Ternyata benar, pukul tiga pagi Pak Surya sampai rumah. Ia membuka pintu dan meminta Pak Hasto membawa barang-barangnya ke atas dan mengunci pintu. Pak Surya segera naik ke atas, sebelum masuk ke kamarnya ia membuka kamar Susi. Ia mellihat gadis kecilnya sedang terlelap mendekap guling. Ketika ia masuk ke dalam, ia
melihat Rudy tidur di sofa. Ia mendekati anaknya membuka selimutnya dan mencium keningnya. Hatinya tenang setelah melihat anaknya berpakaian lengkap. Ia menyelimuti kembali dan berjalan menuju kamarnya. Ia mandi dan tidur setelahnya.
Saat adzan subuh berkumandang, Rudy segera bangun. Ia merapikan selimut dan mengembalikan ke tempat semula. Ia segera mencuci mukanya dan keluar dari kamar Susi. Saat mendekati tangga ia melihat kamar Pak Surya sudah nyala lampunya. Hatinya berdetak kencang “Tadi ke kamar Mungil tidak ya? Kalau iya pasti lihat aku tidur di sana. Sial, mengapa semalam aku tidak jadi pindah kamar. Bisa jadi boomerang nih”, gerutu Rudy sambil turun ke bawah.
“Pak Surya sudah pulang ya mas?”, tanya Bik Siti saat Rudy sampai di dapur.
“Iya Bik. Bibik tahu dari mana?”, jawab Rudy.
“Lha itu, kamar Mas Hasto lampunya hidup. Dia kan tidak bisa tidur dalam gelap”, jelas Bik Siti sambil jarinya menunjuk kamar Pak Hasto. Rudy hanya tersenyum lalu keluar lewat pintu samping.
Setelah membuka keran air di taman, Rudy segera masuk ke pavilium. Ia heran, pintu paviliun tidak terkunci dan lampu di ruang tengah menyala. Rudy segera melihat kamar ibunya, ternyata ibunya sedang mandi. Ia segera membersihkan paviliun yang sudah dua hari dua malam ditinggalnya.
“Sudah sampai sini rupanya”, sapa Ibu Sinta.
“Iya Bu, lha ibu kok mandi di sini? Apa di sana tidak ada air?”, tanya Rudy.
“Ada, hanya lebih nyaman mandi di sini, di kamar ibu sendiri. Ohya, hari ini kamu tidak usah lari dulu ya, tolong bersihkan mobil dan cuci sekalian setelah menyiram taman. Kasihan Pak Hasto, ia pasti capek sekali”, kata Ibu Sinta.
“Iya Bu, saya selesaikan ini dulu”, jawab Rudy.
“Tidak usah, biar Ibu saja. Nanti kamu kesiangan”, lanjut Ibu Sinta.
Rudy segera meninggalkan paviliun, ia menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Seperti perintah ibunya, setelah menyiram taman ia segera mengeluarkan mobil dari garasi dan mencucinya. Setelah selesai semuanya, Rudy segera ke kamar atas mengambil semua barang-barangnya dan kembali ke paviliun untuk bersiap-siap ke sekolah.
Pak Surya turun ke ruang makan saat semua orang sedang sarapan. Ruang makan yang tadinya riuh langsung tenang. Pak Surya duduk dan mengambil makan. “Kok diam semua?”, katanya sambil menatap mereka satu-satu. Namun tidak ada satupun yang berani menatap matanya. Semua menunduk dan bertekun menghabiskan sarapan mereka.
Setelah selesai sarapan, Rudy segera berdiri dan membawa piring makannya ke dapur diikuti Susi. Rudy segera kembali ke ruang makan dan berpamitan, “Rudy berangkat dulu ya Bapak, Ibu”, sambil mencium tangan mereka. “Susi bareng Rudy ya Pa”, kata Susi sambil mencium pipi papanya dan tangan Ibu Sinta. Mereka berdua bergegas keluar dari pintu samping.
Ibu Sinta yang sudah selesai makan pun beranjak ke dapur membawa piringnya. Tetapi saat kembali ke ruang makan, Pak Surya meminta Ibu Susi untuk duduk. “Kita berangkat bersama, ada yang harus aku bicarakan denganmu”, kata Pak Surya. “Ohya, tolong siapkan kontrak kerja yang kita bicarakan kemarin”, lanjutnya. Ibu Sinta hanya mengganggukan kepala lalu pergi ke ruang kerja Pak Surya. Ia memasukkan berkas-berkas yang dibutuhkan hari ini.
Pak Surya meminta kunci mobil, hari ini ia mau setir sendiri. Ia minta Pak Hasto membantu Bik Siti bersih-bersih halaman belakang. Ia segera menghidupkan mobilnya dan berangkat setelah Ibu sinta masuk ke dalam mobil.
“Apa yang terjadi di rumah ini?”, tanya Pak Surya.
“Tidak terjadi apa-apa Pak”, jawab Ibu Sinta.
“Jangan panggil aku Pak jika kita sedang berdua”, kata Pak Surya sambil memandang tajam ke arah Ibu Sinta. Ibu Sinta hanya mengangguk. “Sejak kapan Rudy tidur di kamar Susi?”, lanjutnya dengan penuh tekanan.
“Sejak kemarin Mas. Susi menangis histeris saat hujan di senja itu. Waktu itu aku sedang mengantar Mbok Jum pulang kampung. Peristiwa lengkapnya aku tidak tahu. Tapi kata Rudy, Susi menangis karena suara petir yang menggelegar dan rumah kosong. Rudy masih tidur di paviliun. Rudy juga terbangun karena petir, ia berlari ke rumah dan mencari Susi. Ia menemukan Susi sedang meringkuk di samping tempat tidur sambil menangis histeris. Ya sejak itu Rudy tidur di kamar Susi”, jawab Ibu Sinta.
“Hhmm… kamu tahu anakmu tidur di mana?”, lanjut Pak Surya.
“Setahuku, tidur di sofa”, jawab Ibu Sinta.
“Sin, aku memilih Rudy karena ia anakmu. Aku ingin Rudy menjaga Susi sampai ada orang yang lebih berhak untuk menjaganya. Hanya dia yang aku punya saat ini. Tolong katakana pada anakmu soal ini. Aku bukan tidak suka dengan anakmu, tapi aku lihat mereka sudah terlalu dekat. Aku tidak mau sampai terjadi hal-hal yang kita berdua tidak inginkan”, kata Pak Surya dengan tenang.
“Ia mas, nanti akan Rudy saya ingatkan lagi. Dan aku percaya Rudy tidak akan melakukan itu”, jawah Ibu Sinta menahan sedikit amarahnya. “Kalau Susi tidak menggodanya, Rudy pasti bisa menahan dirinya. Ia harus segera keluar dari rumah ini. Kalau berlama-lama akan berbahaya”, jerit batin Ibu Sinta.
Pak Surya memasukkan mobilnya di area parkir utama. Ia segera masuk lift bersama Ibu Sinta sampai di depan kantornya. Ibu Sinta meletakkan berkas-berkas yang harus segera ditandatangani oleh Pak Surya. Ia juga menjelaskan beberapa masalah yang sedang terjadi di beberapa proyek.
“Ohya, rapat hari ini kamu yang handle ya, untuk pelunasan proyek segera dilakukan saja. Ingatkan klien untuk segera melakukan pembayaran tahap tiga. Dan urusan Buyung, biar aku yang tangani. Aku tahu kamu tak ingin bertemu dengannya, kulihat dia sudah terlalu mengganggumu”, kata Pak Surya.
“Ia Mas, terima kasih”, jawab Ibu Sinta
“Atau… kamu menikah saja dengannya, dia keliatannya suka sekali mengganggumu. Mungkin dia memang suka padamu”, goda Pak Surya.
“Tidak Mas, terima kasih. Sudah cukup bahagia hidupku dengan anakku. Saya kembali ke kantor dulu ya Mas. Terima kasih”, jawab Ibu Sinta.
Pak Surya mengangguk pelan mengijinkan Ibu Sinta pergi. Ia memandangi kepergian Ibu Sinta sampai pintunya tertutup. Pak Rudy mulai menyibukkan dirinya dengan berkas-berkas yang harus ditandatanganinya. Ia cukup senang dengan pekerjaan Ibu Sinta. Kehadirannya di rumah dan kantor ini sangat meringankan beban Pak Surya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments