Deru motor lawas membelah kesunyian malam. Ditemani jangkrik yang terus mengerik sepanjang jalan, Sanum menyampaikan keluh kesahnya.
"Wong arep ngubur mayit wae kok koyok golek kontrakan. Opo kuburan sak iki dadi hotel bintang sewune wong mati?"
(Orang mau menguburkan mayat kok seperti mencari kontrakan. Apakah kuburan sekarang menjadi hotel bintang seribunya orang meninggal?)
"Yo ngono kuwilah sing jenenge mafia kuburan, Num. Meres wong ketiban butuh koyok meres gombalan teles wae—diplintir-plintir kanti atus tur lecek."
(Ya, seperti itulah yang namanya mafia kuburan, Num. Memeras orang yang sedang membutuhkan seperti memeras pakaian basah saja—dipelintir-pelintir sampai atus dan lecek.)
Rudy menceritakan bahwa keluarganya dulu juga pernah menjual mobil untuk mendapatkan sepetak lahan kuburan. Namun, pada akhirnya keluarga Rudy mufakat untuk menghentikan pembayaran perpanjangan sewa kuburan.
Sebab, bisa-bisa hartanya ludes hanya untuk jasat yang akan lebur dalam tanah bila dituruti. Keluarganya lebih membutuhkan uang untuk makan daripada tulang belulang yang menginap di makam. Dunia ini memang sudah gila. Sampai dimana-mana tanah kubur diperjual-belikan. Tidak terkecuali jasa pengurusan jenazah.
Orang-orang yang bergelut di bidang perjenazahan itulah yang disebut mafioso kuburan. Namun, tidak semua pekerjaan yang berkaitan dengan jenazah bisa dikaitkan dengan mafia kuburan. Profesi legal seperti dokter forensik dan kelompok pengurusan jenazah yang sesuai norma atau semacamnya tidak bisa dikatakan mafia kuburan.
Mafia kuburan yang terkenal di desa Karangbendo dan sekitarnya adalah Naimaut. Organisasi tersebut sudah berdiri sejak dua puluh tahun silam. Namun, baru dua tahun belakangan ini saja Naimaut mengalami perkembangan pesat.
Kekuasaannya terus meluas tahun demi tahun. Hampir lebih dari setengah wilayah kota dan kabupaten Blitar dikuasai oleh Naimaut. Keberadaannya menjadi momok nyata bagi masyarakat.
Mendengar penjelasan Rudy itu, Sanubari yang berada di tengah boncengan pun penasaran lalu bertanya, "Mafia kuburan iku opo?"
(Mafia kuburan itu apa?)
"Hm. Opo, yo? Aku Yo ora ngerti. Muk tau krungu Soko berita Nang TV lak wong tukang adol kuburan iku diarani mafia kuburan."
(Hm. Apa, ya? Aku juga tidak tahu. Cuma pernah mendengar dari berita di televisi kalau penjual kuburan itu disebut mafia kuburan.)
Dari penjelasan itu, Sanubari menyimpulkan bahwa mafia adalah orang-orang jahat yangkerjaannya menyengsarakan masyarakat. Otak kecilnya belum bisa memahami arti sesungguhnya dari mafia.
"Kerjaan koyok ngono wayahe diberantas wae. Lak ngene iki, sing sugih tambah sugih, sing melarat tambah sekarat."
(Pekerjaan seperti itu seharusnya diberantas saja. Kalau begini sih, yang kaya semakin kaya, yang melarat semakin sekarat.)
"Angel, Num. Wong-wong licik ngono kae pinter obah Ben bebas hukum."
(Susah, Num. Orang-orang licik seperti mereka pandai bergerak supaya bebas hukum.)
Sanubari yang berada di antara percakapan dua orang dewasa itu merasa bingung. Kemampuan nalarnya masih sulit menggapai topik yang dibahas. Ia lebih banyak diam dalam perjalanan. Sebenarnya ada banyak pertanyaan di otaknya. Namun, ia sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk menyela.
Meter demi meter terlewati. Mereka pun sampai di rumah Sanum. Damar telah dinyalakan, Tikar digelar, segelintir orang membacakan tahlil. Mereka duduk menghadap ke barat di depan dipan tempat berbaringnya jenazah.
Idris yang menyadari kehadiran orang yang baru saja masuk ruangan langsung keluar dari barisan pembaca tahlil. Ia menghampiri Sanum yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk.
"Num, sak rehne Iki wis wengi, jenazahe diinepne wae. Samare lak hak-hake mayit ora jangkep."
(Num, berhubung ini sudah malam, jenazahnya diinapkan saja, ya. Takutnya kalau hak-hak mayit tidak terpenuhi.)
Sanum mengangguk kemudian menjawab, "Wonten ingkang mbantu kemawon Kulo sampun matur suwun sanget. Ingkang paling Utomo bapak Kulo saged dipun kuburaken ingkang layak. Menjang enjing inggih mboten punopo."
(Ada yang mau membantu memakamkan saja saya sudah sangat berterimakasih. Yang penting ayah saya bisa dikuburkan dengan layak. Besok pagi juga tidak apa-apa)
"Terus kuburane piye? Wis dikeduk ta?"
(Lalu bagaimana dengan kuburannya? Sudah digali kah?)
Sanum hanya menggeleng menanggapi itu. Rudy membantu menjelaskan bahwa mereka gagal memperoleh tanah kuburan.
Dalam syahdunya ayat-ayat suci di tengah hati yang berkabung, bunyi arakan motor terdengar mendekat. Kebisingan itu berhenti tidak jauh dari gubuk Sanum. Tidak lama kemudian, beberapa pria menerobos masuk ke rumah tersebut.
Rudy terdorong hingga menabrak Sanum. Terjadilah efek domino dalam ruangan. Sanubari terjatuh hingga membentur kursi akibat tersenggol ibunya.
Empat lelaki asing bersenjata terus melangkah menuju kumpulan orang yang bersila. Mereka berteriak-teriak murka.
"Bubar-bubar!"
"Sopo sing ngongkon kumpul-kumpul nang kene?"
(Siapa yang suruh kalian kumpul-kumpul di sini?)
Orang-orang itu menjawil bahu mereka satu per satu dengan kasar. Sanubari memeluk ibunya ketakutan. Selain orang-orang yang menerobos masuk, ada pula beberapa yang berjaga di luar.
Pembacaan tahlil pun terpaksa dihentikan. Namun, belum ada satu pun dari mereka yang keluar. Hingga akhirnya bunyi desingan pistol pun menggelegar. Semua orang terkejut.
Tidak terkecuali ayam betina tetangga yang sedang menghangatkan calon anaknya. Anak-anak ayam dalam telur yang dierami pun turut terperanjat hingga membuat cangkang yang melapisi retak. Mereka menetas. Suara kotekan dan dan ciapan menambah kegaduhan malam.
Tidak ada korban jiwa di tempat itu. Tidak ada pula orang yang terluka meskipun darah segar muncul di tempat itu. Sebab, korban penembakan itu hanyalah jasad yang memang sudah tidak bernyawa.
"Bapak!" teriak Sanum yang tidak rela raga ayahnya disiksa.
Bagi Sanum, itu sama saja dengan menyiksa roh ayahnya. Bagaimanapun juga mayat tetap harus tetap diperlakukan dengan baik walaupun ia tidak lagi bisa menjerit kesakitan secara nyata.
Rudy memegangi Sanum yang hendak berlari mendekat. Ia tidak ingin wanita yang sedang kalut itu berbuat nekad. Mereka bisa saja menyakiti Sanum bila ia gegabah. Kasihan Sanubari andaikan ibunya sampai terbunuh.
Pistol masih diacungkan ke arah yang sama. Tanpa menggerakkannya, penembak itu berkata, "Ndang mulih Kabeh lak ora gelem tak tembak!"
(Cepat pulang semua bila tidak ingin kutembak!)
Satu peluru kembali menembus raga di balik bentangan jarit cokelat tua. Semua pembaca tahlil pun meninggalkan tempat itu. Kecuali Rudy dan Idris.
Salah satu tukang onar yang membawa golok mengarahkan senjata tajamnya ke arah Sanum. Dengan kasar ia mengancam, "Woi, Bapak-bapak! Nyapo jek nak kono? Gelem tak bacoki?"
(Woi, Bapak-bapak! Kenapa masih di situ? Mau kucabik-cabik?)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 415 Episodes
Comments
wan byt
ehm
2021-10-09
1
Phoenix
humorku cuma sebatas " telur ayam yg di erami terperanjat sampai retak kemudian menetas gara" dngr suara pistol " hahahahhaaaaa
2021-09-28
0
ⷨㅤㅤ⠀⠀နզ⃠🦃⃝⃡ℱ 𝐧𝐨𝐯𝐢 𝐚𝐣𝐚
yak elahhh 🙄 garang nya...mau main bacok aja
2021-09-07
1