"Jadi pria itu langsung menodongkan betalinya pada anda Bu Dokter?" tanya Pak Polisi.
Seperti tebakan kalian, sekarang aku sudah di kantor polisi terdekat yang amat jauh dari desa untuk memberi pernyataan.
Aku sama sekali tak bisa fokus dengan pertanyaan petugas Polisi di depanku, karena pikiranku masih terpaku pada Zidane yang entah kenapa datang untuk menolongku dengan pakaian selamnya.
Apa dia sedang menyelam saat mendengar berita bahwa klinikku dirampok. Dan dia langsung berlari ke klinikku dari tengah laut, ternyata sebegitu khawatirnya dia padaku.
"Bu Dokter!" panggil petugas Polisi itu lagi, tak tau aku lagi enak-enak melamun.
"Benar sekali Pak, saya sangat takut sekali!" kataku dengan nada yang masih belepotan karena gugup dan terharu.
Setelah selesai membuat pernyataan pada Polisi aku mendekati Zidane yang masih dengan pakaian selamnya. Dia dikurung di dalam sel sementara beserta pria paruh baya yang berusaha merampok klinikku.
Rasa bersalah mulai merubung otakku, dia pasti sangat kelelahan dan juga takut. Pria sebaik Zidane pasti belum pernah mendekam di penjara.
Zidane dimasukkan ke kurungan besi itu karena dia terlalu bersemangat memukuli perampok yang mau merampok klinikku.
Apa ini salahku???
"Zidane!" panggilku, pria yang masih mengenakan pakaian selamnya itu tampak sangat menyedihkan, dia berbaring miring di lantai penjara yang dingin tanpa alas apa pun.
Tak ada jawaban yang bisa kudengar dari tubuh atletis yang terbungkus sempurna itu.
Apa dia masuk angin, lalu koid???
"Zidane, bangun!!!" teriakkku.
Kujulurkan tanganku untuk menarik kakinya yang bisa kuraih dari luar sel jeruji besi itu.
"Zidane, bangun...Kamu nggak boleh mati begini!!! Zidane!!!" teriakku, aku sudah tak bisa menahan tangisku lagi.
Bagaimana jika dia mati, aku akan sangat merasa bersalah sepanjang sisa hidupku nanti.
"Zidane....!" eluhku panjang di dalam terisak tangisku.
"Apa?" tanyanya, akhirnya dia menoleh padaku.
"Kamu enggak papa?" tanyaku, ku usap air mata di pipiku.
"Kamu nangis?" tanyanya.
"Aku khawatir sama kamu tau!" kataku jujur.
"Berisik banget kamu, ganggu orang tidur aja!" gerutunya.
"Kupikir kamu mati!" bentakku.
Setidaknya hargai rasa khawatirku padanya, dia malah mengataiku berisik di penjara ini.
"Aku tak akan mati semudah itu!" katanya.
"Woyyy Pak Waloyo!" teriak Zidane.
Aku hanya heran kenapa pria di depanku ini memanggil salah satu petugas Polisi yang lewat dengan sangat tak sopan.
"Mas Wakil."
Anehnya si petugas Polisi yang lebih tua dari Zidane itu masih bersikap ramah pada Zidane yang kurang ajar padanya.
"Ada apa?" tanya petugas Polisi itu.
"Gerah, punya baju ganti untukku tidak?" tanya Zidane dengan santainya.
"Ada donk." jawab petugas polisi itu.
Petugas Polisi itu mengeluarkan segepok kunci dan memilih salah satu, petugas itu membuka sel yang ditempati Zidane di depan mataku.
Petugas itu membebaskan tahanan di depan mata rakyat jelata terlunta-lunta. Apa itu diperbolehkan???
"Entah kenapa cuaca hari ini panas banget!" ujar Zidane.
"Kan masih musim kemarau, Mas Wakil!" jawab petugas itu dengan santai seperti ke teman sendiri padahal Zidane adalah pelaku pengeroyokan maling di sini.
Mereka berdua pergi memasukki salah satu ruangan di kantor polisi itu. Sementara aku duduk di depan bangunan besar ini untuk menunggu Zidane keluar atau dia akan dipenjara lagi. Aku tak tau.
Cukup lama aku menunggu pria itu, karena penasaran aku memutuskan untuk kembali ke dalam.
Pandanganku mengedar ke semua area depan ruangan kantor yang mengurus tindak kriminal.
Seketika aku mau berteriak dan menendang kepala lelaki bernama Zidane itu.
Di saat aku menunggunya lama tanpa kepastian dia malah duduk cantik ngopi bersama salah satu petugas Polisi di sana.
"Yakkkkkk!" teriakku.
Kedua pria itu menoleh ke arahku.
"Apa ini rumahmu? Tadi kau tidur dengan nyenyak, sekarang kamu ngopi cantik!" teriakku pada Zidane yang sudah berganti pakaian dengan celana bahan berwana coklat yang kependekan dan kemeja batik bermotif bunga-bunga pink yang meriah.
"Kamu mau?" tanya Zidane, masih dengan gaya santainya yang luar biasa itu.
"Pak!!! Dia jadi ditahan atau tidak?" tanyaku.
"Terserah, kamu maunya gimana Mas Wakil?" tanya petugas itu.
"Aku mau pulang lah, ngantuk banget!" jawab Zidane.
Apa Zidane komandan di kantor Kepolisian ini, kenapa dia bertingkah begitu santai.
"Kalau begitu pulanglah, butuh motor?" petugas Polisi itu masih menawari motor untuk Zidane.
"Tentu saja, kau mau aku naik bus memakai kemeja istrimu ini?" tanya Zidane pada petugas Polisi itu.
"Maaf, aku nggak tau jika itu kemeja istriku. Aku salah bawa karena terburu-buru!" petugas Polisi itu memang terlihat lamban, tapi tak taunya dia juga cukup ceroboh.
Aku pulang dengan membonceng motor yang disetir oleh Zidane.
Di depan adalah cowok dengan kemeja pink wanita yang berbunga-bunga serta celana coklat yang ngegantung dan di belakang ada aku yang masih mengenakan jas dokter dengan pakaian biru untuk oprasi di dalamnya.
Entah apa yang dipikirkan semua orang yang melihat kami berdua, tapi aku tak punya pilihan lain. Kami dibawa ke kantor polisi tanpa membawa uang atau pun barang berharga.
"Zidane aku kebelet pipis!" kataku di tengah perjalanan, kami masih di atas motor dan kandung kemihku serasa mau meledak.
Tak lama dia menghentikan laju sepeda motornya. Aku sedikit bingung saat melihat hutan sepanjang mataku memandang.
"Aku kebelet pipis Zidane!" kataku lagi, dia pasti salah dengar tadi.
"Yaaaa makanya aku berhenti, sono cepat pipis!" katanya, dia menunjuk hutan belantara di arah kiri kami.
"Kamu gila?" bentakku, kuketok helem yang dia kenakan dengan tinjuku.
"Emang mau pipis dimana?" tanyanya.
T.o.l.o.l banget ni anak orang....
"Ya di toilet donk!!!" bentakku.
"Okehhhhhh!" kata Zidane.
Dia menghidupkan mesin motornya lagi dan melaju cepat, lebih cepat dari yang tadi. Dengan sigap aku memeluk pinggangnya karena takut terjatuh.
Seeeetttttttt.
Dia mengerem lagi dan kami sudah berada di depan bangunan Masjid yang amat indah.
"Kenapa ke Masjid?" tanyaku heran.
"Katanya mau pipis, di sebelah sana ada toilet!" katannya.
Karena aku tak mau berdebat lagi dengan Zidane, apa lagi lubang air seniku sudah tak kuat menampung tekanan yang amat kuat ini. Kuputuskan untuk mengikuti arah yang dikatakan oleh Zidane.
Bau wangi yang khas kesucian umat Islam tercium di hidungku saat memasuki area toilet yang bersatu dengan tempat mensucikan diri umat islam sebelum beribadah itu.
Didinding tertulis aksara 'sandal harap dilepas'. Aku yang tau tata krama, meski yang kupakai sepatu aku tetap melepas alas kakiku.
krucuk....krucukkkk
Cuuurrrrrrrrrrrrr
Leganyaaaaaaa
Akhirnya lepas juga beban hidupku...
Aku keluar dari kamar mandi Masjid dengan wajah sumringah dan lega.
Zidane masih setia menungguku di pelataran Masjid megah ini.
"Udah?" tanyanya.
"Udah!" jawabku, sedikit malu.
Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kakiku ke tempat ibadah umat Islam yang suci ini. Dan hanya numpang pipis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Sri Astuti
😂😂😂
2021-10-06
0
Lee 😉
dokter vanessa bkan islam ya thor.....
2021-10-02
0
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Mam puss aja lu!
2021-09-19
0