Malam itu, setelah selesai belajar, Rudy menemui Ibu Sinta, ibunya, di ruang tengah paviliun. Ia mendekati ibunya yang tengah bersantai melihat televisi. Ia duduk di sofa panjang di samping kanan ibunya. Dengan lembut ia berkata, “Kok Ibu belum tidur?” Perempuan cantik itu hanya menoleh dan tersenyum melihat Rudy. Dengan hati-hati ia menaruh kepalanyadi pangkuan ibunya sambil bergumam, “Ibu, aku kangen”.
Ibu Sinta hanya tersenyum mendengar gumaman Rudy, meski lirih namun terdengar jelas olehnya. Ibu Sinta mengelus kepala Rudy dengan rambut cepaknya. Ia mengarahkan pandangannya kepada anak tunggalnya tanpa menghentikan elusan tanggannya lalu berkata, “Ada apa Nak? Apa yang membuatmu resah? Bertengkar lagi dengan Mungil-mu?”
“Tidak Bu, hanya saja aku merasa Mungil lebih sering termenung setiap kali makan bekal dari Ibu. Tadi di sekolah, Rudy terpaksa menyuapinya setelah beberapa menit Mungil membuka bekalnya. Hanya dibuka saja, dengan pandangan kosong”, jawab Rudy kepada ibunya. Lalu iya mengambil tangan kiri ibunya dan menaruhnya di dadanya sambil mengambil nafas panjang.
“Jangan terlalu terbawa perasaanmu, nanti kalau kamu jatuh cinta padanya, ibu tidak bisa menolongmu. Ingat, kita hanya ngenger di sini nak”, kata ibunya. Rudy hanya terpaku, mulutnya kelu. “Benarkah aku mencintainya?”, tanya Rudy dalam batinnya.
“Ibu tahu kalian kamu sudah menemaninya beberapa tahun terakhir. Ibu juga tahu kamu sangat menjagainya dan selalu menjaga hatinya. Ibu bahkan yakin kamu sangat mengasihinya, tapi… jujur, ibu takut kamu akan jatuh hati padanya. Gadis itu benar-benar cantik, pandai dan sangat memikat hati. Tapi kita tidak sebanding dengannya. Kamu tidak akan bisa menikahnya, kamu tidak mampu menghidupinya meski dengan kerja keras”, lanjut Ibu Sinta.
“Ia bu, aku tahu. Aku hanya tidak ingin melihat Mungil bersedih apalagi sampai menangis. Aku bisa merasakan kesendiriannya, apalagi setelah Pak Surya mengurungnya dan memberi ancaman malam itu”, kata Rudy.
Ibu Sinta hanya tersenyum hatinya menjerit, “Ya Tuhan, jadi benar, anak laki-lakiku sudah jatuh cinta pada Nona Muda. Bagaimana caranya untuk memisahkan mereka sedangkan aku sudah berjanji pada Tuan untuk menyerahkan anakku sebagai penjaganya sampai Nona Muda menikah. Kangmas, tolong kami agar bisa keluar dari masalah ini”. Mata Ibu Sinta mulai berkaca-kaca dan menteskan air mata.
“Ibu menangis?”, tanya Rudy saat merasakan tetesan air mata ibunya. Ia mendongakkan kepalanya, bangun dari tidurnya dan mulai duduk di depan ibunya. Ia menghapus air mata ibunya dan berkata, “Apakah aku sudah membuat ibu menangis? Apakah aku salah ibu? Tolong maafkan anakmu yang ceroboh ini bu”.
“Tidak Nak, ibu hanya ingat almarhum ayahmu. Ibu sangat merindukannya”, kata Ibu Sinta kepada Rudy. “Maafkan ibu Nak, ibu jadi cengeng setiap kali mengingatnya. Sudah malam, sebaiknya kita tidur. Besok harus bangun lebih pagi, masih banyak yang harus dikerjakan”, lanjut Ibu Sinta sambil berdiri dan beranjak ke kamarnya meninggalkan Rudy di ruang tengah.
Rudy menunggu ibunya masuk kamar. Ia keluar paviliun berjalan menuju rumah utama. Ia mengecek pintu-pintu dan menghidupkan alarm rumah utama. Itu tugasnya setiap malam sebelum tidur. Hanya ia dan Pak Surya yang tahu kodenya. Selesai melakukan tugasnya, Rudy masuk paviliun, mengunci pintu dan masuk kamarnya.
Rudy berdiri dekat jendelanya, ia memperhatikan lampu kamar Susi masih menyala. Dengan seksama ia mengawasi kamar itu. Kamar Rudy berseberangan dengan kamar Susi. Jendela kamar Rudy tepat berhadapan dengan balkon kamar Susi. Kamar itu diberikan Pak Surya untuknya agar ia bisa melihat keadaan Susi sewaktu-waktu. Setelah lampu kamar Susi meredup, Rudy merebahkan badan ke ranjangnya dan menutup matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Alya_Kalyarha
semangat nulisnya kk, udah aku like ya
kalau sempat mampir baliklah ke karyaku "sahabat atau cinta" dan "berani baca" tinggalkan like dan komen ya makasih
2020-05-31
1