Zidane berdiri di sebuah ruangan, dengan cipratan darah dimana-mana. Raut wajahnya seketika hanya berisi rasa takut, dia melangkahkan kakinya yang sudah telanjang. Manik netranya segera menunduk melihat ke arah sepasang kakinya yang berlumuran darah, begitu juga dengan kedua tangannya.
Zidane mencoba melihat kekeliling lagi, dia ingin berteriak tapi tak ada suara apa pun yang keluar dari dalam mulutnya. Sepasang kakinya terus dia gerakkan untuk menjauh dari ruangan mengerikan itu.
Tapi sebuah tarikan telah dirasakan oleh Zidane di pergelangan salah satu kakinya. Sebuah gengaman tangan yang berlumuran berdarah telah mengelayut mesra di sana.
Kedua kelopak matanya terbuka lebar, nafasnya terengah-engah. Iras ketakutan masih memenuhi wajah tampannya. Ternyata itu hanya mimpi Zidane.
Zidane merasa ada yang menindih salah satu lengannya, dia yang tengah berbaring di atas selembar kasur lantai itu pun segera menoleh ke arah lengan kanannya.
Seseorang tengah tertidur meringkuk di sampingnya saat ini, seketika Zidane tersenyum.
Ternyata Dokter Vanesa yang tertidur dengan kepala di atas lengannya, wanita cantik itu menghadap ke arah Zidane. Zidane terus memperhatikan wajah Dokter Nesa karena wajah cantik itu terlihat seperti wajah bayi yang sedang tertidur.
Zidane tak mengatakan apa pun, rasa kram mungkin sudah dia rasakan di salah satu lengannya itu sehingga Zidane mengangkat kepala Dokter Nesa.
Zidane meletakkan bantal yang ia pakai sebagai alas kepala Dokter Nesa. Kedua manik mata Zidane segera ia pejamkan lagi, kini dengan senyuman bahagia di wajah tampannya.
.
.
"Akhhhhhh" Nesa merasa tubuhnya sedang diserang oleh hawa dingin.
Rumahnya adalah bangunan yang kokoh tapi kenapa bisa ada angin yang berhembus ke arahnya pagi-pagi buta begini.
Dia pun meringkukkan tubuhnya tapi dia masih saja kedinginan, dia bergeser kesana ke mari sampai dia menemukan sebuah kehangatan.
Matanya masih terpejam tapi wajahnya tersenyum karena dia bisa melanjutkan tidurnya lagi. Karena kehangatan yang sangat hangat sudah direnguhnya kini.
.
Tapi ada yang aneh ini, pikirku dalam tidurku. Kuraba sesuatu yang hangat itu, kenapa aku merasa guling di kamarku berpermukaan kulit yang amat sangat lembut. Dia juga bisa bernafas, karena telapak tanganku kini sedang mengelus kulit manusia bersuhu hangat yang tak tertutupi sehelai benang pun.
Apa Gisna pindah kekamarku tadi malam. Tidak, aku tidak pulang. Aku tidur di rumah Zidane. Lalu kenapa???
Mataku segera kubuka, meski belek masih menutupi pandangan mataku aku bisa melihat dada bidang yang menghadap ke wajahku.
Ini gila!!!
Segera kumundurkan tubuhku dan kulihat pakaianku, dari ujung kaki sampai ujung rambut. Masih lengkap.
ffffyyyuhhhhh!!!
Aku selamat.
"Kau sudah bangun?" tanya Zidane, suaranya parau dan bau alkohol masih menyeruak dari mulutnya.
"Emmm" kataku.
Aku segera duduk dan kembali naik ke atas kasur, tempat tidur Zidane. Semalam aku tidur di atas ranjang dan Zidane di bawah. Kenapa aku bisa ada di bawah juga, apa aku terjatuh.
"Bagaimana kalau sarapan di sini sekalian!" kata Zidane.
Jjamkkanman, jjamkkanman, jjamkkanman. Kenapa di jadi lembut padaku???
Apa terjadi sesuatu di antara kami berdua???
Rasanya aku rela dibakar sampai hangus di neraka, asal aku bisa hilang dari dunia ini. Apa yang kulakukan semalaman dengan Zidane, kami tak melakukan hal-hal yang tak senonoh-kan.
Zidane sudah bangun dan segera menuju dapur, apa dia yang akan membuat sarapan. Sarapan, tentu mudah baginya membuat itu.
Aku pun kekamar mandi untuk cuci muka. Kamar mandi di rumah bujangan ini juga amat bersih dan terjaga. Meski gaya bangunannya Joglo hang klasik tapi kamar mandi di rumah ini dilengkapi dengan sower dan bathtub. Kamar mandi ini bergaya moderen.
Saat aku melihat wajahku di cermin wastafel aku melihat bayangan aneh di otakku.
Aku menginggat tingkahku semalam.
Akhhhhhhhhhh, goblokkkkkk
Aku bernyanyi dan menari dihadapan Zidane semalaman, kami juga sempat jalan-jalan ke pantai untuk menghilangkan mabukku. Tapi aku malah bertingkah seperti anak-anak.
Ternyata kebiasaan mabukku semengerikan itu, harusnya aku tak minum banyak-banyak.
Saat keluar aku sedikit mengendap karena Zidane tak dapat kulihat di dalam ruangan rumahnya. Aku berencana kabur, dan akan kuhindari mahluk bernama Zidane itu seumur hidupku.
Aku kembali ke halaman belakang untuk mengambil tasku, tapi pria itu ternyata sudah ada di sana. Dengan meja penuh dengan hidangan sarapan.
"Cepat sekali?" tanyaku, mau-tak mau aku duduk di hadapannya untuk makan.
Dia sudah susah payah menjagaku saat mabuk semalam, dia pasti sangat lelah. Dia juga memasak untuk kami, aku tak bisa menolak kebaikan semacam ini. Lagi pula aku juga dalam kondisi kelaparan saat ini.
"Aku hanya membuat sup ikan, kau suka?" tanya Zidane.
"Aku bisa makan apa pun, aku tak punya alergi apa pun!" jawabku.
Makanan di depanku terlihat sangat berkelas, aku seperti berada di Restoran Cina saat ini.
"Syukurlah, ayo cepat di makan!" suruhnya.
Kuperhatikan wajah tampanya yang tampak berseri-seri itu sambil makan, kenapa dia tampak sangat bahagia dan menahan senyumnya.
"Kenapa?" tanyaku.
Dia tersenyum tertahan. "Tidak ada." katanya. Tapi ekspresi di wajahnya tak bisa membohongiku.
"Maaf jika semalam menyusahkanmu!" kataku.
Dia pasti tertawa karena tingkah absrut yang kulakukan semalaman.
"Kau menghiburku, malahan!" kata Zidane dengan tawa.
Kuharap dia tersedak langsung meningoyyyy. Kenapa juga aku membawa dua botol wine, kan kalau berdua sebotol saja sudah cukup.
"Harusnya semua penduduk desa ini melihatmu semalam, kau menari menyanyi. Bergelantungan di tiang itu, kau lucu sekali!" kata Zidane dengan tawa yang mengelegar.
"Semua orang akan menggila jika mabuk!" kilahku.
Dia masih saja tertawa mengejekku, tapi hanya itu-kan yang kulakukan. Menari, menyanyi, gelantungan, guling-gulingan, aku tak melakukan lebih dari itu-kan.
"Ngomong-ngomong, selain itu apa lagi yang kulakukan?" tanyaku.
Dia terdiam sejenak matanya membidik erat ke arahku.
"Memang apa, kau masih punya tingkah absrut lain yang biasa kau lalukan ketika mabuk?" tanya Zidane.
"Tidak ada, mungkin aku melupakan sesuatu semalam!" kataku.
Setelah sarapan aku pamit untuk pulang.
Zidane berdiri dengan lambaian tangan ke arahku seperti anak kecil. Aku yang merasa aneh pun segera pergi meninggalkan dia.
.
Setelah kepergian Dokter Nesa, Zidane sedikit termenung.
"Ternyata dia melupakannya!" desah Zidane
.
Beberapa hari kemudian.
"Gisss cepat, kita akan terlambat!" teriakku dari luar kamar gadis perawan tua itu.
Tak ada jawaban yang dapat kudengar dari dalam kamar Gisna.
Aku pun mendorong gagang pintu kayu bercat putih itu. abocah tengik itu masih bermimpi ria di bawah selimut tebalnya.
"Oyyyy jam berapa ini!" seruku. Kugoyang-goyangkan tubunya di dalam selimut.
Tapi Gisna masih tak mau bangun. Akhirnya ku raih keningnya yang ternyata panas bara.
Tanpa banyak kata-kata aku segera ke dapur dan mengambil beberapa obat-obatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Gua nikah muda, hooyyy!!!
2021-09-22
0