Susi terbangun saat alarm pada jam kecilnya berbunyi. Ia mengedarkan matanya ke seluruh ruangan mencari Rudy namun tak menemukannya. Saat ia bangkit dari ranjang Rudy masuk kamar, berdiri di depan pintu dan tersenyum, “Selamat pagi, buruan mandi, udah siang”, kata Rudy.
“Ia, aku bangun. Eh… mau kemana?”, kata Susi kepada Rudy yang sedang berbalik mau keluar kamar. “Mau mandi, badanku lengket penuh keringat”, jelas Rudy sambil membalikkan badannya. Susi segera memeluk Rudy dan mendongakkan kepalanya, “Terima kasih buat semalam, aku sayang kamu”, kata Susi sambil menempelkan kepalanya ke dada Rudy.
“Ia, aku juga sayang kamu. Buruan mandi, sudah siang”, kata Rudy sambil mengelus rambut Susi. “Aku cinta kamu Mungil, aku akan melakukan apapun untukmu” jerit batinnya.
“Tidak mau, aku mau cium dulu”, kata Susi bermanja-manja padanya. Susi memang suka sedikit manja dengan Rudy, apalagi kalau papanya tidak ada. Ia takut papanya marah kalau tahu kelakuannya pada Rudy.
“Mana yang mau dicium? Sini, sini, sini atau sini?”, tanya Rudy menggoda Susi sambil menunjuk kening, hidung, pipi dan bibirnya.
“Sini, ayo buruan cium”, kata Susi sambil memegang keningnya.
Rudy memegang kepala Susi dan mengecup keningnya. Kedua tangan Susi segera meraih kepala Rudy dan menempelkan bibirnya di telinga Rudy dan membisikkan, “Terima kasih buat ciumnya. Aku akan membalasnya,”. Dengan cepat Susi mengecup bibir Rudy dan berlari menuju kamar mandi. Ia tersenyum penuh kemenangan.
Rudy tercekat mendapatkan ciuman singkat dari Susi. Disentuh bibirnya untuk memastikan hatinya bahwa ia benar-benar telah dicium. Rudy berbalik dari kamar Susi, masuk ke kamarnya dan menghidupkan keran air untuk segera mandi. Ia menempatkan kepalanya di bawah shower untuk membersihkan dirinya dan menghilangkan keresahannya karena ciuman Susi tadi pagi. Ia tak berani berlama-lama berpikir bahwa nona kecil kesayangannya itu jatuh cinta padanya.
Ia sesegera mungkin menyelesaikan mandinya dan memakai seragam sekolahnya. “Hanya tiga bulan lagi aku memakai seragam ini, tiga bulan bersamamu. Setelah itu aku akan kuliah di Bandung seperti kata ibu, aku akan sangat jauh darimu. Aku harus menjauh darimu tepatnya”, gumam Rudy di depan kaca. Rudy segera memasukkan buku-buku sesuai jadwal hari ini. Bulan ini bulan terakhir pelajaran karena bulan depan sudah mulai persiapan ujian. Rudy menghela nafas panjang dan segera turun ke bawah.
Sarapan telah tersedia di meja makan, mereka pun makan bersama. Setelah selesai makan Ibu Sinta membuka pembicaraan dengan keduanya, “Hari ini ibu mau menjemput Bik Siti, karena ibu sudah kewalahan dengan pekerjaan rumah. Ibu akan pulang agak malam, jadi kalian makan siang dan makan malam di luar saja. Ibu tidak sempat masak, hanya ada nasi saja. Tapi kalau mau masak sendiri boleh, masih ada sayur, mie, telur, dan cornet di kulkas. Kalian bisa dipercaya kan?”, tegas Ibu Sinta.
Rudy dan Susi mennganggukkan kepala secara bersamaan. Bik Siti dan Mbok Jum adalah pembantu yang sangat dipercaya oleh Pak Surya. Mereka sudah bekerja lama dengan keluarga ini. Mbok Jum adalah pembantu yang dibawa oleh Pak Surya dari orang tuanya, sedangkan Bik Siti mulai ikut sejak kelahiran Susi. Bik Siti mendapat cuti tahunan selama dua minggu untuk pulang ke desa. Namun cutinya kali ini tidak penuh dua minggu karena Mbok Jum harus pulang kampung. Kemarin Ibu Sinta sudah menghubungi Bik Siti kalau ia akan menjemputnya hari ini.
Setelah selesai sarapan mereka segera berangkat sekolah. Sedangkan Ibu Sinta harus membersihkan rumah dan memastikan jadwal kerja di kantor tidak berantakan. Ia menghubungi Yuli, sekertaris Pak Surya, yang menghandel pekerjaan kantor jika Pak Surya dan Ibu Sinta tidak datang ke kantor. Ibu Sinta meminta Yuli mempersiapkan semua berkas yang harus diselesaikan hari ini. Ia akan menyelesaikannya dalam perjalanan ke rumah Bik Siti. Ia juga meminta Yuli untuk menghubungi Pak Joko, sopir kantor untuk menjemput Ibu Sinta di rumah dan mengantarkannya ke rumah Bik Siti.
Ibu Sinta segera membersihkan diri dan mengecek semua ruang terkunci dengan benar, karena untuk beberapa jam rumah ini benar-benar kosong. Setelah yakin semua ruang terkunci, Ibu Sinta segera keluar rumah utama dan menguncinya dari luar. Ia menunggu Pak Eko di luar gerbang utama. Tak lama kemudian Pak Eko datang menghampirinya.
“Ke kantor sebentar ya Pak, saya mau ketemu sama Yuli”, kata Ibu Sinta kepada Pak Eko. Pak Eko hanya menganggukkan kepalanya, sambil membukakan pintu untuk Ibu Sinta dan menutupnya kembali setelah Ibu Sinta duduk. Pak Eko segera memacu mobilnya ke kantor.
Yuli mempersiapkan semua berkas yang akan diselesaikan hari ini, karena beberapa proyek sudah mendekati tenggang waktu pembayaran. Yuli memasukkan semua berkasnya ke dalam map kerjanya. Ia keluar dari ruangannya dan menunggu Ibu Sinta di lobby kantor. Begitu melihat mobil kantor memasuki area kantoe, Yuli segera keluar dan melambaikan tangannya.
Pak Eko segera mendekatkan mobilnya ke tempat Yuli berdiri. Yuli segera membuka pintu mobil saat mobil itu berhenti didepannya. Ia menyerahkan berkas kepada Ibu Sinta. “Ini semua berkas yang ibu minta, untuk pelunasan proyek angkasa sudah saya serahkan ke bagian keuangan. Pak Buyung tadi menghubungi saya, beliau minta dijadwalkan untuk bertemu dengan Bapak besok. Tetapi saya sudah sampaikan jika besok Bapak belum pulang. Kalau Ibu bersedia, saya akan jadwalkan pertemuannya besok”, kata Yuli menjelaskan agenda kerjanya.
“Kitalihat besok saja, untuk reschedule kemarin dan hari ini bagaimana?”, tanya IbuSinta.
“Mitra Karya minta tendernya diundur hari Senin, untuk agenda hari ini saya undur lusa Bu, jadi besok jadwalnya masih kosong,” jelas Yuli.
“Oke,minta bagian keuangan dan penyediaan barang untuk bertemu dengan saya besok jam sepuluh. Untuk Pak Buyung setelah makan siang saja”, jawab Ibu Sinta.
“Baik Bu,” jawab Yulie sambil menundukkan kepala dan menutup pintu mobil.
Pak Eko segera memacu mobilnya ke rumah Bik Siti. Perjalanan ini cukup jauh dan memakan waktu sekitar 3 jam sekali jalan. Pak Eko sudah beberapa kali ke rumah Bik Siti jadi ia sudah tahu jalan ke sana. Pak eko melirik Ibu Sinta yang sibuk dengan berkas-berkas di tangannya. Ia terus memacu mobilnya lebih cepat saat jalan mulai lengang.
“Pak Eko, nanti mampir makan dulu di tempat makan yang dulu itu ya. Aku juga mau beli makanan buat oleh-oleh anak-anak Bik Siti”, kata Ibu Sinta setelah selesai dengan berkas-berkas di tanganya. Pak Eko hanya menganggukkan kepala dan tersenyum simpul. Ia segera mengambil jalur yang lebih dekat ke rumah makan.
Sesampainya di rumah makan Ibu Sinta segera turun dan mengambil tempat duduk di sudut ruangan. Rumah makan ini tidak terlalu besar namun bersih, makanannya juga enak dan harganya cukup murah. Selain karena alasan itu Ibu Sinta memilih rumah makan ini karena di sampingnya ada toko roti dan makanan kecil untuk oleh-oleh.
Pelayan rumah makan datang mendekati tempat duduk Ibu Sinta sambil menyerahkan menu makanan yang ada. Pelayan itu menuliskan pesanan Ibu Sinta dan membacakan ulang pesanan Ibu Sinta. Ibu Sinta juga meminta pelayan itu untuk menggabungkan tagihannya dengan pesanan Pak Eko sambil menunjuk pada Pak Eko yang duduk di dekat pintu sambil merokok. Pelayan itu mengganggukan kepala tanda mengerti.
Sepuluh menit kemudian makanan yang dipesan sudah datang. Tak butuh waktu yang lama bagi Pak Eko untuk makan makanan pesanannya karena ia sangat lapar. Tadi pagi ia tak sempat sarapan karena begitu sampai di kantor langsung dipanggil Yuli untuk menjemput Ibu Sinta. Setelah selesai makan ia segera keluar dari warung itu dan menunggu di mobil.
Ibu Sinta segera ke toko sebelah setelah selesai makan dan membayar tagihannya untuk membeli roti dan beberapa snack untuk oleh-oleh. Ia meminta pelayan membungkus beberapa roti untuk olah-oleh Bik Siti dan Pak Eko serta beberapa Snack untuk Susi dan Rudy. Ia juga minta untuk menandainya supaya tidak tertukar. Ia memanggil Pak Eko untuk membawa roti dan snack yang ia beli.
“Masukkan ini di bagasi ya pak, ini buat anak-anak di rumah dan yang ini untuk istrimu di rumah”, kata Ibu Sinta sambil menyerahkan beberapa bungkus roti yang dibelinya. Ia membawa sendiri roti yang dibelinya untuk Bik Siti. Pak Eko bergegas membukabagasi untuk menyimpannya dan membukakan pintu untuk Ibu Sinta. Ia pun segera memacu mobilnya dengan cepat agar tidak pulang terlalu malam.
Di rumah Bik Siti sedang bersiap-siap menunggu kedatangan Ibu Sinta, ia meminta suaminya untuk mengambil ketela dan pisang yang sudah dipanennya kemarin. Ia akan membawanya sebagai oleh-oleh. Ia juga sudah menyiapkan makanan kecil untuk menyambutnya. Tepat pukul dua siang,mobil Pak Eko masuk ke pekarangan rumah Bik Siti. Pekarangan ruamh Bik Siti memang luas dan penuh dengan tanaman pisang serta ketela. Bik Siti menyambut mereka dan mempersilahkan keduanya masuk ke rumah tetapi hanya Ibu Sinta yang masuk ke rumah sedangkan Pak Eko menunggu di teras depan.
Bik Siti segera mengeluarkan makanan yang sudah disiapkannya untuk Ibu Sinta dan Pak Eko dan mempersilahkan mereka menikmati hidangannya. Ibu Sinta meminumnya dan ia mengambil sedikit hidangan yang disediakan karena tadi sudah makan. Ibu Sinta pun menyerahkan oleh-oleh yang dibawanya. Ia meminta maaf kepada suami Bik Siti karena meminta kembali bekerja sebelum habis masa cutinya. Ia menjelaskan alasannya dengan hati-hati dan berjanji akan meberikan sisa cutinya setelah keadaan lebih kondusif.
Suami Bik Siti menerima permintaan maaf Ibu sinta dan mengijinkan Bik Siti kembalibekerja. Ia bahkan berterima kasih atas kepercayaan Ibu Sinta kepada Bik Siti. Kemudian Ibu Sinta berpamitan kepada suami Bik Siti karena sudah sore, mengingat masih ada Susi dan Rudy di rumah tanpa teman.
Mereka pun segera berangkat kembali ke rumah Pak Surya. Pak Eko memacu mobilnya lebih cepat dari saat ia berangkat. Ia tidak mau terlalu malam sampai ke rumah karena istrinya sedang mengandung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments