Suasana hujan lebat di sepanjang perjalanan pulang membuat Zara termenung untuk beberapa saat. Rintik hujan mengiringi kepergiannya dari makam kedua orangtuanya.
Ada guratan sendu yang terlukis di wajahnya. Mengingat tidak ada kenangan masa kecil yang bisa ia ingat sampai detik ini.
Wajah kedua orang tuanya sekalipun tak pernah ia lihat secara langsung. Perkenalan pertama mereka hanya terjadi ketika ia melihat wajah mereka sudah berada di dalam bingkai foto yang terpajang apik di dalam kamar mereka.
Selain itu ia hanya mengingat kisah tentang mereka dari penuturan sang nenek.
Masa kecil Zara hanya dihabiskan bersama mendiang kakek dan neneknya saja. Menelisik jauh ke dalam masa lalunya, ternyata sudah banyak kenangan yang mulai menghilang.
.
.
...Apakah ini efek dari sakitnya?...
.
.
Ia mencoba mengingat kembali moment pertama kalinya ia melihat foto kedua orangtuanya, tetapi yang terlintas dalam benaknya hanya bayangan samar-samar saja.
Tiba-tiba rasa sakit menyergap pada sebelah kepalanya. Ia memegangi kepalanya yang terus berdenyut kencang. Rasa sakit yang terasa semakin menyiksa, itulah yang ia rasakan saat ini.
Ia teringat kalau besok pagi ia ada jadwal chek up ke dokter. Beruntungnya kali ini neneknya tidak bisa datang dan yang akan menemaninya nanti uncle Andrew.
"Setidaknya aku lebih bisa berbagi pada uncle daripada nenek," batinnya.
Ia tidak mungkin membebani pikiran neneknya kembali saat itu. Lamunannya buyar ketika benda pipih hitam itu bergetar dalam tasnya.
Ia pun merogoh tasnya itu dan melihat siapa yang menelponnya.
"Nenek," batinnya.
"Hallo nek, ada apa?"
"Sayang kamu dimana?"
"Dalam perjalanan pulang nek."
"Syukurlah kalau begitu, segera sampai di rumah ya, jangan lupa diminum obatnya."
"Iya nek."
Sesudahnya ia pun segera menaruh kembali benda pipih itu ke dalam tasnya. Pandangannya kini fokus keluar jendela.
Ia mengamati orang-orang diluaran sana yang berlalu lalang. Sebagian besar mengendarai sepeda motor dan memakai mantel. Meskipun hujan lebat, mereka tetap melaju di tengah guyuran hujan.
Mungkin mereka sudah terbiasa dengan situasi seperti itu. Ia membayangkan jika dirinya berada diantara mereka atau berada diposisi mereka apakah ia bisa?
Sejenak ia membayangkan jika dirinya sedang naik motor dibonceng seorang lelaki.
"Mas, cepetan dong, hujannya lebat banget... sakit nih mataku," gerutunya.
"Bentar ya dek, bentar lagi sampai kok."
"Oh no, bukan yang itu..." ucapnya sambil menggeleng.
Lalu ia membayangkan menjadi pengendara yang lainnya, seperti seorang gadis yang dibonceng pacarnya yang ia lihat barusan.
Betapa mesranya mereka berdua, tapi sampai sebesar ini ia belum pernah merasakan hal seperti itu.
Zara cekikian sendiri membayangkan jika dirinya tiba-tiba menjadi salah seorang dari mereka.
Terbesit sedikit rasa ingin mencoba hal-hal itu segera, tapi bagaimana mungkin? Sedangkan ia tidak pernah dekat dengan laki-laki dimanapun. Terlebih saat ini pengawalan dari neneknya begitu ketat.
"Huh ..."
Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar. Lalu ia memejamkan matanya sejenak, sampai tak terasa ia ahirnya tertidur di dalam mobil.
Sepasang mata yang mengawasinya tadi bergumam perlahan.
"Sepertinya Nona Zara sangat kecapekan," ucapnya sambil melirik dari kaca spion di dekatnya.
Pak Nyoman memang tidak terlalu dekat dengannya, tetapi ia tau betul apa yang terjadi sejak Zara belum ada sampai sebesar saat ini.
Ia hanya memberikan doa-doa terbaik untuk keluarga Lily agar semuanya bisa hidup dengan baik ke depannya lagi.
Ia memang sudah lama mengabdi dalam keluarga Lily. Sehingga ia juga merasa menjadi bagian dari keluarga itu.
...⚜⚜⚜...
...Kediaman Abraham...
"Siang Tuan," ucap salah satu pelayan yang sedang menyiapkan makan siang untuknya.
"Hmm ..."
"Siang kakak ..."
Suara nyaring Tasya bergema indah di ruang makan.
"Hai juga sayang."
"Kok kakak baru bangun? bukankah ini sudah terlalu siang?"
"Ha ha ha ... iya kakak capek sekali semalam jadi tidurnya harus lebih panjang dari biasanya."
Mayra menahan senyumnya, ia tau keponakannya itu sedang berbohong padanya. Tetapi ia lebih memilih diam disitu.
"Oh ya De, kotak kemarin yang kamu berikan padaku apa bisa kamu mempertemukan tante dengannya."
"Uhukkk ..."
"Pelan-pelan kakak ..."
Tasya pun memberikan segelas air minum pada kakaknya itu. De meneguk habis minuman yang ada di depannya. Pandangannya lalu tertuju pada tantenya itu.
"Memang tante masih ingat dengan orang itu?"
"Ingat sih belum, tetapi tidak ada salahnya tante menemuinya bukan? lagi pula dia teman sekolah tante dulu."
De mengangguk, membenarkan perkataan tantenya itu. Lalu dengan segera ia menghabiskan makan siangnya.
Setelahnya ia baru berangkat ke kampus. Memang kebetulan jadwal kuliah hari ini agak sore, jadi ia bisa bermalas-malasan tadi pagi.
Sepeninggal De, Mayra masih terdiam dalam pemikirannya. Kalau memang benar orang yang menitipkan kotak itu adalah dia, lalu apa yang akan ia lakukan?
Karena seingatnya hanya dia yang memberikan kotak yang sama untuknya saat itu. Sebuah kotak persegi hitam yang sama persis, tetapi ia tak pernah melihat isinya. Sedangkan kotak yang diberikan De semalam, isinya sebuah cincin dengan bertahtahkan berlian mata satu.
Kecil, mungil, tetapi elegan, dan anehnya sangat pas dengan jari manisnya.
"Jika benar itu kamu ... apakah kamu masih sama seperti yang aku kenal dulu?"
Lamunan Mayra buyar ketika Tasya memegang ujung bajunya.
eomma, gwaenchanh-euseyo?
(mom, apakah kamu baik-baik saja, terjemahan bahasa korea)
geulae jagiya nan gwaenchanh-a
(iya sayang aku baik-baik saja, terjemahan bahasa korea)
hajiman wae gongsang-eul hago iss-eoss-eulkka
(tapi kenapa tadi melamun, terjemahan bahasa korea)
jinjeonghae beibi, nan gwaenchanh-a
(tenanglah sayang, aku baik baik saja, terjemahan bahasa korea)
geuleom eomma mianhae
(kalau begitu, aku permisi mom, terjemahan bahasa korea)
geulae jagiya, god eommaga neol ttalagalgeoya
(iya sayang, sebentar lagi mom menyusulmu, terjemahan bahasa korea)
Lalu sesudahnya Tasya segera menuju kamarnya, sedangkan Mayra masih memandangi halaman rumah De.
Sekarang baru terasa jika De mungkin saja kesepian, sejak kepergian ibunya, rumah ini begitu sepi. Ia sampai heran kenapa De bisa tahan hidup di rumah yang sepi seperti ini.
Sepertinya keputusan kakaknya untuk segera menikahkan De adalah sebuah keputusan yang tepat, karena sebentar lagi usia De sudah cukup matang untuk memimpin perusahaan kakaknya itu.
Ia berharap jodoh yang dipilihkan untuk De kali ini bisa membawa kehangatan dan perbaikan hubungan antara ayah dan anak tersebut.
Setidaknya De tidak akan terlalu dingin pada ayahnya nanti.
.
.
.
Lalu apakah tante Mayra akan bertemu dengan pemilik kotak hitam itu?
.
.
Lalu bagaimana kelanjutan kisah cintanya dengan Laura? Apakah De akan menerima pertunangannya nanti? Kita simak di eps selanjutnya ya🤗.
.
.
Jangan lupa like, ❤ nya agar saat author update kalian akan mendapatkan notifnya, terimakasih sudah mampir 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
JW🦅MA
lanjut
2021-11-01
0
CebReT SeMeDi
mantap²
2021-10-25
0
Nyai💔
semngtttt
2021-10-19
0