Aqila Zalfa Sabira. Terlahir di keluarga kaya raya dan bergelimang harta. Tetapi di dalam hatinya ia tidak pernah merasakan kebahagiaan dalam arti sesungguhnya.
Sejak kecil ia sudah tidak mempunyai orangtua, dan ia hanya hidup dalam asuhan sang nenek. Ketika melihat anak-anak lain pergi liburan bersama kedua orangtua mereka, ingin rasanya ia menangis.
Tetapi nenek selalu berkata, apapun yang terjadi dalam hidupnya ia tidak boleh menyalahkan takdirnya. Zara tidak mau mengecewakan neneknya, maka ia pun menyembunyikan rasa itu dan menyimpannya sendirian.
.
.
...⚜⚜⚜...
...Kehendak Allah kepada kita merupakan kejadian yang telah berlangsung, tidak dapat dihindarkan, dan tidak diketahui sebelumnya....
...Semua kebaikan dan keburukan dari apa yang menimpa kita, semua dari sisi Allah....
...Tak ada seorangpun yang dapat menghindari dari rahmatNya dan kecelakaan yang ditimpakanNya kepada seseorang....
...⚜⚜⚜...
.
.
.
"Mas, tolong percaya padaku, dia bukan pacarku ... dia hanya sebatas teman kantor, maafkan aku mas ... hiks hiks hiks ..." rintih seorang wanita.
Ia masih menangis tersedu-sedu karena kepalanya masih terasa panas akibat terkena pukulan dari suaminya.
Ia pun masih berlutut sambil memegang salah satu kaki suaminya. Laki-laki itu berbalik dan kembali melemparkan tamparannya di pipi sang istri.
Plak ... plak ... plak ....
Tidak ada belas kasihan sedikitpun pada wanita yang telah melahirkan putranya itu. Baginya wanita di depannya ini sudah bukan lagi istrinya.
"Ampun mas ...." rintihnya sambil memegang pipinya yang memar dan panas akibat tamparan barusan.
Kedua tangannya pun menutupi wajahnya agar terlindung dari amukan suaminya. Terlihat jelas kemarahan yang masih meletup-letup di kedua mata suaminya itu.
"Dasar wanita jal**g ... dasar wanita pela**r ... enyah dari hadapanku!!" gertaknya sambil mengepalkan tangannya dan bersiap memukul wajah sang istri sekali lagi.
Dari arah kejauhan terlihat seorang anak laki-laki kecil yang bersembunyi di balik pintu. Karena tak sanggup melihat kesakitan ibunya, ia pun berlari ke arah sang ibu.
"Ibu ... hu hu hu ... aku akan menolongmu ..." teriak anak itu sambil berlari menuju arah ibunya berlutut.
Bersamaan dengan itu pukulan ketiga dari ayahnya siap ia lemparkan. Beruntung ia tidak jadi memukul istrinya dengan seluruh kekuatan dan kemarahan yang ia punya. Kalau tidak mungkin nyawa anaknya yang melayang.
"Pergi dari sisiku sekarang juga atau aku akan membunuhmu!" gertak suaminya lagi.
"Cukup ayaah!" teriak anak laki-laki itu.
Hosh
Hosh
Hosh
Terdengar alunan suara tidak menentu dan terengah-engah dari kamar De. Rupanya ia kembali bermimpi tentang mendiang ibunya.
Kenangan kelam di masa lalu masih menghampirinya setiap waktu. Bahkan sampai ia dewasa seperti ini.
Ia pun meraih segelas air putih di atas nakas tepat di samping tempat tidurnya, lalu meneguknya hingga tandas. Lalu berusaha untuk mengatur nafasnya agar kembali normal.
Diliriknya jam dinding yang menempel di kamarnya. Jarumnya masih menunjukkan ke arah angka dua dan tiga. Artinya ini masih dini hari.
Tak butuh waktu lama, ia pun pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu lalu sesudahnya beribadah malam. Karena hanya dengan cara itulah ia bisa merasa tenang.
...***...
Di belahan rumah lain, seorang gadis muda masih bersujud di atas sajadahnya. Zara masih menangis dalam sujudnya. Ia berusaha untuk bisa mengikhlaskan segalanya, tetapi ia tetap tidak bisa.
Ingin rasanya ia berteriak tetapi untuk apa, karena apa yang harusnya terjadi kini sudah menimpanya. Setiap hari semakin bertambah pula beban di pundaknya.
...⚜⚜⚜...
...Tuhan...
...Kenapa ini terjadi padaku sekali lagi...
...Apakah dengan ini aku bisa menemukan kebahagiaan...
...Apakah dengan cara ini pula aku bisa segera bertemu dengan ayah dan ibuku...
...Kenapa...
...Kenapa harus aku...
...Apakah aku sangat istimewa...
...Tuhan...
...Terkadang aku lelah dibatas pengharapanku...
...Terkadang aku tidak sanggup menjalani semua ini...
...Hanya dengan melihat raut kesedihan diwajah nenek...
...Aku merasa sebagai orang yang tak berguna...
...Tuhan...
...Jika memang umurku pendek...
...Ijinkan aku sekali saja untuk bisa membahagiakannya...
...Sekali saja Tuhan...
...Ijinkan aku untuk bisa bernafas sedikit lebih lama...
...Jika saatnya tiba nanti...
...Aku berharap bisa melihat kebahagiannya...
...Sebelum aku menutup mata...
...⚜⚜⚜...
.
.
Seketika luruhlah sudah air mata gadis itu. Bersamaan dengan hal itu, sebelah kepalanya berdenyut kencang, membuat dirinya merasa kesakitan yang teramat sangat.
Ia memegangi sebelah kepalanya dengan satu tangannya sambil ia komat-kamit membaca doa. Ia hanya bisa melakukan itu agar rasa sakitnya sedikit berkurang.
Ia yakin dengan kekuatan doa, setidaknya bisa mengurangi rasa sakitnya. Karena ia masih mempunyai Allah tempat ia mengadu segala beban pikiran dan semua takdirnya.
Setelah dirasa sedikit berkurang, ia pun bangkit dan merapikan alat ibadahnya lalu menyimpannya di dalam almari.
Baru sesudahnya ia pun melanjutkan tidurnya, berharap keesokan harinya kondisinya segera membaik.
Zara tampak seperti gadis yang kuat. Ia bahkan menyembunyikan kesakitannya dibalik senyumnya. Di mata teman-temannya sosok Zara adalah gadis remaja yang supel, ceria dan mudah bergaul.
Banyak sekali teman yang ia miliki di kampus. Baik itu perempuan ataupun laki-laki. Tak sedikit pula yang ingin mendekati dan mengambil hatinya, tetapi ia sama sekali tidak dapat disentuh oleh lelaki hidung belang di kampusnya.
...***...
...Keesokan harinya....
Di salah satu universitas yang ternama di ibukota. Seorang laki-laki tampan turun dari mobil mewahnya dan berjalan angkuh diantara gerombolan anak-anak perempuan yang lalu lalang di area kampus.
Banyak sekali muda mudi yang memandangnya takjub. Tentu saja karena ketampanan yang dimilikinya nyaris sempurna.
Dari arah kejauhan terlihat seorang gadis cantik dengan rambut bergelombang di ujungnya dan mata birunya yang menawan sedang berjalan bersama teman-temannya dari arah berlawanan.
Karena terburu-buru ia pun tak sengaja menabrak gadis itu.
Brakk ...!
Buku-buku yang ia bawa jatuh berantakan dijalan.
Bukannya minta maaf tetapi laki-laki itu malah terlihat angkuh dan tetap melaju meninggalkan gadis yang ditabraknya tadi.
Teman-teman sang gadis bersorak agar lelaki angkuh tadi kembali dan minta maaf tetapi hasilnya nihil. Ia tak kembali dan tetap melangkah menjauhinya.
"Dasar laki-laki sombong, bisa-bisanya jalan pake dengkul!" omel salah satu teman gadis itu.
"Sudahlah mungkin ia buru-buru." Ucap gadis itu sambil menenangkan temannya dan memunguti buku-buku nya yang masih berserakan.
"Gak bisa kek gitu, orang kaya tadi harus diberi pelajaran," ucapnya sambil menaikkan ujung lengannya dan siap berlari mengejar laki-laki sombong tadi.
"Sudahlah Rin, biarkan saja, anggap saja aku sedang sial hari ini, beres kan."
Gadis itu berdiri dan merapikan roknya lalu berjalan menuju taman di tengah kampus itu. Taman adalah tempat paling favorit sang gadis ketika ia ingin mencari inspirasi.
Ia pun berjalan meninggalkan temannya yang masih asyik mengomel itu. Sampai ia tersadar lalu menyusul sang gadis.
"Hei dasar ya kalian seenak jidatnya ninggalin gue yang masih asyik ngomel, kebiasaan ..." teriak gadis itu sambil berkacak pinggang.
Lalu dengan segera ia mengejar gadis itu dan teman-teman nya. Yang lainnya masih menahan tawa karena kelakuan salah satu temannya yang absurd itu.
Meskipun begitu Rini adalah gadis yang baik. Ia pun salah satu teman Zara yang paling mengerti dirinya. Karena sejak kecil ia satu sekolah dengan Zara.
Ia bisa kuliah di tempat yang elite juga karena bantuan Zara dan sang nenek. Rini memang berasal dari keluarga menengah ke bawah, tetapi latar belakang keluarganya juga sangat baik. Meskipun dalam segi apapun mereka kekurangan tetapi mereka tidak pernah berbuat jahat.
Mereka hidup sederhana dan selalu bersyukur. Zara banyak sekali belajar dari keluarga Rini. Oleh karena itu mereka sudah seperti saudara satu sama lain.
Sikap bar-bar Rini memang sudah terbentuk sejak kecil itupun karena memang ia ingin melindungi Zara dari teman-teman sekolahnya yang nakal.
Begitu pula dengan hal tadi, ia tidak terima sahabatnya di tabrak oleh laki-laki, yang sayangnya tampan tapi arogan.
"Eh busyet ... tampan cuy ... tapi sayang songong," batin Rini sambil tersenyum.
Salah satu teman yang lainnya geli melihat Rini senyam-senyum dari tadi.
"Loe habis kesambet ya Rin ?" tanya salah satu temannya.
Membuat anak yang lain menoleh dan memandang Rini yang masih senyam-senyum. Tapi yang digubris masih acuh.
"Dasar ya nih anak kebangetan deh dudulnya," omel yang lainnya sambil geleng-geleng.
"Hush, gak baik ngomong kek gitu!" seru Zara.
"He he he ... maaf Zara, abis gue suka gemes sama dia."
Rini tersadar, " Ngapain kalian liatin gue, ada yang salahkah?"
Mereka kompak menggeleng, "Kagak kok ..."
Seru mereka bersamaan, tetapi Rini tidak percaya begitu saja. Ia menggulung bukunya dan memukul satu persatu kepala teman-temannya kecuali Zara.
"Dasar loe ya, sakit tau ..." umpat teman-teman yang terkena pukulan Rini.
"Biarin biar sadar dan kagak ghibahin gue lagi," ucapnya sombong.
Sedangkan Zara hanya geleng-geleng melihat kelakuan teman-temannya.
...***...
Tok
Tok
Tok
"Permisi ..." ucap anak laki-laki di depan ruangan salah satu dewan komisaris kampus.
"Masuk ..." ucap laki-laki dari dalam ruangan.
Anak laki-laki itupun masuk ke dalam ruangan dan menemui seseorang disana.
"Sudah kau bawa berkas-berkasnya?" tanyanya.
"Sudah paman."
"Duduklah De, jangan formal seperti ini," ucapnya.
"Iya paman."
Lalu pemuda itu pun duduk dan saling berhadapan dengan orang yang ingin ditemuinya.
"Bagaimana kabarmu? kapan kamu sampai?" tanya laki-laki itu.
"Alhamdulillah baik paman, dua hari yang lalu aku baru sampai disini."
"Ha ha ha, pasti itu ulah ayahmu yang memaksamu kembali bukan?"
"Iya paman," jawab De.
"Ia juga yang memaksamu untuk melajutkan kuliahmu disini!"
De mengangguk.
"Sudah ku duga, ayahmu pasti akan memaksamu kembali. Padahal disana pasti kamu sudah hampir mendapat gelar magistermu."
De kembali memasang wajah coolnya. Ia tak biasa menampakkan gurat kekecewaan meskipun ia sedih. Sudah cukup baginya untuk meratapi nasib. Yang terpenting sekarang adalah menggapai impian dan kebahagiaannya.
"Kamu jangan hawatir, meskipun kamu melanjutkan kuliah disini, kamu akan tetap mendapatkan gelar magister seperti keinginanmu!"
"Baik paman, terimakasih."
"Sudahlah, kamu sudah tau ruang kelasmu bukan?"
"Iya paman."
"Kalau begitu selamat belajar dan semoga kamu betah di universitas ini."
"Terimakasih."
Lalu mereka berjabat tangan.
"Oh ya satu jam lagi jadwal kuliah pertamamu, jangan sampai terlambat!"
"Dosen Lia akan memimpin mata pelajaranmu."
"Terimakasih paman."
Lalu De meninggalkan ruangan itu dan mencoba mencari dimana letak ruang kelasnya.
Dari arah kejauhan terlihat dosen wanita yang berpakaian seksi dan minim bahan. Dipakainya rok diatas lutut dan sepatu ber hak tinggi sambil melenggak-lenggok berjalan di lorong kampus.
Riuh suara siulan dari anak laki-laki yang berada disisi lorong. Tapi anehnya ia sama sekali tidak marah dan melanjutkan jalannya menuju salah satu ruang kelas.
Meskipun ia sudah tidak muda lagi, tetapi ia amat merawat tubuhnya sehingga sampai saat ini bentuk tubuhnya masih bagus dan sexy.
Hanya pria bodoh yang tidak meliriknya. Tetapi sayanganya pria bodoh itu memang ada di kampus Zara. Bahkan sampai saat ini mereka masih betah sama-sama menjomblo satu sama lain.
...***...
Karena jam mata kuliah Zara hampir dimulai, mereka berempat segera bergegas untuk masuk ke ruangan kuliah. Apalagi dosen mereka sangat kritis dan cerewet. Meskipun begitu Zara sama sekali tidak takut kepadanya.
Beberapa menit kemudian mereka sudah sampai di ruang kelasnya. Kebetulan di ruang sebelah riuh suara anak-anak yang memuja ketampanan mahasiswa baru.
"Bentar ya, jiwa kepoku meronta-ronta nih pengen liat ada apa dikelas sebelah," Ucap Rini dengan gayanya.
"Dasar ya anak abegeh, kepo mulu," sahut yang lainnya.
Meski begitu, Zara tetap melanjutkan untuk masuk ke kelasnya bersama teman-teman yang lainnya. Sedangkan Rini sudah berbeda jalan dengan Zara.
Ia memilih untuk menuntaskan rasa keponya dengan melihat kelas sebelah.
"Heboh banget, emang ada apaan sih?" tanyanya dalam batinnya.
Ia terus melangkah dan sedikit mengintip dari celah jendela ruang kelas itu.
"Wow, pemuda itu rupanya mahasiswa baru, pantesan songong amat, awas aja elu ya.. ntar bakal aku balas perlakuan jahat kamu sama Zara tadi." Ucapnya dalam batinnya.
Lalu Rini kembali ke kelasnya dan bergabung dengan siswa lainnya. Benar saja sesaat kemudian dosen paling kiler di kampus mengajar di kelas Zara.
Sedangkan dosen Lia mengajar di kelas De. De memang satu tingkat diatas Zara. Tetapi ruangan kelas mereka memang bersebelahan.
Bukan karena area kampus yang kecil, tetapi katanya untuk memudahkan para dosen mengawasi murid-muridnya yang satu jurusan.
Di kampus itu memang banyak jurusan mata kuliah, tetapi jurusan paling favorit memang jurusan yang diambil De dan Zara.
Jurusan desain komunikasi visual, memang terfavorit di kampus. Belum lagi ditambah dengan dosen-dosen professional dari dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu ayah De sengaja memilih tempat itu untuk menyekolahkan sang putra. Selain tempatnya dekat dengan perusahaan ayahnya, ia juga mudah untuk mengawasi putranya.
Setelah kuliah De juga harus pergi ke perusahaan ayahnya untuk mempelajari kelas bisnis. Hal itu ia lakukan karena ayahnya sudah merasa tidak sanggup untuk mengelolanya.
Ia sadar diri, dirinya sudah tidak muda lagi, dan harapan satu-satunya ada di pundak putra De. Roy juga tidak mungkin bekerja untuk selamanya. Apalagi setiap malam, bayangan istrinya selalu menghantuinya.
...~Bersambung~...
>>>>
Jangan lupa tinggalkan jejak cinta kalian ya.. dengan cara like, komen, favorit dan VOTE jika kalian suka, terimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
💋ShasaVinta💋
like + fav untuk karya kk,
ku nantikan fback di menikah karen amanat yah kk
2022-01-10
0
Siapa Aku?
semangat zahra💪
2021-12-23
0
JW🦅MA
lanjut ya
2021-11-08
0