Rumahku

"Trimakasih kemarin sudah menolong kami!" kata Gisna.

"Sama-sama, saya duluan ya!" kata Zidane.

Pria itu masih bisa tersenyum kepadaku meski aku yakin dia pasti amat tersinggung dengan perkataanku kemarin. Kenapa aku bisa mengatakan hal seketerlaluan itu pada Zidane yang telah menolongku.

"Kenapa kamu Nesss, sakit?" tanya Gisna.

"Enggak, gue hanya bingung mau ngasih hadiah apa buat Zidane!!" kilahku.

"Gimana kalau kita kerumahnya dan bawa buah!" kata Gisna.

"Emang kita mau jenguk orang sakit?"

"Cemilan yang banyak, atau masakan!"

"Emang kamu mau ngasih ibu-ibu? Dia tinggal sendirian, dia terlihat tak suka ngemil kayak mau!" ujarku.

"Wine, kita mabuk bersama!" kata Gisna.

"Kau mau mati?!" bentakku.

Untung kami sudah berada dekat di area bangunan klinik ku, jadi saat aku menjitak kepala Gisna tak ada yang melihat tindak kekerasan itu.

.

.

.

.

Kopi, teh, dua botol Wine dan beberapa buah-buahan. Akhirnya aku membawa benda-benda itu ke rumah Zidane. Aku sengaja pulang dari klinik lebih awal agar bisa meluangkan waktu kerumah Zidane untuk bertrimakasih dan minta maaf.

Hari ini adalah hari sabtu, dan tak ada pasienku yang mempunyai jadwal melahirkan. Jadi aku bisa bebas selama sehari semalam.

Gisna yang punya ide untuk datang ke rumah Zidane malah menemui pacarnya di kota, alhasil aku melangkahkan kakiku ke sini sendiri.

Rumahnya tampak indah, bangunannya masih bergaya kuno tapi sangat terawat. Ternyata Zidane juga merawat cukup banyak tanaman di halaman rumahnya.

Aku masih menikmati suasana asri di halaman rumah Joglo ini. Tapi si empunya rumah malah keluar dari dalam rumah.

Lelaki dewasa bernama Zidane itu hanya memakai celana pendek di tubuh kekarnya. Di kepalanya melambai seutas handuk putih, dia baru saja mandi.

Seketika aku membalikkan tubuhku ke arah lain, kenapa dia berkeliaran dengan pakaian seperti itu. Apa dia berniat pamer padaku.

"Bu Dokter!" katanya.

"Iya, kenapa tak pakai baju?!" tanyaku.

"Aku baru saja mandi! Kenapa anda ke sini?"

Aku pun kembali berbalik menghadapnya.

"Kau minum Kopi, Teh atau Wine?" tanyaku.

Aku berusaha hanya fokus ke wajahnya saja, aku tak mau melihat bagian tubuhnya yang lain. Tapi wanita normal mana yang bisa bertahan dari pesona yang Zidane miliki. Manik mataku malah meneliti setiap jengkal tubuh pria yang berdiri tegak di depanku itu.

"Aku meminum semuanya." kata Zidane.

"Bagaimana kalau kita minum wine bersama?" ajakku.

Zidane mempersilahkanku memasuki rumahnya. Rumahnya harum dan sangat rapi, dia banyak mengkoleksi buku dan benda antik.

"Rumahmu tak seperti rumah bujangan!" kataku.

"Kenapa?"

Sekarang Zidane sudah menutupi roti sobeknya dengan kaus oblong putih berlengan pendek. Dia juga sedang sibuk di dapur mengupas buah-buahan yang ku bawa.

"Biasanya rumah bujangan kotor dan bau!" ujarku.

"Memangnya berapa rumah bujangan yang pernah kau kunjungi?" tanyanya.

"Kau hobi sekali membuatku kesal?" kataku.

"Kenapa kau tak bisa diajak bercanda, apa nggak capek hidup serius terus!" katanya.

Aku menghela nafas panjang, semua yang dikatakan oleh Zidane memang benar. Aku tak bisa diajak bercanda, aku orang yang terlalu kaku dan memikirkan semua hal dengan serius.

"Aku hanya membatasi diri!" desahku.

Aku melanjutkan langkahku ke ruangan yang disekat, di sana banyak terdapat buku-buku langka yang susah di dapat.

"Kau koleksi apa aja?" tanyaku.

"Apa pun, jika aku suka dan aku punya uang aku akan membelinya." jawabnya.

Apa Zidane tak pernah punya beban di hidupnya, kenapa dia bisa sesantai itu. Menghadapi dunia dengan santai, mungkin hanya Zidane yang bisa.

"Bukankah terlihat seperti mengumpulkan sampah!" kataku.

"Kau benar, tapi aku juga suka mengumpulkan sampah. Termasuk sepasang heels merah di pantai." katanya.

Dia menyindirku, pertemuan pertama kami yang kaku itu. Tadi dia bilang heels merek chanel milikku sampah, Zidane kau sangat keterlaluan. Tapi aku mengingat lagi tujuanku datang ke sini adalah untuk berdamai, bukan berperang.

"Apa kau tau harga sepatu itu?" tanyaku dengan nada kesal, tapi aku tak bisa menahannya.

"Mungkin sekitar 2.000 USD." jawab Zidane.

"Lalu kenapa kamu bilang sampah?"

"Bukankah sesuatu yang dibuang adalah sampah!" dia masih saja tersenyum manis.

"Aku tak membuang sepatu itu." kataku, tapi aku menutunkan nada bicaraku.

Langit sudah mulai menggelap dan suara para binatang malam mulai menemani hari kami. Kami sudah duduk di teras samping rumah *J*oglo milik Zidane. Kami duduk dengan gaya lesehan seperti di angkringan pingir jalan.

"Kau tau cara minum wine?" tanyaku.

"Tinggal minum saja!" ujar Zidane.

"Ada tekniknya, tau!" aku mulai bicara sombong.

Ternyata ada juga hal yang tak diketahui oleh Zidane.

"Kau harus menuang seperempat gelas saja!" kataku, kutuangkan wine yang sudah dia buka ke dalam gelas jenis burgundy yang sudah Zidane siapkan.

"Lalu putar-putar dulu pelan-pelan!" kuputar gelas wine ku perlahan.

"Sebelum minum kau harus mencium aromannya dulu, jangan langsung telan tapi buat sperti berkumur saat kau meminumnya!" jelasku.

Zidane tampak sangat antusias dengan penjelasanku, tapi aku langsung batuk saat mempraktekkan cara menelan wine ala orang Italia itu.

Dia tertawa melihat penderitaanku. Setelah acara tersedakku mereda Zidane malah melakukan apa yang tadi kuajarkan dengan begitu mahir.

"Kau sering minum wine?" tanyaku pada Zidane.

"Tidak!"

"Jangan bohong!"

"Kenapa aku harus bohong padamu?"

Hari semakin larut, dan kami masih menikmati wine dan ngobrol ngalor-ngidul tak tentu arah.

"Maaf tentang perkataanku yang kemarin!" kataku akhirnya. Mungkin aku sudah cukup mabuk, karena aku bisa mengatakan kata-kata itu tanpa beban.

"Yang mana?" tanyanya.

"Soal level sosial." kataku. "Maaf aku tak bermaksut untuk menyinggungmu."

"Kenapa kau minta maaf, itu kan sebuah pendapat. Semua orang boleh berpendapat apa pun, kita tinggal di Negara yang demokrasi!" jelasnya.

"Pokonya aku minta maaf." gerutuku.

"Ok!"

"Aku juga mau bertrimakasih, karena kau mau membuka klinik kandungan di desa terpencil ini." kata Zidane.

"Kenapa, aku juga mendapat uang yang banyak dengan membuka klinik di sini." kataku.

Meski aku setengah mabuk aku bisa melihat Zidane benar-benar tulus mengucapkan rasa trimakasihnya.

"Awalnya aku juga ragu, sekarang pun aku masih ragu. Tapi melihat semua orang di sini, aku jadi punya harapan untuk hidup kemabali!" kataku.

"Benarkah?" tanyanya, entah kenapa saat ini Zidane tampak seperti malaikat.

"Apa lagi saat melihatmu, aku seperti melihat ibuku." kataku jujur.

"Yaaaaa! Aku ini lelaki!" dia mulai mengerutu.

"Bagaimana kalau rumah, kau terlihat seperti rumahku.

"Rumah yang bisa kukunjungi kapan saja. Rumah yang akan menyambutku kapan saja. Rumah yang selalu ada untukku.

"Kau terlihat seperti itu bagiku." terocosku.

Zidane tampak terdiam dengan kata-kataku, entah dia terpesona atau merasa aku kekanakan. Tapi di mataku dia memang seperti itu, rumahku.

"Kau sudah mabuk." katanya.

"Tidak, aku tidak mabuk. Tapi kamu terlihat manis juga!" kataku.

Kujulurkan lenganku kearah wajahnya dan kuelus pipinya perlahan.

"Kenapa kamu bisa begitu sangat manis?" tanyaku.

Terpopuler

Comments

Maria Kibtiyah

Maria Kibtiyah

home town cha cha cha bgt ceritanya

2022-09-21

0

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

mulai dari sini, gua lebih suka orang mabuk yang jujur, daripada orang sadar yang munafik..

2021-09-22

4

lihat semua
Episodes
1 Uang
2 Teman
3 Keluarga
4 Tetangga
5 Kehangatan
6 Panas
7 Petaka
8 Frustasi
9 Lisensi
10 Jalan Hidup
11 Garis finish
12 Penyelam
13 Komandan
14 Derajat
15 Rumahku
16 Mabuk
17 Rahasia
18 Payung
19 Menghindar
20 Misteri
21 Wanita lain
22 Dokter Mesum
23 Sinting
24 Wikipedia
25 Mati Lampu
26 Lambe Turah
27 Siswa SMU
28 Cemas
29 Ibu
30 Ketahuan
31 Awal petaka
32 Perasaan Aneh
33 Jatuh cinta lagi
34 Rekan Kerja
35 Mereka Bertiga Bertemu
36 Melepaskan
37 Zidane mencurigakan
38 Demi Gebetan
39 Kronologi Sebenarnya
40 Usaha yang sia-sia
41 Pernyataan isi hati
42 Menghadapi Musuh
43 Mencintai
44 Bercinta Semalam Suntuk
45 Kelegaan
46 Pernyataan Cinta
47 Takdir Yang Ajaib
48 Telolet-Telolet
49 Pertarungan Rival
50 Backstreet Menyakitkan
51 Kelewat Bucin
52 Dipingit
53 Malam Jumat
54 Rencana Warga Desa
55 Pikiran aneh
56 Cemburu
57 Romansa erotis
58 Kak Laras
59 Gaya Pacaran Irwan
60 Kerumah Camer
61 Pekerjaan Sampingan
62 Ada Yang Berdiri
63 Transaksi Ilegal
64 Pesta perayaan
65 Zidane dan Kenma
66 Kekacauan Di Ngobaran
67 Masa Lalu Zidane
68 Pulih
69 Hadiah Ulang Tahun
70 Arti Kata Maaf
71 Asal Uang Irwan
72 Ajal yang bahagia
73 Rahasia Dokter Kenma
74 Selalu Bucin
75 TAMAT
76 3021 HUMAN
77 HUJAN TELUH
78 TANTE GUE BOCIL
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Uang
2
Teman
3
Keluarga
4
Tetangga
5
Kehangatan
6
Panas
7
Petaka
8
Frustasi
9
Lisensi
10
Jalan Hidup
11
Garis finish
12
Penyelam
13
Komandan
14
Derajat
15
Rumahku
16
Mabuk
17
Rahasia
18
Payung
19
Menghindar
20
Misteri
21
Wanita lain
22
Dokter Mesum
23
Sinting
24
Wikipedia
25
Mati Lampu
26
Lambe Turah
27
Siswa SMU
28
Cemas
29
Ibu
30
Ketahuan
31
Awal petaka
32
Perasaan Aneh
33
Jatuh cinta lagi
34
Rekan Kerja
35
Mereka Bertiga Bertemu
36
Melepaskan
37
Zidane mencurigakan
38
Demi Gebetan
39
Kronologi Sebenarnya
40
Usaha yang sia-sia
41
Pernyataan isi hati
42
Menghadapi Musuh
43
Mencintai
44
Bercinta Semalam Suntuk
45
Kelegaan
46
Pernyataan Cinta
47
Takdir Yang Ajaib
48
Telolet-Telolet
49
Pertarungan Rival
50
Backstreet Menyakitkan
51
Kelewat Bucin
52
Dipingit
53
Malam Jumat
54
Rencana Warga Desa
55
Pikiran aneh
56
Cemburu
57
Romansa erotis
58
Kak Laras
59
Gaya Pacaran Irwan
60
Kerumah Camer
61
Pekerjaan Sampingan
62
Ada Yang Berdiri
63
Transaksi Ilegal
64
Pesta perayaan
65
Zidane dan Kenma
66
Kekacauan Di Ngobaran
67
Masa Lalu Zidane
68
Pulih
69
Hadiah Ulang Tahun
70
Arti Kata Maaf
71
Asal Uang Irwan
72
Ajal yang bahagia
73
Rahasia Dokter Kenma
74
Selalu Bucin
75
TAMAT
76
3021 HUMAN
77
HUJAN TELUH
78
TANTE GUE BOCIL

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!