Sorot mata gadis blasteran Perancis-Indonesia itu kini tak sesayu saat pertama kali ia siuman. Ada sedikit kekuatan dan semangat yang muncul dari kedua mata indahnya saat ini.
Ternyata motivasi yang diberikan uncle Andrew tadi telah membuat Zara sedikit bersemangat kembali.
.
.
Ceklek
.
.
Suara pintu ruang rawatnya terbuka. Di ujung pintu terlihat sang nenek sudah datang. Sedangkan Zara sudah dipindahkan ke ruangan VVIP sejak beberapa jam tadi.
Tentu saja semua itu dilakukan Andrew, karena saat Zara siuman neneknya sedang menghadiri rapat rutin para pemegang saham di perusahaannya. Oleh karenanya ia pun mengambil keputusan itu.
Baru saat ini beliau bisa datang untuk menjenguk cucu kesayangannya itu.
Zara menoleh, "Nenek ...." ucap Zara senang.
Ternyata Nenek Zara datang kali ini tidak sendirian melainkan bersama sahabatnya Rini.
"Hai Zara ..." ucap Rini sambil melambaikan tangannya.
"Loh ada Rini pula ..." ucap Zara sambil tersenyum.
"Iya ini aku ..." ucapnya senang dan ingin berhambur memeluk sahabatnya itu segera.
Tentu saja karena rasa kangennya yang membuncah saat itu membuatnya ingin segera berhambur memeluk Zara. Belum sempat kakinya melangkah, tangan nenek berhasil menghentikan langkah kakinya.
Rini menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Jangan dekat-dekat dengan cucuku... dia masih belum terlalu sehat," ucap nenek.
Interupsi dari nenek membuat Rini mengurungkan niatnya. Ia pun berdiri di belakang nenek Zara, sedangkan beliau duduk tepat di sebelah brankar cucunya.
"Tidak apa-apa nek, biarkan Rini duduk di sebelahku juga," ucap Zara sambil tersenyum dan menepuk sebelah kanan brankarnya.
"Gak usah Zara, aku berdiri saja."
Memang tingkah laku Rini selalu sukses membuat senyum Zara mengembang. Baginya meskipun sikap Rini selalu absurd tetapi ia apa adanya. Oleh karenanya ia sangat menyukai sahabatnya yang amat langka itu.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya nenek kemudian.
"Alhamdulillah sudah mendingan nek, bahkan besok pagi sudah boleh pulang kata dokter."
"Alhamdulillah kalau begitu," ucap nenek sambil memegang kedua tangan cucunya itu.
...***...
Beberapa saat lalu, setelah sampai di mansion Zara, Rini melihat suasana mansion masih sepi. Ia pun bertanya pada satpam penjaga yang kebetulan berada di pos.
"Permisi, selamat siang pak?" ucapnya sopan.
"Iya Non, ada yang bisa bapak bantu?"
"Apa Nona Zara sudah pulang dari luar kota?"
"Maaf Non siapa ya?" tanya pak satpam.
"Aku Rini teman kampus Zara, apa Zara ada?"
"Nona Zara belum pulang dari rumah sakit Non."
"Hah, sejak kapan?"
"Dua hari saat Nona Zara mau berangkat kuliah, dia pingsan di jalan, lalu dilarikan ke rumah sakit."
"Hah, sahabat macam apa gue, masak sahabat sendiri sakit kagak tau!" omelnya dalam hati.
"Ya sudah pak, terimakasih."
"Sama-sama Non."
Saat Rini membalikkan badan, sebuah mobil mercedez ben berhenti tepat di samping Rini. Dari dalam mobil terlihat Nenek Zara, ia pun menurunkan jendela kaca mobilnya.
"Hai nenek," sapanya ramah.
"Hmm, ada apa kamu kesini?"
"Eh, itu nek ... mau ketemu Zara," ucapnya sambil meringis.
"Kalau begitu ikut aku."
"Baik nek."
Tanpa banyak bertanya, Rini berjalan ke sisi pintu mobil yang lainnya, setelahnya ia pun masuk ke dalam mobil. Setelah duduk tepat di sebelah kiri nenek, mobil itu segera melaju pergi meninggalkan mansion.
Entah kenapa nenek tidak jadi masuk mansion, sehingga membuat begitu banyak pertanyaan hinggap di benak Rini saat itu.
Ingin bertanya lebih, tetapi suasana mobil begitu hening, sehingga ia pun menjadi takut akan aura seram dari nenek. Ia pun memilih diam dan tak banyak bertanya lagi.
Kemanapun nenek mengajaknya ia akan ikut.
...***...
...Kediaman Abraham....
Ting tong
.
.
Bunyi bel pintu rumahnya berbunyi. Lalu dari arah dapur, terlihat salah seorang pelayan berlari menuju pintu utama untuk membukakan pintu.
Dari lantai dua terlihat De yang menunggu siapa yang datang sore itu. Tak biasanya ada tamu yang berkunjung ke rumahnya. Seingatnya ia belum mempunyai teman sekembalinya dari luar negeri.
Sorot matanya yang tajam terus mengarah ke arah pintu utama.
Ceklek
.
.
"Sore, maaf apa Tuan De ada dirumah?" tanya pemuda itu sopan.
"Oh Tuan De, ia ada di kamarnya."
"Silahkan masuk Tuan, biar saya panggilkan ke atas dulu."
"Terimakasih."
De seperti mengenal sosok suara itu. Ketika pemuda itu dipersilahkan masuk ia pun dapat melihat dengan jelas raut wajahnya.
"Brian ..." gumamnya.
"Silahkan duduk Tuan, biar saya panggilkan Tuan De sebentar."
Salah satu pelayan De pun berniat naik ke lantai dua. Tetapi belum sampai ia naik, ia sudah melihat tuannya turun ke lantai satu.
De mengangkat salah satu tangannya memberi isyarat agar pelayan itu pergi dan menyiapkan minuman untuk tamunya.
Pelayan itu mengangguk dan kembali menuju dapur.
Derap langkah De terdengar di ruang tamu, membuat Brian mencari sumber suara itu.
Saat sosoknya menangkap lelaki gagah yang berdiri di depannya, senyumnya mengembang.
"Louis Abraham ..." serunya
"Brian Antonio ..." ucap De.
Ucap mereka hampir bersamaan dan keduanya pun berpelukan satu sama lain.
"Kapan kau datang? kenapa tak menghubungiku bodoh!"
"Hei, siapa yang bodoh aku sudah jauh lebih baik ketimbang kau sekarang!" ucap De tidak terima.
"Oke ... oke ... tapi kamu belum mendapat gelar magister sedangkan aku sudah ... ha ha ha..." ucapnya bangga.
"**** ... tak usah kau ungkit hal itu lagi."
"Tinggal beberapa langkah lagi gelar itu bisa kau dapat tapi kau malah datang kesini."
"Diam atau aku mengusirmu sekarang!"
"Sorry bro, calm down oke."
"Hmm, ayo ikut aku ke taman belakang," ajak De pada Brian.
"Ok."
Kedua pemuda tampan itu segera berjalan menuju taman belakang. Menurutnya sore-sore begini paling enak berbincang di tempat itu.
Taman belakang adalah salah satu tempat favorit De selama tinggal di rumahnya. Di tempat itu banyak tersimpan kenangan masa kecilnya bersama mendiang ibunya.
Mereka pun duduk di sebuah ayunan kayu yang masih terjaga sampai saat ini.
Meskipun ayahnya sangat membenci ibunya tetapi ia tidak mengubah apapun peninggalan mendiang istrinya itu. Ia pun merawat taman itu seperti ia mencintai istrinya dulu.
Tetapi saat ia teringat penghianatan sang istri maka ia akan pergi dari rumah itu. Sejak ia mendapat kabar kalau putranya bersedia kembali, ia pun kembali ke rumah itu.
Beberapa tahun terahir ia memang lebih banyak tinggal di perusahaannya. Di lantai paling atas perusahaannya, sudah diubah sedemikian rupa menjadi hunian yang nyaman untuk sang pemilik perusahaan.
Tetapi sekarang tempat itu tidak lagi ia gunakan karena ia telah kembali ke rumah untuk tinggal bersama putra satu-satunya itu.
...***...
Sudah cukup lama kedua pemuda tampan itu berbincang-bincang. Sampai waktu pun semakin malam.
Ia pun mengajak sahabatnya itu untuk makan malam di rumah itu. Kebetulan ayahnya sedang ada urusan ke luar negeri sehingga ia hanya tinggal sendiri.
.
.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
JW🦅MA
lanjut ya
2021-11-08
0
JW🦅MA
cerita asyik
2021-11-08
0
JW🦅MA
like semuanya
2021-11-08
0