"Tolong-tolong!" teriak Sanubari ketika mulutnya tidak lagi dibekap.
Sanubari ingin melompat dari mobil yang sedang melaju tersebut lalu kabur. Akan tetapi, dua pria dewasa yang mengapitnnya di kursi tengah membuatnya tidak bisa berkutik.
"Berisik sekali. Aku tidak bisa konsentrasi menyetir. Kalian berdua, lakukanlah sesuatu!
Salah satu pria yang mengapit Sanubari pun melepaskan ikat pinggang. Diikatnya kedua tangan Sanubari ke belakang supaya tidak bisa melawan. Sedangkan pria satunya lagi mengambil lakban dan gunting yang ada di kotak depannya. Ia menggunakan lakban tersebut untuk membungkam Sanubari.
Beberapa putaran Roda kemudian, mereka pun sampai di sebuah rumah yang dikelilingi pagar cukup tinggi. Begitu tingginya sampai area dalam tidak terlihat. Kecuali dari pintu gerbang yang menyerupai teralis sebelum gerbang lapisan ke dua ditutup.
Salah satu dari mereka turun untuk melapor pada petugas keamanan. Pintu pun dibukakan. Mobil memasuki halaman rumah yang sangat luas.
Pemandangan taman dengan air mancur elegan serta wewangian alami menyambut ketika mobil mulai memasuki halaman. Sebuah rumah mewah berdiri di tengah-tengah pepohonan rindang yang laksana perkebunan.
Mobil diparkir di area terbuka dekat pintu belakang. Setelah itu, mereka membawa Sanubari ke lantai dua rumah mewah tersebut. Sanubari didudukkan di sofa, berhadapan langsung dengan Jin—lelaki yang pernah ditabrak oleh Sanubari waktu berada di rumah juru kunci kuburan.
Waktu itu Sanubari tidak memperhatikan jalannya dengan baik sehingga ia tidak mengenali lelaki di hadapannya saat ini. Lain halnya dengan Jin, Wajah Sanubari membuat pria yang satu ini tertarik. Ia tidak bisa mengabaikan begitu saja keberadaan Sanubari.
"Kalian lama sekali?" Jin yang sedang membaca komik sambil baringan di sofa pun bangkit.
"Maaf, Jin. Kami harus memastikan semuanya aman dulu sebelum membawanya kemari," jelas salah satu dari anak buahnya.
Jin memang menyuruh seluruh orang yang dibawahinya untuk memanggil nama saja. Sebab, kebanyakan dari mereka lebih tua dari Jin.
"Aku hampir menyelesaikan semua tumpukan buku ini karena kalian terlalu lama."
"Maaf."
Mereka memang sudah menguntit Sanubari sejak pagi. Namun, rencana penculikan baru dilaksanakan siang harinya. Menunggu tujuh jaman itu sangat lama. Waktu penantian yang lama itu cukup untuk menyelesaikan puluhan tumpukan buku di meja yang berada di hadapannya.
Dilihat dari tingginya tumpukan bahkan jumlahnya lebih dari puluhan. Mungkin lebih dari ratusan. Ia menyuruh anak buahnya untuk merapikan buku di hadapannya. Mereka menumpuk buku di pinggiran meja, menyisakan bagian tengah yang kosong. Dari celah tumpukan buku di dua sisi, Jin bisa melihat Sanubari seperti menatapnya melewati jendela.
"Buka mulutnya!" perintah Jin yang menutup komik lalu meletakkannya ke meja.
Anak buah Jin pun membuka lakban hitam yang memlester mulut Sanubari. Saat itu juga nada dering ponsel berbunyi. Jin tahu bahwa itu miliknya. Alih-alih mengangkat telepon, dia malah bertanya kepada Sanubari.
"Namamu siapa, Bocah?"
"Sanubari."
"Orang tuamu?"
"Ibu saya Sanum."
"Siapa ayahmu?"
"Tidak tahu. Saya tidak punya ayah."
Di tengah-tengah interogasi itu, salah satu anak buah Jin menyela, "Jin, ponselmu berbunyi terus."
"Matikan saja! Itu tidak penting."
Bas bergegas mengambil ponsel Jin. Ia hendak melaksanakan titahnya. Namun, nama yang tertera pada layar membuatnya urung.
"Kau yakin namamu bukan Aeneas Baldovino Gafrillo?" tanya Jin penuh selidik.
"Nama siapa itu? Sejak kecil ibu memanggil saya Sanubari. Saya yakin nama saya adalah Sanubari. Tidak lebih. Tidak kurang. Bila Paman mengira saya adalah orang kaya bernama Aeneas itu, maka Paman salah culik. Saya hanyalah anak orang miskin," papar Sanubari berharap mereka akan melepaskannya.
Bas yang masih memegang ponsel pintar Jin kembali menyela obrolan mereka. "Tapi, Jin. Ini panggilan dari ...."
"Sudah kubilang matikan!" bentak Jin yang merasa kesal urusannya diganggu.
Bagaimana mungkin Bas bisa menekan tombol merah untuk menolak panggilan sementara nama yang tertera di sana adalah 'Papa King'. Jelas bahwa itu panggilan dari bos besar. Lama terabaikan, ponsel Jin pun mati dengan sendirinya.
Akan tetapi, kini ganti ponsel pintar Bas yang berbunyi. Pemanggilnya adalah orang yang sama dengan yang menghubungi Jin. Perintah Jin adalah keharusan. Namun, perintah bos besar jua kemutlakan yang tidak bisa ditolak.
Duo absolut tersebut terkadang memang suka membuat Bas berada dalam kebimbangan. Kali ini ia harus memilih salah satu. Lagipula King meneleponnya, bukan Jin. Tanpa pikir panjang lagi, Bas pun menerima panggilan.
Pria di seberang telepon terdengar kesal karena Jin mengabaikan panggilannya. Bas segera memberi tahu Jin.
"Jin, King mencarimu. Ini panggilan dari King."
Mendengar nama itu, Jin terbelalak. "Kenapa tidak bilang dari tadi?"
"Aku sudah be—"
"Ah, sudahlah! Kemarikan saja ponsel itu!" Jin mengulurkan tangan kepada Bas yang berdiri tidak jauh darinya.
Saat menyerahkan ponsel pintarnya, tanpa sengaja kamera depan ponsel tersebut mengarah pada Sanubari. Potret bocah beriris mata hijau itu pun sampai pada seseorang di seberang nun jauh yang sedang melakukan panggilan video.
"Ada apa, King?" tanya Jin yang sudah menerima ponsel pintar dan mengarahkan kamera pada dirinya.
"Arahkan kameranya ke anak yang ada di situ!"
Mendengar itu, Jin langsung menatap Sanubari. Pasalnya, hanya Sanubarilah anak-anak dalam ruangan itu. Bos besarnya itu sukses membuat Jin penasaran.
"Untuk apa?"
"Sudah arahkan saja!"
"King mengenal bocah ini?"
Jin mulai tegang. Bisa melayang nyawanya bila bocah di hadapannya ternyata adalah kerabat dekat bos yang dipanggilnya King itu. Ia ingat betul poin pertama dari visi Famiglia pusat yang ia ikuti.
'Saling melindungi antar anggota keluarga. Menyakiti satu anggota berarti menyakiti seluruh keluarga. Siapa pun yang melanggar harus dihukum. Rasa sakit dengan rasa sakit. Nyawa dengan nyawa. Kecuali bila King berkehendak lain'.
Begitulah bunyi pasal pertama. Jin belum melukai bocah itu. Ada kemungkinan ia akan mendapatkan hukuman ringan bila dugaannya memang benar. Akan tetapi, kalimat terakhir dari pasal tersebut membuatnya menelan ludah dengan susah payah. Hukumannya bisa saja menjadi berat bila King berkehendak.
"Jin-Jin!" panggil King berulang karena Jin tidak jua mengarahkan kamera pada bocah itu.
Panggilan itu menyadarkan Jin dari lamunan. Sekali lagi ia bertanya, "King mengenalnya?"
"Hey-hey, ada apa denganmu? Kenapa kau tidak fokus begitu? Apa kau kurang minum air putih?"
"King belum menjawab pertanyaanku. Kenapa malah jadi membahas air putih?"
"Sudah kujawab tadi. Kaunya saja yang memang kurang cairan."
Jin tertawa canggung. "Maaf, King. Sepertinya memang begitu."
Jin hanya berkilah. Padahal kenyataannya ia sedang mengkhawatirkan nasib sendiri.
"Dasar kau ini! Banyak-banyaklah minum air putih bila tidak ingin ginjalmu tersumbat atau terkena batu ginjal! Aku tidak ingin kehilangan salah satu ketua yang sangat potensial sepertimu."
Mendengar jawaban itu, Jin merasa lebih lega. Ia optimis King tidak akan memberikan hukuman yang memberatkannya. Tentunya bila King masih ingin dirinya mengabdi pada famiglia.
"Baik, King. Terimakasih atas perhatiannya."
"Iya-iya. Sekarang cepat arahkan kameranya pada anak itu! Aku ingin melihatnya."
"Siap."
Jin membalik kameranya. Sosok yang dipanggil King itu pun bisa melihat Sanubari kembali. Ia memperhatikan wajah Sanubari dengan seksama.
"Apa dia keluarga King?" Sekali lagi Jin memastikan.
"Kurasa bukan. Tetapi, entah mengapa wajahnya begitu familiar."
"Apa King berpikiran sama denganku?" Jin membalik kamera lagi. Ia berjalan keluar dari ruangan itu.
"Memangnya kau berpikir apa?"
Jin tidak langsung menjawabnya. Kamera bergoyang-goyang. Dari jauh, King bisa mendengar bunyi langkah Jin.
"Kenapa lama menjawabnya? Kau melamun lagi?"
"Dia seperti bos besar versi mini," balas Jin setibanya di beranda.
Kalimat itu seolah memberi petunjuk pada King. Bayangan lelaki itu langsung terlintas dalam pikirannya.
"Kau benar. Sama persis dengan Gafrillo."
"Mungkinkah bos besar Gafrillo meminum ramuan hingga membuat tubuhnya menyusut seperti itu? Seperti kasus Shinichi Kudo yang berubah menjadi anak kecil setelah pil misterius diminumkan padanya oleh organisasi hitam."
"Ah, aku juga mau bila ada ramuan awet muda seperti itu. Tapi ...." King berhenti sejenak, ia menggigit rengginang ketan hitam kemudian melanjutkan kalimatnya. "Dasar kau ini maniak akut! Jangan samakan kenyataan dengan anime detektif itu! Jelas-jelas itu hanyalah fiktif belaka dan ini adalah realitas."
"Besi saja bisa memanjang saat terkena panas dan kembali memendek ketika suhu mendingin. Bisa saja 'kan ada seorang ilmuwan yang memanfaatkan hukum pemuaian dan penyusutan itu untuk menciptakan ramuan. Ramuan yang bisa menyusutkan serta mengembangkan tulang beserta organ manusia lainnya. Sehingga, tidak mustahil orang dewasa bisa menjadi anak-anak kembali secara fisik."
"Itu hanya terjadi dalam imajinasimu. Lagipula Gafrillo berambut pirang. Sementara anak itu memiliki rambut hitam legam," sanggah King sambil terus mengunyah rengginang ketan hitam.
"Bisa saja dia mengecat rambutnya untuk menyempurnakan penyembunyian identitas, bukan?"
"Cukup-cukup! Khayalanmu itu sudah berlebihan."
"Tapi, King. Bukankah ini kesempatan bagus untuk kita bila bos besar Gafrillo terus menjadi anak kecil seperti itu?"
"Hm."
"Kita bisa dengan mudah mengalahkannya dan King bisa menjadi bos besar nomor satu sedunia. Itu akan menjadi pencapaian yang sangat luar biasa. Dari bos besar Asia, naik peringkat menjadi bos besar sedunia. Wow!" ujar Jin menggebu-gebu.
"Bisa-bisa famiglia kita dimusnahkan bila rencanamu itu terdengar olehnya. Kita tidak akan melaksanakan rencana kurang bijakmu itu. Lebih baik aku bertanya langsung pada orang aslinya. Jangan lakukan apa pun pada bocah itu selama aku tidak menghubungimu!"
Nampaknya King mulai bosan mendengar celotehan Jin. Celotehan lelaki itu selalu berhasil membuat King lupa akan tujuan sendiri menghubunginya. Sambungan telepon diputus begitu saja tanpa salam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 415 Episodes
Comments
Phoenix
ternyata jin jg penggemar conan y..hahahaaa
2021-09-28
0
Zoke
Jadi orang seperti Bas memang butuh kesabaran...
JIN.. aku jadi ingat salah satu idol. hmmm.
Waaah eps ini semakin memperdalam rasa penasaran.. terlebih lagi sama komik yg di baca Jin... apa jin sedang baca icha icha Paradise...
2021-09-20
1
❤️YennyAzzahra🍒
Semangat Thorr
2021-09-11
0