu, dan kalian boleh tinggal di sini sampai kalian mandiri”, lanjut Rudy.

“Apa? Jadi selama ini kamu menjagai aku karena permintaan papa? Karena papa memberi semua fasilitas buat kamu? Kamu jahat, benar-benar jahat. Aku tidak menyangka kamu benar-benar mengenaskan. Ternyata benar kata Hans, kamu memang anjing penjaga yang dibayar papa”, kata Susi penuh amarah. Ia beranjak dari bangku taman dan bergerak ke jalan raya hendak menyeberang.

Rudy yang menyadari amarah Susi segera mengejar dan menangkap Susi. Ia memeluknya dan berkata, “Kamu boleh marah padaku, tapi di rumah.  Kita pulang sekarang, jangan sampai papa pulang duluan”.

Mendengar kata-kata itu, Susi segera terdiam dan mengikuti Rudy. Rudy memacu motornya dengan cepat. Ia tidak ingin Pak Surya marah karena mereka pulang terlambat.

Sesampainya di rumah, Susi segera masuk ke kamarnya. Ia melempar melepas sepatunya dan melempas tas sekolahnya ke atas meja belajarnya. Ia menjatuhkan dirinya ke ranjang dan berteriak “Ternyata kamu benar-benar jahat… jahat…. sekali”. Ia menangis tersedu-sedu di atas bantalnya sampai tertidur karena lelah.

Episodes
1 01
2 02
3 03
4 04
5 05
6 06
7 07
8 08
9 09
10 10
11 11
12 12
13 13
14 14
15 15
16 16
17 17
18 18
19 19
20 20
21 21
22 22
23 23
24 24
25 25
26 26
27 27
28 28
29 29
30 30
31 31
32 32
33 33
34 34
35 35
36 36
37 37
38 38
39 39
40 40
41 41
42 42
43 43
44 44
45 45
46 46
47 47
48 48
49 49
50 50
51 51
52 52
53 53
54 54
55 55
56 56
57 57
58 58
59 59
60 60
61 61
62 62
63 63
64 64
65 65
66 66
67 67
68 68
69 69
70 70
71 71
72 72
73 73
74 74
75 75
76 76
77 77
78 78
79 79
80 80
81 81
82 82
83 83
84 84
85 85
86 86
87 87
88 88
89 89
90 90
91 91
92 92
93 93
94 94
95 95
96 96
97 97
98 98
99 99
100 100
101 101
102 102
103 103
104 104
105 105
106 106
107 107
108 108
109 109
110 110
111 111
112 112
113 113
114 114
115 115
116 116
117 117
118 118
119 119
120 120
121 121
122 122
123 123
124 124
125 125
126 126
127 127
128 128
129 129
130 130
131 131
132 132
133 133
134 134
135 135
136 136
137 137
138 138
139 139
140 140
141 141
142 142
143 143
144 144
145 145
146 Pengumuman
147 146
148 147
149 148
150 149
151 150
152 151
153 152
154 153
155 154
156 155
157 156
158 157
159 158
160 159
161 160
162 161
163 162
164 163
165 164
166 165
167 166
168 167
169 168
170 169
171 170
172 171
173 172
174 173
175 174
176 175
177 176
178 177
179 178
180 179
181 180
182 181
183 182
184 183
185 184
186 185
187 186
188 187
189 188
190 189
191 190
192 191
193 192
194 193
195 194
196 195
197 196
198 197
199 198
200 199
201 200
202 201
203 202
204 203
Episodes

Updated 204 Episodes

1
01
2
02
3
03
4
04
5
05
6
06
7
07
8
08
9
09
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21
22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27
28
28
29
29
30
30
31
31
32
32
33
33
34
34
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50
50
51
51
52
52
53
53
54
54
55
55
56
56
57
57
58
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
63
64
64
65
65
66
66
67
67
68
68
69
69
70
70
71
71
72
72
73
73
74
74
75
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
80
81
81
82
82
83
83
84
84
85
85
86
86
87
87
88
88
89
89
90
90
91
91
92
92
93
93
94
94
95
95
96
96
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
104
104
105
105
106
106
107
107
108
108
109
109
110
110
111
111
112
112
113
113
114
114
115
115
116
116
117
117
118
118
119
119
120
120
121
121
122
122
123
123
124
124
125
125
126
126
127
127
128
128
129
129
130
130
131
131
132
132
133
133
134
134
135
135
136
136
137
137
138
138
139
139
140
140
141
141
142
142
143
143
144
144
145
145
146
Pengumuman
147
146
148
147
149
148
150
149
151
150
152
151
153
152
154
153
155
154
156
155
157
156
158
157
159
158
160
159
161
160
162
161
163
162
164
163
165
164
166
165
167
166
168
167
169
168
170
169
171
170
172
171
173
172
174
173
175
174
176
175
177
176
178
177
179
178
180
179
181
180
182
181
183
182
184
183
185
184
186
185
187
186
188
187
189
188
190
189
191
190
192
191
193
192
194
193
195
194
196
195
197
196
198
197
199
198
200
199
201
200
202
201
203
202
204
203

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!