"Awh... sakit .... " aku meringis menahan sakit sambil memegang sebelah kepalaku yang terus berdenyut kencang.
"Dia datang, sakit sekali rasanya ya Allah ..."
Semakin hari, penyakit itu terus menunjukkan taringnya pada Zara. Ia menyerangnya setiap saat, tak kenal lelah dan waktu.
Sakit kepala yang tiba-tiba datang, pandangan mata yang mulai kabur, sudah biasa ia rasakan.
Menurut dokter yang menangani Zara, sel-sel kanker itu sudah menyebar hampir memenuhi sebagian dari rongga kepala Zara. Ia terus bergerak dan terlalu rakus ingin mendominasi isi kepala Zara, membuat si empunya merasa kesakitan di setiap waktu.
Terlambat, memang sedikit terlambat tapi setidaknya asalkan Zara rajin minum obat dan menjaga makanannya itu bisa memperpanjang umur nya. Apalagi ia mau kemoterapi, dan rutin berobat ke dokter. Pasti ada jalan untuk kesembuhannya.
...***...
Ketika kesakitan itu datang, aku hanya menangis di sudut kamarku. Disaat aku rapuh dan sendiri aku seperti tak mempunyai siapapun.
Aku selalu menyalahkan diriku sendiri ahir-ahir ini. Kenapa harus aku yang terkena penyakit ini? Kenapa tidak dari dulu saja aku mati, kenapa harus datang sekarang?
Begitu banyak pertanyaan yang menghinggapiku sehingga membuatku semakin drop dari hari ke hari.
Ketika aku mulai menyisir rambutku, helai demi helai rambutku mulai rontok. Awalnya aku merasa biasa saja. Normal saja ketika ada satu dua helai yang rontok.
Tetapi ketika helai demi helai rambut yang rontok semakin hari semakin banyak. Kekhawatiranku ahirnya menggerogoti keyakinan dan juga mengikis harapan yang pernah ada di hatiku.
Akankah aku bisa bertahan? Apakah aku bisa sembuh? Ibu, ayah sedang apa kalian disana? Bagaimana aku bisa melewati semua ini tanpa kalian di sisiku?
Aku bercermin dan ku lihat wajahku mulai layu. Aku sampai takut jika waktu itu tiba aku sudah tidak berani memandang wajahku lagi di tempat ini.
Jika sedari awal aku bisa tau, mungkin aku bisa bertahan lebih lama lagi. Tapi semua sudah terlambat.
.
.
...⚜⚜⚜...
...Di kediaman Abraham....
"Hallo sayang, apakabar?" sapa wanita cantik diseberang sana.
"Hallo juga sayang, kabarku baik sekali, tapi ..."
"Tapi kamu merindukanku bukan? Hi hi hi ..." ucapnya sambil menahan tawa.
"Tentu saja aku merindukanmu sayang," batin De.
"Tapi kapan kamu datang? bukankah kamu berjanji secepatnya untuk menyusulku kesini?"
Deg
"Lebih baik aku berbohong daripada kamu terus mengangguku," batinnya wanita itu.
"Aha, aku punya ide..." teriaknya dalam hati.
"Ma-maaf sayang, nenek tiba-tiba sakit, aku tidak bisa secepatnya menyusulmu saat ini."
"Hah, nenek sakit apa?"
"Penyakit nenek tiba-tiba kambuh sayang, maafkan aku ya, jika nanti kondisinya sudah agak baikan, aku akan segera menyusulmu."
"Oke sayang, don't worry, kamu rawat nenek saja oke, aku akan tetap bertahan disini untukmu."
"Thanks darling, i love you."
"Love you too," ucap gadis itu.
Setelah menelpon kekasihnya ia kembali melanjutkan aksi panasnya dengan kekasihnya yang lain. Lagi pula aktivitas ranjang mereka belum sepenuhnya selesai.
"Sudah selesai urusannya?" tanya lelaki di sebelahnya.
"Sudah dong sayang, lanjut lagi yuk" ajaknya disertai kerlingan nakal.
"Oke baby, come on," ucap lelaki disampingnya.
Lengu**n demi lengu**n terus menggema diruangan tadi. Suara-suara seksi dari mulut wanita membuat lawan mainnya semakin bersemangat untuk terus mempompanya pisang miliknya untuk lebih masuk ke dalam tubuh wanita itu.
Gerakan-gerakan indah tercipta, membuat pemainnya semakin dimabuk gelora asmara.
Mulut mereka saling bertautan satu sama lain, mencecap rasa yang ada didalamnya satu sama lain. Membuat mereka sangat menikmati permainan panas mereka.
Sampai ahirnya mereka mencapai puncak kenikmatan yang hakiki. Mereka terkulai lemas diatas ranjang king size itu setelah hasrat mereka tercapai
Setelah mereka berolahraga panas tadi, tentunya dua muda-mudi tadi perlu memulihkan tenaga mereka. Apalagi peluh sudah membasahi kedua tubuh mereka yang sudah sama-sama polos.
Beruntung kekasihnya tidak marah saat teleponnya terus berdering di saat-saat menakjubkan tadi. Sampai ahirnya ia lah yang harus menelpon kembali kekasihnya yang lain.
...***...
Sudah dua minggu De tinggal di Indonesia. Perlahan ia kembali menyesuaikan lidahnya dengan masakan Indonesia.
Seperti biasanya ia akan turun untuk sarapan pagi. Membiasakan diri dengan adat dan budaya yang baru sudah mulai dilakukan oleh De. Apalagi kali ini sudah pasti ia akan tinggal lebih lama lagi disini.
Ia sudah tidak mungkin tinggal di luar negeri karena pendidikannya sudah berakhir disana. Kini ia kembali dengan tugas yang baru. Menyelesaikan studynya serta untuk belajar bisnis karena sebentar lagi ia akan menggantikan posisi ayahnya.
"Morning boy," sapa ayahnya.
"Morning too Dad," jawabnya singkat.
"Kamu masih marah sama ayah?"
"No," jawabnya sambil mengunyah sarapan paginya.
"Lalu kenapa kamu selalu dingin pada ayah!"
"Tidak baik makan sambil berbincang," seru De dengan ketus.
De memang sudah tidak bisa bersikap lebih ramah pada ayahnya, apalagi kedekatan mereka semakin merenggang saat ia dikirim ke luar negeri dengan alasan study.
Roy mengepalkan tangannya dibawah meja, menahan amarah yang sebentar lagi ingin meletup-letup. Tetapi bagaimanapun ia berusaha hasilnya tetap sama.
Entah kenapa sulit sekali memahami hati putra satu-satunya ini. Ingin sekali ia dekat dengan putranya seperti dulu, tapi semuanya sudah terlambat.
Kini berkat didikannya pula De menjadi sosok laki-laki dingin. Lelaki yang tak banyak bicara, tegas dan kaku perilakunya.
"Aku sudah selesai sarapan, aku pergi dulu."
"Hmm ..."
De melangkah keluar dari area kediaman Abraham. Ia pun segera menginjak rem lalu gas mobilnya agar segera melaju keluar garasi. De meninggalkan rumahnya dengan menggunakan mobil sport kesayangannya.
Ia membelah jalanan ibu kota pagi itu dengan suasana hati yang tidak begitu baik. Apalagi saat ini ia merindukan sosok kekasihnya, Laura.
Sayangnya janji hanya sebatas janji. Kenyataannya sampai saat ini, kekasih hatinya tak kunjung datang. Terlebih dengan bodohnya ia sangat mempercayai semua alasan yang diberikan Laura kepadanya.
...***...
Tint
Tint
Tint
De membunyikan klakson mobilnya berkali-kali. Ia begitu kesal dengan kendaraan yang berada depannya. Karena mobil yang berada di depannya tidak juga bergerak padahal lampu lalu lintas sudah berwarna hijau.
Ia begitu kesal pagi itu, membuat dirinya mengumpat hanya karena hal sekecil ini.
"Damn...!"
"Ngapain aja sih tuh orang, udah tau hijau masih gak jalan juga," umpatnya kesal.
Sedangkan di dalam mobil itu, lebih tepatnya mobil yang berada di depan De. Ada seorang wanita yang sedang menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerangnya.
Pagi itu memang Zara menyetir mobilnya sendiri seperti biasanya. Ia sama sekali tak menyangka jika penyakitnya akan kambuh saat ini.
Akibat bunyi klakson yang mengganggunya, ahirnya mau tak mau ia harus menginjak gas kembali agar mobilnya kembali melaju.
Tetapi rasa sakitnya semakin menjadi, membuat sebelah matanya sedikit kabur saat memandang jalanan ibu kota pagi itu. Belum lagi keringat dingin yang keluar dari pelipisnya. Menandakan bahwa hal itu sangat menyakitkan.
Membuatnya harus segera menepikan mobilnya di salah satu tepi jalan.
"Sakit banget ..." rintihnya dari dalam mobil.
Setelah memarkirkan mobilnya agak ke tepi jalan. Tanpa ia sadari, ia pun pingsan saat itu juga.
Memang jika sakit Zara kambuh hal seperti ini bisa saja terjadi. Terlebih Zara sama sekali belum menyentuh obat yang diberikan dokter kapan hari. Akibatnya penyakitnya kini semakin mengganas.
De yang melihat mobil yang membuatnya kesal saat di lampu merah sedikit kaget, karena mobil itu tiba-tiba berhenti kembali setelah beberapa meter kemudian.
Karena sedikit penasaran, ia pun ikut menepikan mobilnya tepat di depan mobil berwarna putih susu itu.
"Kesempatan bagus, aku bisa memakinya," pikir De.
Ia pun keluar dari pintu mobilnya dan berjalan angkuh menuju mobil yang sudah merusak suasana hatinya pagi-pagi. Ingin sekali ia mengumpat kasar pada pengemudinya karena telah berani memancing amarahnya pagi ini.
De mulai membungkuk, mendekatkan wajahnya pada kaca mobil untuk mencoba melihat apa yang terjadi di dalam mobil itu. Ia menajamkan pandangannya ke dalam mobil, fokusnya pada seorang gadis yang duduk di kursi kemudi.
Ia melihat seorang gadis yang tidur di dalamnya.
"****...!"
"Bisa-bisanya tidur dijalanan, ini masih pagi bodoh, dasar gadis aneh."
Setelah mengumpat ia tidak memperdulikannya kembali, ia justru memilih kembali menuju mobilnya dan melajutkan kembali perjalanannya ke kampus.
"Masa bodoh denganmu!"
...***...
Tut
Tut
Tut
"Kenapa Zara tidak mengangkat teleponku?" ucap Rini kesal.
"Katanya dia mau ngajak bareng eh malah telat! Nih anak kagak biasa kayak gini deh."
Karena rasa penasarannya yang sudah akut, Rini mencoba menelpon nenek Zara. Bukan ia tidak mau menelpon Zara, tetapi panggilan darinya sejak tadi belum tersambung, oleh karena itu ia memilih untuk menelpon neneknya.
Setelah telepon tersambung.
"Pagi nek, ini Rini teman Zara, maaf apa Zara sudah berangkat ke kampus ya?"
"Loh Zara sudah berangkat tiga puluh menit yang lalu? apa dia belum sampai?" tanya nenek khawatir.
"Maaf belum lah nek, ngapain juga saya nelpon nenek kalau dia sudah datang, nenek ih pagi-pagi ngajak becanda," seru Rini dengan santainya.
"Ha ha ha, kamu enggak berubah juga ya, sudah lama gak ketemu nenek, masih tidak takut juga."
"He he he, iya lah nek, ngapain juga aku harus takut sama nenek, nenek bersikap begitu juga untuk kebaikan kami, eh balik ke topik dulu nek, lalu sekarang Zara ada dimana nek?"
"Apa kamu sudah menelpon nomernya?"
"Sudah ratusan kali nek, tapi tidak diangkat."
"Ya sudah, biar nenek yang mencarinya dulu, nanti nenek kabari."
"Terimakasih nek."
Rini memang tidak pernah takut pada siapapun, meskipun itu pada nenek Zara yang terkenal menakutkan di mata teman-teman Zara yang lainnya. Karena bagi Rini, sikap neneknya itu hanya untuk melindungi Zara dan menjauhkannya dari lingkungan yang kurang baik.
Rini memakluminya karena ia yang lebih tau riwayat masa lalu Zara ketimbang teman-teman yang lainnya.
Firasat buruk tiba-tiba menyergap nenek. Setelah sambungan telepon terputus dengan Rini, ia pun mengambil ponselnya kembali. Ia segera menelpon para pengawalnya untuk mencari keberadaan cucu satu-satunya tersebut.
Ia tidak mau terjadi apa-apa pada Zara, bagi nenek Zara adalah cucu satu-satunya.
Beberapa hari lalu, ia sudah memasang alat penyadap di mobil sang cucu, guna menghindari hal-hal yang tidak biasa seperti ini. Sehingga jika terhadi hal-hal seperti ini, ia akan lebih mudah melacaknya.
Sejak Zara di vonis kanker, neneknya semakin protektif menjaganya. Bahkan ia sampai memasang beberapa alat pelacak yang akan memberitahukan keberaadaan sang cucu bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Ya GPS yang terpasang di mobil Zara ahirnya berguna untuknya. Ia pun memberitahukan keberadaan sang cucu pada pengawalnya itu.
Ia pun teringat perkataan dokter, bila sewaktu-waktu penyakit ganas itu bisa menyerangnya dimanapun dan kapanpun. Meski Zara tidak pernah memberi tahukan penyakitnya secara detail, tanpa sepengetahuan Zara nenek sudah mendapatkan informasi lengkap tentang riwayat kesehatan cucunya tersebut.
"Zara, bertahanlah ..." ucap nenek penuh keyakinan.
Meskipun ia belum menemukan keberadaannya, tetapi ia yakin akan segera menemukannya.
Firasat nenek tidak pernah salah, dari GPS yang terpasang di mobil Zara, ahirnya ia bisa menemukan cucunya yang terbaring lemas di dalam mobil.
Begitu melihat keadaannya cucunya yang sudah memucat, nenek menyuruh beberapa pengawalnya untuk membawa Zara ke rumah sakit terdekat.
Di sepanjang perjalanan ia terus berdoa agar sang cucu bisa selamat. Ia menyesal kenapa ia begitu bodoh membiarkan cucunya menyetir sendiri. Hal seperti ini tidak boleh terjadi kembali.
Setelah Zara sehat, kemanapun ia pergi harus dikawal oleh sopir.
...***...
...Di kampus....
"Hai De, kamu yang namanya De kan?" sapa Lisa sang bunga kampus.
Bukannya menjawab, De semakin fokus dengan buku yang dipegangnya. Seolah mengabaikan Lisa, De beranjak pergi meninggalkan Lisa yang masih terbengong di tempatnya.
Sejak mendengar kedatangan mahasiswa baru yang tampan nan berkharisma menyebar ke seluruh antero kampus. Lisa sudah menargetkan De harus menjadi kekasihnya.
Apalagi De salah seorang pewaris kerajaan bisnis pula. Hal itu bisa membuat hidupnya nyaris sempurna bahagia di kemudian hari jika ia bisa menjerat De dengan cinta darinya.
Sapaan dari Lisa diabaikan oleh De, ia tetap melajukan langkahnya menuju ruang kelasnya. Baginya tidak ada wanita secantik dan sebaik kekasihnya Laura.
Lisa yang merasa diabaikan agak tersulut emosinya, tetapi ia harus tetap tampil cantik dan anggun agar image primadona kampus yang sudah menempel pada dirinya tidak ternoda.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Siapa Aku?
datang kak
2021-12-26
0
Rosananda
aku mampir kak
2021-12-20
2
Sanjani
aku mampir kk
2021-12-08
0