Bel istirahat berbunyi, semua orang di dalam kelas berhamburan keluar kelas. Begitu pun juga Susi.
Susi keluar kelas membawa bekal makannya menuju kantin sekolah. Ia berjalan dengan memegang perutnya yang keroncongan sedari tadi. Ia memang belum sarapan, sepotong roti yang tadi disiapkan Mbok Jum (pembantu setianya di rumah) tidak jadi disentuhnya saat papanya menjelaskan kalau beliau akan ke Lembang pagi ini untuk urusan proyek selama tiga hari. Dan sudah meminta Rudy untuk mengantarkan Susi ke mana pun ia pergi. Hatinya sedih setiap kali papanya pergi ke luar kota, karena ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi selain papanya setelah mamanya meninggal lima tahun yang lalu.
Susi duduk di meja kantin yang paling ujung. Itu tempat favoritnya saat sedih seperti ini. Mejanya kecil, hanya muat untuk dua orang. Ia membuka bekalnya dan semua tempat makannya di keluarkan hingga memenuhi meja kecil itu. Susi sengaja melakukan itu supaya tidak ada orang yang datang dan bergabung di mejanya. Ia menatap isi bekalnya, ada nasi putih, oseng kangkung dengan udang, tempe goreng tanpa tepung, dan kerupuk udang. Matanya mengerjap gembira namun tak lama kemudian berkaca-kaca. Hasrat makannya yang menggebu karena lapar menghilang melihat isi bekalnya.
Rudy yang sedari tadi memperhatikan Susi segera melangkah mendekati Susi. Ia duduk di depan Susi dan mengambil sendok dari tangan Susi. Ia menyendok nasi dan oseng pare lalu menyuapkannya ke mulut Susi. "Ayo makan, aku tidak mau dimarahi ibu lagi kalau kamu sakit", kata Rudy sambil menatap mata Susi.
Susi membuka mulutnya dan mulai mengunyah makanan yang ada di mulutnya tanpa menatap Rudy. Ia tertunduk menahan rasa pilu yang sangat setiap kali mengingat mamanya. Ia mengambil garpu untuk mengambil tempe dan mengigitnya setelah menelan nasinya. Rudy menyuapi Susi dengan telaten hingga suapan terakhir dan semua bekalnya habis.
Rudy menatap lekat-lekat wajah cantik di depannya, dalam hatinya mendesah, "Seandainya kamu bukan anak Pak Surya, aku pasti sudah menembakmu dan menjadikanmu pacarku, Mungil. Aku sangat menyukaimu". Rudy merapikan bekal makan Susi dan memasukkannya ke dalam tas bekalnya.
Dengan pandangan kosong Susi menelan nasi terakhirnya dan mulai membuka mulutnya. Rudy memberikan kerupuk udang ke tangan Susi sambil menggoda, "Masih lapar? Aku belikan bakso ya!" dengan mencubit hidung mungil Susi.
"Aduh, sakit tahu!", gerutu Susi. "Sudah habis ya, maaf, baksonya nanti pulang sekolah saja. Bakso langganan Papa". jawab Susi lirih. Rudy mengangguk pelan, "Aku tunggu di tempat biasa, jangan kelayapan. Aku tidak mau pulang telat, hari ini ada latihan basket" lanjut Rudy sambil berdiri dan melangkah meninggalkan Susi duduk sendirian.
Sementara itu beberapa meja sebelah kanan tempat Susi duduk ada Hans dan Wati yang tengah duduk memperhatikan mereka. Pemandangan itu bukan sesuatu yang baru bagi mereka, tapi tetap saja menggelitik hati mereka. Sejak kelas satu SMA mereka selalu bersama, bahkan semakin dekat saja setelah Hans menembak Susi dua bulan yang lalu. Hans menghela nafas panjang dan bergumam, "Apa kurangnya aku dari Rudy? Kepandaian, kedudukan, ketenaran, kekayaan, ketampanan, aku lebih darinya" sambil memandang Wati.
Wati terkekeh mendengar gumaman Hans. "Maaf sepupuku, kau kalah banyak dari Rudy. Dia lebih lembut dan sopan dengan Susi. Dan satu lagi, kau kalah cepat darinya", jelas Wati dengan cepat.
"Sialan kau, mengapa tidak pernah mendukungku. Kau kan sepupuku", kata Hans dengan sedikit sewot. Tetapi Wati hanya terkekeh melihat wajah Hans yang marah.
Saat bel masuk berbunyi, semua anak beranjak menuju kelas, kecuali Rudy. Ia menunggu Susi beranjak dan ekor matanya mengikuti langkah Susi. Setelah Susi masuk kelas, barulah Rudy beranjak memasuki kelasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Valerie D'T
cinta segitiga nih
2020-07-05
1