Aku tak ingat kapan terakhir kali aku memandang keindahan langit malam dengan suasana setenang ini. Aku memangku wajahku dengan kedua telapak tanganku, hingga wajahku mendongak untuk menikmati pemandangan yang sangat langka ini.
Aku bahkan bisa melihat beberapa rasi bintang yang hanya biasa kubaca di sebuah buku tentang Astronomi. Langit gelap dengan bulan sabit yang menyala indah, bintang-bintang yang bertabur sepanjang luasnya langit seakan berkedip mesra mengodaku. Suasana malam ini bertambah sempurna dengan hembusan angin hangat pantai yang membelai wajahku dengan lembut.
"Apa anda akan menginap di sini?" tanya suara yang sudah akrab sekali di gendang telingaku.
Selain bunyi suaranya yang sangat khas, nada medok jawanya yang tak terlalu medok itu terdengar sangat berbeda dari suara mahluk hidup lain di bumi ini.
"Apa di sekitar sini ada penginapan?" tanyaku pada pemilik suara maskulin itu.
"Tentu saja ada!" kata Zidane.
Tanpa permisi lelaki muda itu duduk di sampingku, karena saat ini aku sedang duduk di atas pasir pingir pantai tanpa alas apa pun.
"Trimakasih sudah mau menolong Ibu Nia tadi." katanya dengan wajah yang tak mau memandangku.
"Itu sudah tugasku." jawabku.
Dia menyodorkan sebuah kartu nama padaku.
"Jika kau ingin mencari penginapan, hanya penginapan ini yang paling dekat dengan desa!" kata Zidane.
Aku pun menyambut niat baiknya, kuambil kartu nama itu tanpa banyak cing-cong. Setelah itu dia pergi tanpa pamitan lagi.
Apa manusia bernama Zidane ini benar-benar lahir di kota ini, semua orang di sini sangat ramah kecuali pria itu.
Jika dilihat dari postur tubuh dan wajahnya dia terlihat bukan pemuda asli sini. Wajahnya tak seperti lelaki kampung pada umumnya. Wajah Zidane itu tampan, sangat tampan menurutku.
Kulitnya coklat cerah, hidungnya mancung, matanya tajam dan bentuk bibirnya sangat seksi menurutku. Tubuhnya juga tinggi tegap, aku langsung terkesiama pada keindahan tubuhnya saat melihatnya pagi tadi.
Karena pagi tadi dia memakai pakaian snorkeling yang ketat, mencetak setiap otot di tubuh sempurna Zidane. Ditambah wajah tampan yang teduh itu. Jika dia orang yang sopan dan baik, dia pasti sudah jadi malaikat di hatiku yang sedang patah ini.
Apa yang kufikirkan, bagaimana aku bisa melabuhkan hati yang retak ini secepat itu. Aku hanya merasa kagum dan aneh saja dengan dia yang selalu berada di tempat yang kutuju.
Tapi kuakui, aku telah merasa jatuh cinta pada tempat ini. Orang-orangnya yang hangat dan pemandangannya yang selalu luar biasa di setiap waktu membuatku merasa berada di dalam pelukan ibuku.
.
.
.
.
"Tolong kartu tanda penduduk anda!" kata resepsionis penginapan.
Aku pun segera mencari dompet di dalam tas yang kubawa dan mencari KTPku di slot kartu.
"Ini!" kataku, aku memicingkan mataku kearah kariawan yang baru saja masuk ke area resepsionis.
"Kamu?!" tanyaku tak percaya.
"Kalian saling kenal?" tanya resepsionis yang melayaniku.
"Emmmm tidak juga!" kata Zidane, aku hanya bisa tersenyum tak percaya mendengar pernyataannya. "Pulanglah, aku akan mengurusnya!"
Ternyata Zidane juga bekerja di penginapan ini, apa dia tidak tidur.
"Apa kau punya kembaran?" tanyaku pada Zidane dengan nada kesal.
"Seingatku, tidak!" katanya, dia mengembalikan KTPku dan sebuah kunci kamar bertuliskan nomor 15.
"Sebenarnya apa pekerjaan tetapmu?" tanyaku penasaran.
"Tidak ada, aku pengangguran!" kata Zidane.
Aku melihatnya dengan tatapan yang kesal dan mengintimindasi.
"Kau datang padaku, untuk mempromosikan penginapan tempat kau berkerja?" tanyaku.
"Apa kau ingin tidur di rumahku malam ini?" dia malah menanyakan pertanyaan yang seketika membuatku ingin mengumpat.
"Pria gila!" kataku dengan nada marah.
"Ini akhir pekan, dan itu satu-satunya kamar yang tersisa di tempat ini! Dengan kebaik hati yang kupunya, aku menyisakannya untukmu!" katanya santai.
"Jika kau merasa kutipu, kembalikan kunci kamar itu padaku. Dan kau bisa tidur di rumahku!" katanya dengan wajah mulai songong.
Aku segera meletakkan kunci kamar penginapan itu di balik tubuhku, aku tak mau dia merebutnya. Karena aku tau penginapan di sini sudah penuh semua melalui aplikasi.
"Aku akan istirahat di sini!" kataku kesal, aku segera meninggalkan meja resepsionis itu dan menenteng tas yang cukup besar ke lantai dua.
Seperti dugaan kalian, ini penginapan sederhana di tepian kota pesisir jadi tak seperti hotel berbintang yang mewah. Semua serba sederhana mulai dari fornitur sampai ke bangunannya, tapi tempat ini lumayan bersih dan nyaman.
Karena tubuhku sudah sangat gerah, aku segera berkutat di kamar mandi untuk menyegarkan kembali ragaku. Setelah mandi aku hanya berbaring di atas kasur, aku langsung tertidur saat itu. Mungkin aku sangat kelelahan.
.
.
Mataku terbuka karena aku merasa mimpi aneh, aku mendengar suara wanita dan pria yang menjerit-jerit secara bergantian.
"Suara apa itu." desahku, aku mengucek mataku yang masih terasa kantuk dengan kedua tanganku.
Ternyata aku tak mimpi, suara pria dan wanita itu masih bisa kudengar saat ini.
"Iyyyyyyaaaaa teruuuuuuussss Maasssss!" pekik suara wanita.
"Iya Sayang......kita keluar sama-sama yaaaaaa!" jawab suara pria yang juga tak lirih.
Akhirnya aku mendengar suara nafas yang berantakan dari kedua insan berbeda gander berderu keras. Suara nafas pria yang memburu itu diiringi teriakan wanitanya yang panjang.
Belum sempat aku menebak aktifitas apa yang bisa menimbulkan suara mengerikan semacam itu. Telingaku sudah menangkap suara lain dari kamar di sisi sebaliknya.
"Benar ini penginapan kecil, di akhir pekan." kataku lirih.
Mataku tertuju pada ponsel ku yang tergelegak di meja dekat ranjangku. Ini masih jam 11 malam dan suasana penginapan ini sudah sepanas ini. Mana mungkin aku bisa tidur di tempat yang seberisik ini, tapi aku juga tak punya tempat lain untuk sekedar istirahat di tempat yang sangat terpencil ini.
.
.
Aku memutuskan untuk turun untuk mencari suasana yang lebih tenang, tapi lagi-lagi aku tak bisa mengabaikan wajah Zidane yang sedang serius di meja resepsionis.
"Ada apa?" tanya Zidane, ternyata dia sadar akan kedatanganku.
"Berisik sekali!" kataku, aku tak bisa marah, ini hanya penginapan kecil dan murah. Aku tak mungkin menuntut sesuatu yang berlebihan untuk tempat yang seperti ini.
"Kau tak membawa pacarmu?" tanyanya, Zidane kembali fokus kedalam buku di depannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanyaku. Aku mengalihkan obrolan kami, karena aku tak mau membahas kata-kata pacar di sini.
"Pembukuan." dia masih tak menoleh ke arahku.
"Ohhhh." aku mengangguk faham.
Aku duduk di salah satu sofa di ruangan lobi sederhana itu, hanya ada satu set sofa dan meja resepsionis di dalam sini.
Aku mencoba mengabaikan mahluk aneh yang punya banyak pekerjaan itu, aku membuka ponselku dan melihat gambar-gambar di galeri foto. Ternyata aku menangkap banyak gambar pemandangan yang bagus seharian ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Songongnya sekelas Andromeda yak..😁
2021-09-08
0
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Ketemu pria misterius, dengerin suara-suara misterius, ntar apa lagi nih yang misterius...🙄
2021-09-07
2
Penulis Jelata
Pria misterius😎
2021-09-06
1