Mas Wakil Idamanku
Bulan Januari adalah bulan di awal tahun, bulan yang harusnya di isi dengan kebaikan untuk mengawali tahun. Agar semua berjalan lancar sampai di akhir tahun, tapi di bulan Januari tahun ini aku menghancurkan hidupku tanpa kusadari.
Semua berjalan tanpa kusadari, hingga aku mendapati bahwa apa yang kulakukan di bulan Januari awal tahun ini adalah keputusan yang tepat.
.
.
"Bukankah kau harusnya merekomendasikan dia untuk terapi?" tanya Dokter Kenma, dia adalah Dokter Kepala di Rumah Sakit tempatku berkerja.
"Ibu Novi baik-baik saja, Dokter! Dia hanya kurang tidur karena baru saja memiliki bayi!" jawabku dengan tegas.
"Kau ini bodoh atau bagaimana?! Kau membiarkan berlian hilang begitu saja!!!" lagi-lagi lelaki paruh baya itu berteriak padaku.
Aku baru saja mendapat lisensi Dokter Kandungan belum lama ini, dan orang ini sudah membentakku hampir seribu kali.
"Kau harusnya mendiaknosanya mengalami Hemoroid dan Baby blues. Agar dia bisa dirawat oleh Dokter lain juga di Rumah Sakit ini!" Dokter Kenma mulai menggertakkan giginya, tapi aku sama sekali tak takut.
"Dokter Vanesa kau ini adalah Dokter andalan di Rumah Sakit ini! Gajimu sangat besar untuk ukuran Dokter kandungan pada umumnya, jadi aku harap kau bisa memikirkan keuangan Rumah Sakit juga!" jelas Dokter Kenma, muka sengaunya kini mulai tambah serius.
Aku hanya tersenyum tak percaya saat Dokter Kenma mengatakan hal itu. "Keuangan Rumah Sakit?" tanyaku.
"Bukankah anda bilang bahwa saya Dokter andalan di Rumah Sakit ini?" tanyaku lagi.
Wajahnya yang khas karena Dokter Kenma lahir dari dua suku bangsa yang berbeda yaitu Jepang blasteran Jawa Tengah. Pupil matanya yang hitam legam itu menatapku tegas.
"Tentu saja!" katanya, tapi aku masih mendengar nada tak ikhlas dalam perkataannya.
"Kalau begitu anda tak punya hak untuk tak mempercayai diagnosa saya. Ibu Novi adalah pasien saya, dan saya akan tanggung jawab sepenuhnya akan kesehatan Ibu Novi!" ucapku tegas.
Bibir tipis itu tersenyum menyeringai kejam ke arahku, aku masih tak percaya jika aku pernah mengidolakan dan mendambakan pria ini di awal penempatanku di Rumah Sakit ini.
"Silahkan bertindak semaumu, Dokter Vanesa!" katanya dengan nada yang tak enak didengar.
Akhirnya Dokter keparat itu pergi dari ruanganku, dan aku bisa bernafas lega.
"Aku harus melawannya!" desahku tak tenang.
"Apa yang kulakukan adalah benar!" aku mencoba menenangkan diriku yang masih terguncang.
Ini pertama kalinya aku menjawab semua omelannya, meski aku tak pernah menuruti apa yang dikatakan Dokter Kenma tentang mendiaknosa pasien agar mengeluarkan uang lebih banyak. Tapi aku tak pernah menjawab semua nasehat kotornya itu secara langsung.
"Akhhhhhh!" desahku panjang, aku baru menyadari keputusan bodohku.
Harusnya aku diam saja.
.
.
.
.
"Apa?" aku terbelalak kaget.
Kini aku berada di ruangan Dokter Kenma, tepat 3 hari setelah hari perdebatan kami di ruanganku.
Pria berwajah tampan tapi tak tampan lagi menurutku itu, sedang duduk santai sambil mengotak-atik kayboard komputernya. Tentu saja di balik meja kerjanya yang mewah, dia adalah salah satu Dokter Kepala di Rumah Sakit ini.
"Apa alasan Dokter memindahkan Ibu Novi ke Dokter Herman?" tanyaku, wajahku pasti sudah amat merah sekarang. Karena aku bisa merasakan area wajahku memanas karena emosi.
"Bukankah kau sudah punya banyak pasien, berbagilah sedikit!" kata Dokter Kenma dengan nada santainya.
"Hehhhh...Saya mendapat banyak pasien karena kemampuan yang saya punya,
"berbagi?!
"Yang benar saja?
"Kembalikan Ibu Novi ke saya, kalau tidak!" kataku dengan nada emosi.
"Kalau tidak kenapa? Kau mau keluar dari Rumah Sakit ini?!" tantang Dokter Kenma.
"Anda pikir tak ada Rumah Sakit lain yang mau menerima saya?!" bentakku.
"Kalau begitu cobalah!
"Tak akan ada Rumah Sakit lain yang mau mengajimu sebesar kami!" kata Dokter Kenma dia terlihat masih santai tapi aku tau dia juga emosi saat ini.
"Saya tak akan mengunakan kemampuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan peri kemanusiaan, sekali pun saya di ancam.
"Itu adalah kalimat ke 5 dalam pasal 1 KODEKI 2012.
"Saya adalah seorang Dokter yang pernah bersumpah, dan saya tak bermaksut untuk mengingkari semua sumpah yang pernah kubaca itu!" kataku tegas.
Kulepas jas putih kebesaranku dan kulempar jas Dokterku di atas meja Dokter Kenma tanpa rasa sopan yang tersisa.
Akhirnya aku mengambil keputusan bodoh itu.
Aku keluar dari ruangan Dokter Kenma tanpa permisi, dan aku segera masuk kedalam ruanganku yang letaknya di sebelahnya.
Aku segera mengambil blezer hitamku dan tas tanganku yang kuletakkan di dalam lemari khusus. Aku sama sekali tak merasa sedih saat ini meski aku tau keputusanku ini akan kusesali, tapi aku harus melakukannya.
Semua Perawat dan Dokter lain tak ada yang berani menghentikan pertengkaran kami.
Hari itu aku pergi tanpa melihat mata sipit yang tajam milik Dokter Kenma, aku membenci dia. Entah kenapa aku sangat membencinya.
Apa hanya karena masalah Rumah Sakit, atau hal lain. Aku sedang tak mau berfikir tentang itu, tapi hal itu terus berputar di sekitar kepalaku.
Semua berawal dari undangan pertunangan itu, 3 bulan yang lalu. Awalnya aku tak peduli dengan setiap omelan Dokter Kenma, aku malah berharap dia selalu datang ke ruanganku setiap hari.
Tak apa aku diomeli sampe gendang telingaku meledak asal aku bisa melihat wajah tampannya itu. Aku benar-benar bodoh kan, iya aku sangat bodoh sampai tiga bulan yang lalu.
.
.
"Kau harus datang!" kata Dokter Kenma dengan nada datar.
Aku membaca undangan mewah berwarna merah itu, nama pria idamanku Kazume Kenma bersanding dengan Elza Miranda Hendarto. Seketika itu aku terpaku.
"Dokter mau menikah?" tanyaku dengan nada lirih.
"Bertunangan!" jawabnya.
Aku tak berani memandangnya karena mataku pasti berair sekarang, aku ingin menangis tapi tak mungkin didepan Dokter Kenma.
.
.
Dan Hari ini aku tak tau harus bagaimana, haruskah aku menangis, tertawa, atau bagaimana. Bagaimana aku bisa melupakan perasaan sebelah pihak ini, aku juga tak akan bisa menguburnya dengan cepat.
Kenapa dia tak kelihatan punya pacar, kenapa dia tak pernah bilang ke staf lain kalau dia punya pacar. Semua orang di Rumah Sakit bilang kalau Dokter Kenma tak punya pacar, itulah sebabnya aku berani menaruh hatiku padanya.
Seperti petir dan gemuruh yang beradu jatuh di siang bolong tepat menerkam di tengah-tengah dadaku. Hatiku seperti diterjang pesawat tempur yang berkecepatan sangat tinggi. Benar-benar tak bisa digambarkan, rasa sakit yang kuderita saat aku hadir dipertunangan itu.
Yang membuatku sakit hati di pesta itu adalah sebuah fakta, fakta bahwa Dokter Kenma begitu sangat mencintai uang.
Wanita bernama Elza Miranda Hendarto itu adalah putri dari pemilik Rumah Sakit tempatku berkerja. Wanita itu juga memiliki perawakan gendut, pendek dan wajahnya sangat parah padahal saat itu wajah Elza ditutupi dengan make up yang tebal.
Sial.....uang memang berkuasa.
___________BERSAMBUNG__________
Jangan lupa Vote, Komen dan Like ya teman-teman❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Laeli Masruroh
dokter genma kok paruh baya..berarti sudah tuir ya 50an th🤔🤔
2022-10-05
0
Aini
gue mampir Torr
2021-11-12
0
Purnama Dewi
berawal dari berbagi..
aku disini 😃
2021-10-15
0