"Ada apa denganmu Nak, wajahmu terlihat pucat apa kamu sakit?" tanya Bu Retno melihat Rini yang baru pulang setelah sebelumnya minta izin mau keluar buat beli makanan.
Rini menoleh ke arah ibunya dengan tersenyum, dan ... gubrak ....
Rini jatuh tepat di depan ibunya berdiri.
"Rini ... kamu kenapa Sayang?" teriak Bu Retno kaget.
"Ana ..., sini tolongin ibu, Nak!" teriak Bu Retno memanggil anak bungsunya.
"Ada apa bu ...?" tanya Ana sambil berlari cepat menghampiri ibunya di depan rumah.
"Kakak ...!" teriak Ana melihat Rini tergeletak di tanah.
"Ayo Ana , bantu ibu mengangkat Kakakmu, Nak...!" perintah Bu Retno.
"Hik ... hik ... iya Bu, Kakak kenapa Bu?" tanya Ana sambil menangis.
"Ibu juga gak tau, tiba-tiba saja Kakakmu pingsan," jawab Bu Retno sambil mengangkat tubuh Rini dengan dibantu Ana.
Dengan susah payah Bu Retno dan Ana memindahkan tubuh Rini ke sofa ruang tamu.
"Cepetan ambilkan ibu minyak kayu putih di kotak obat, Na!" perintah Bu Retno setelah meletakkan tubuh Rini di atas sofa.
"Iya Bu!" balas Ana singkat.
Ana langsung bergegas pergi ke ruang tengah untuk mengambil minyak kayu putih.
Ana cepat-cepat kembali ke ruang tamu untuk memberikan minyak kayu putih kepada ibunya. Bu Retno mengusap minyak kayu putih di telapak tangan dan kaki Rini dan di dekat lubang hidung Rini. Berlahan Rini mulai membuka matanya.
"Kakak ... hik ... hik ... kamu kenapa Kak?" tanya Ana merasa sedih melihat kakaknya pingsan.
"Aduh?" terdengar rintihan Rini mencoba bangun dengan memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"Sayang ... hati-hati, Nak, tadi kamu pingsan ada apa Nak?" tanya Bu Retno khawatir.
"Ibu... hik ... hik ...!" tangis Rini yang dari tadi ditahannya akhirnya pecah sambil memeluk ibunya.
"Ada apa Sayang, kenapa kamu menangis? Apa ada yang menyakitimu, Nak?" tanya Bu Retno sambil membelai lembut rambut Rini yang panjang.
"Bu ... Mas Rendi sudah bohongi Rini bu, hik ...." jelas Rini di dalam pelukan Bu Retno sambil menangis.
"Tenanglah, Nak, coba ceritakan ada apa sabenarnya, Sayang, apa yang sudah Rendi lakukan, sehingga kamu seperti ini?" kata Bu Retno dengan suara lembut mencoba menenangkan putrinya.
Rini menceritakan kejadian yang tadi dialaminya, bagaimana sikap kedua orang tua Rendi terhadapnya hingga akhirnya dirinya pulang di antar oleh orang kepercayaan orang tua Rendi. Bu Retno ikut menangis mendengar cerita anaknya. "Kenapa takdir begitu kejam kepadaku Bu?
Kenapa Tuhan tidak adil kepadaku Bu? Apa salahku sehingga Tuhan menghukum aku dengan cara seperti ini?" ucap Rini dengan air mata yang terus keluar dari kedua matanya.
"Takdir tidak kejam Nak, kamu jangan menyalahkan Tuhan dan takdir atas keinginanmu yang tidak terwujud.
Takdir yang dituliskan Tuhan merupakan yang terbaik dalam hidup kita walau terkadang yang terbaik itu tak selalu indah.
Hadapi kenyataan pahit ini nak, jangan sekali-kali menyalahkan takdir.
Mungkin ini yang terbaik untukmu !" Bu Retno memberikan nasehat untuk anaknya.
"Ibu ... apa yang harus Rini lakukan Bu? Rini sangat mencintai Mas Rendi sepenuh hati," ucap Rini sambil terisak.
"Cinta tak harus memiliki, Sayang, kamu yang sabar, mungkin Rendi bukan yang terbaik untukmu!" Bu Retno mencoba menenangkan Rini. Ana hanya diam saja mendengarkan percakapan ibu dan kakaknya meskipun tidak mengerti maksudnya.
Berlahan Rini melepas pelukannya, mengelap air matanya kasar dengan jari-jarinya.
"Bu ... Rini mau nyusul Mbak Bila ke Jakarta ya Bu, Rini mau menenangkan diri dulu di sana agar bisa melupakan Mas Rendi, boleh ya Bu ...!" Rengek Rini sambil menatap wajah ibunya dengan tatapan memohon.
"Sayang ... kenapa harus pergi ke Jakarta, Nak? Ke tempat pamanmu saja ya, nanti ibu telpon pamanmu suruh jemput."
"Gak mau Bu, tempat paman terlalu dekat , Rini mau ke Jakarta aja, hik ...!" tolak Rini sambil terisak.
"Ya sudah, kalau itu yang terbaik buat kamu, nanti malam ibu coba tanya dulu sama bapak ya!" Bu Retno pasrah.
"Beneran ya Bu, kalau bisa besok pagi Rini berangkatnya. Rini gak mau lama-lama," kata Rini sudah pingin cepat-cepat meninggalkan kampung halaman untuk melupakan Rendi.
"Kenapa harus besok pagi berangkatnya?" tanya Bu Retno.
"Iya Bu, pokonya besok pagi Rini berangkat ke Jakarta," rengek Rini.
"Ya sudah, kita lihat saja nanti ya sayang. kamu istirahat saja sana," kata Bu Retno sudah sangat pusing menghadapi putrinya.
ingin melarang tapi tidak tega melihat Rini terus-terusan bersedih.
Malam harinya Bu Retno berbicara dengan Pak Karta soal peristiwa yang dialami Rini dan mengatakan tentang keinginan Rini untuk pergi ke Jakarta.
Pak Karta sempat menolak tidak mengizinkan karena Rini belum pernah pergi jauh dari orang tuanya tapi Rini yang terus merengek akhirnya pak Karta pun mengizinkannya. Pagi-pagi sekali Rini diantar Pak Karta menggunakan motor ke terminal bus.
Tepat jam 7 pagi Rini berangkat dengan naik bus ke Jakarta.
Pada hari yang sama, di tempat lain.
"Ada apa denganmu sayang? Kenapa dari semalam nomor handphone milikmu tidak bisa dihubungi? Apa terjadi sesuatu denganmu?" gumam seorang pemuda, lirih di dalam kontrakannya. Pemuda itu adalah Rendi, kekasih Rini.
Karena merasa ada yang aneh, pagi-pagi sekali Rendi pergi ke tempat Rini dengan menggunakan motornya.
Sebenarnya Rendi berpapasan dengan Rini di jalan berlawanan arah, tetapi Rendi tidak menyadarinya karena Rini dan bapaknya memakai helm. Pukul 07.10 menit Rendi sampai di tempat Rini.
"Assalamu'alaikum." Rendi memberi salam setelah sampai di rumah kedua orang tua Rini.
"Wa'alaikum salam," jawab seseorang dari dalam rumah.
Pintu di buka, tampak seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah.
"Ada Nak Rendi toh, mari masuk nak!" Kata Bu Retno.
"Maaf Bu, Rininya ada Bu?" tanya Rendi langsung mengatakan maksud kedatangannya.
"Mari masuk dulu Nak Rendi, ada yang ingin ibu tanyakan sama kamu!" Kata Bu Retno sambil tersenyum.
Rendi masuk ke dalam rumah mengikuti perintah Bu Retno, setelah d dalam, Bu Retno mengatakan kalau Rini sudah berangkat ke Jakarta.
Bu Retno juga menceritakan apa yang sudah Rini ceritakan soal rencana kedua orang tua Rendi.
Rendi terlihat begitu kaget mendengar cerita Bu Retno, Rendi meremas kedua tangannya menahan marah.
"Apa benar, kamu sudah menghamili perempuan itu, kalau benar bertanggung jawablah dan tinggalkan anak Ibu.
Jangan kau sakiti dia, Rini anak ibu yang sangat lemah walaupun dari luar kelihatan baik-baik saja, tapi sangat rapuh di dalamnya.
Ibu minta tolong biarkan Rini bahagia, jangan kamu memberikan harapan kosong untuknya," kata bu Retno tegas.
"Rendi bersumpah Bu, Rendi tidak menghamili Siska, jika memang benar Siska hamil, bukan Rendi yang menghamilinya.
Maaf Bu, Rendi harus menjelaskan ini sama Rini, Rini tidak boleh pergi, Karena Rendi sangat mencintainya." Rendi langsung bangun dari duduknya, bergegas keluar rumah dan langsung mengendarai motornya untuk menyusul Rini di terminal Wiradesa.
"Kamu tidak boleh pergi sayang ... kamu harus percaya sama mas mu ini, Rini!" gumam Rendi dalam hati sambil mengendarai motornya dengan kecepatan penuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 240 Episodes
Comments
SoVay
semangat thor
2021-12-13
0