Cahaya matahari menyeruak dari balik jari-jari ventilasi kamar, membuat Asya mengerjabkan mata dan langsung mengintip jam digital di atas nakas yang tepat berasa di sisi ranjang yang dia tiduri.
"Ih.. Kok Mamah gak bangunin aku, sih?" gerutunya sedikit kesal, saat mendapati dirinya telat dan tak dibangunkan.
Asya kemudian bangun dari pembaringan dan melangkah gontai ke kamar mandi untuk membersikan diri.
Selang beberapa menit, gadis itu melangkah keluar dengan penampilan yang segar.
Memilih keluar kamar, Asya menghampiri Tony dan Tiara yang telah berpakaian rapi. "Papah sama Mamah mau kemana?? Udah pada rapi begini," tanya Asya seraya melirik dan melihat beberapa barang bawaan mereka yang lumayan banyak.
Tiara menoleh di sela-sela mengepak barang bawaan. "Eh, anak Mamah udah bangun. Maaf ya, Mamah tadi gak sempet bangunin soalnya Mamah sama Papah mau kerumah Om Anton kamu. Katanya Kak Justin lagi sakit.."
Asya yang mendengarnya langsung merengut kesal, pasalnya dia juga ingin ikut apalagi kalau tujuannya ingin menjenguk Kak Justin, sepupunya. "Mamah kok gak ngajak aku, sih? Aku kan mau juga ketemu kak Justin, kangen.."
Tony menghampiri Asya yang tengah kesal, tangannya meraih pucuk kepala anaknya dan mengelusnya perlahan. "Iya sayang, nanti kapan-kapan Papah bawa kamu kesana sekalian kita liburan. Tapi, hari ini Papah gak bisa bawa kamu, Sayang.. Mungkin nanti malem Papah sama Mamah sudah sampai di rumah.." Tony memberi pengertian.
Membuat hati Asya sedikit luluh. "Iya, Pah. Nggak apa-apa kok. Tapi, Papah janji ya bawa Asya ketemu sama kak Justin waktu liburan?" Asya mengangkat tangan dan menyodorkan jari kelingkingnya tepat di depan wajah Tony.
Tony pun menyambutnya. "Iya sayang Papah janji.."
Tiara menghampiri Asya dan dipeluknya anak gadis satu-satunya itu. "Asya, jaga diri baik-baik ya.. Jangan nakal selama Papah dan Mamah gak ada di samping kamu. Belajar yang rajin dan jaga kesehatan terus ya, Sayang.."
Asya mengernyit heran lalu melepaskan pelukan Tiara darinya dan memandangnya lekat. "Mamah ngomong apa sih?? Kayak mau pergi jauh aja, padahalkan cuma mau ke Bandung? Nanti malem juga udah pulang.."
"Udah, kamu denger aja kata Mamah. Inget baik-baik ya sayang, jangan lupa..," sambung Tony seraya menepuk bahu Asya.
"Iya.. Iya.. Trus Papah sama Mamah kapan mau berangkatnya?? Katanya malem ini pasti udah nyampe?"
"Ya udah, Papah sama Mamah berangkat dulu ya.." Tony dan Tiara pun pergi setelah mereka pamit dan memeluk Asya erat -- seperti takkan bertemu lagi dalam waktu lama.
Drtt.. drtt..
Asya yang tengah memandang kepergian mobil orang tuanya terhenyak, dan dengan sigap mengambil telepon dari saku dress rumahannya. Zidan, nama itu yang tertera di layar. Dengan semangat Asya mengangkat telepon itu dan mereka pun bercengrama ria.
...
Waktu beranjak hampir tengah malam. Asya yang sedari tadi menunggu orang tuanya pulang benar-benar merasa khawatir. Pasalnya, kedua orang tuanya itu tak dapat dihubungi sama sekali, begitupun dengan Om Antonnya dan juga sepupunya Justin.
Lama menunggu Asya memilih untuk masuk ke kamar lalu menyandarkan tubuh lemahnya pada kepala ranjang dan menutup mata perlahan. Entah sudah berapa menit dia terlelap, yang jelas saat ini Asya terbangun karena suara getar ponsel yang berada di atas nakas samping ranjang.
"Halo.. Pah kapan pulangnya?? Asya nunggu udah lama nih.." tanya Asya dengan suara serak.
'Asya.. ini Om, kamu baik-baik aja kan??'
Kening Asya berkerut dan menatap layar ponselnya kembali. "Om?? Kok Om yang telepon, Ini kan nomor Papah?" tanya Asya bingung.
'Asya, kamu yang sabar ya sayang..'
Asya makin bingung. Sabar? Untuk apa aku sabar? Batin Asya. "Ada apa Om?? Yang jelas donk ngomongnya. Jangan bikin Asya takut.."
'Asya, Papah sama Pamah kamu kecelakaan, Nak. Mereka tertabrak truk waktu perjalanan pulang dan sekarang lagi dioperasi.."
"APA?? gak mungkin.."
Suara itu hanya berhembus bak bisikan. Seakan tak kuat menopang berita yang tak terduga ini, tubuh gadis itu merosot dengan air mata membasahi pipinya yang bergetar.
Baru tadi pagi mereka berpelukan. Baru tadi pula mereka saling mengenggam. Tapi sekarang?
"Om.. Di--dimana rumah sakitnya??" tanya Asya lirih di sela tangis.
'Di Rumah Sakit Advent..'
Tut..
Asya memutus panggilan lalu tanpa pikir panjang menelepon Zidan meminta bantuan. Tangannya yang bergetar itu dia paksakan untuk mendial nomor lelaki tersebut.
Hingga tak lama kemudian telepon pun tersambung.
'Halo Sya.. ada apa telepon??'
"Zi--Zidan.. Papah sama Mamah aku kecelakaan.. Aku gak tau harus ke Rumah Sakit.. Sa--sama siapa.. Hiks.. hiks.."
'Apa?? Kamu sekarang dimana?? Aku jemput kamu dan kita sama-sama pergi Sya..'
"A--aku di rumah Zidan.."
'Ok.. tunggu aku, Sya..'
...
Rintik hujan sedikit demi sedikit mulai membasahi bumi. Seakan turut merasakan luka yang Asya alami sekarang. Asya duduk bersimpuh di tengah dua gunduk tanah bernisan yang masih basah. Maratapi nasib yang kejam merenggut bahagianya dengan begitu tiba-tiba.
Tak berbeda, lelaki di sampingnya pun ikut merasakan duka tersebut. Sayang, yang hanya bisa dilakukannya sekarang hanyalah menopang tubuh dan menepuk punggung Asya yang bergetar.
"Asya, ayo kita pulang, nanti kamu sakit gimana?? Papah sama Mamah kamu pasti sedih kalau kamu begini.."
"Nggak Zidan, Papah sama Mamah udah janji sama aku akan pulang. Mereka juga udah janji mau ngajak aku liburan nanti. Tapi kenapa mereka ingkar Zidan?? Mereka gak sayang aku lagi.. Mereka ninggalin aku sendiri.. Hiks.. Hiks.."
Hati Zidan begitu terhenyuh ketika melihat Asya yang begitu rapuh ketika menangis. Namun, dengan segenap hati Zidan berusaha menghiburnya, memberinya kekuatan untuk bangkit kembali dan menyusun hidup.
...
Asya termenung dengan bingkai potret yang dia dekap, matanya sesekali mengeluarkan butir bening tanda betapa terpukul dirinya sekarag ini. Sudah tiga hari semenjak kepergian kedua orang tuanya, Asya mengurung diri di kamar. Membatasi diri dari dunia luar yang menurutnya begitu kejam.
Tok.. tok.. tok..
Pintu kamar Asya yang terketuk, tak terbuka dan menampakkan sosok lelaki berusia Empat puluhan dengan tampang tinggi tegap.
Asya menoleh, menangkap sosok asing yang tersenyum ramah kepadanya lalu mendekatinya. "Perkenalkan nama Om, Rendi. Kamu pasti bingung ya kenapa Om datang dan mempekenalkan diri??-
Asya masih terdiam dan menatap lelaki itu. Lelaki itu kemudian tersenyum lalu duduk di samping Asya. "Om ini temen dekat Papah kamu sejak kuliah. Waktu dengar papah kamu meninggal, Om sangat sedih.. Papah kamu orangnya baik banget dan cinta keluarga. Bahkan kalau Om liat, kamu itu mirip banget Papah kamu lho.. Kamu mewarisi penuh wajahnya.."
"Terima kasih, Om Rendi..," ucap Asya lirih.
Rendi tersenyum. "Boleh gak Om ajak kamu ke suatu tempat?? Tempat spesial yang Om rasa kamu akan suka.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
🍒 rizkia Nurul hikmah 🍒
oehh bgth toh om Rendy
2022-03-14
0
Heny Ekawati
om rendi kn bpkx zidan berarti di sini letak kesalah pahamanx
2021-08-30
0
Kadek Pinkponk
mungkin salah paham berawal dari sini
2021-03-09
0