Bulan Januari adalah bulan di awal tahun, bulan yang harusnya di isi dengan kebaikan untuk mengawali tahun. Agar semua berjalan lancar sampai di akhir tahun, tapi di bulan Januari tahun ini aku menghancurkan hidupku tanpa kusadari.
Semua berjalan tanpa kusadari, hingga aku mendapati bahwa apa yang kulakukan di bulan Januari awal tahun ini adalah keputusan yang tepat.
.
.
"Bukankah kau harusnya merekomendasikan dia untuk terapi?" tanya Dokter Kenma, dia adalah Dokter Kepala di Rumah Sakit tempatku berkerja.
"Ibu Novi baik-baik saja, Dokter! Dia hanya kurang tidur karena baru saja memiliki bayi!" jawabku dengan tegas.
"Kau ini bodoh atau bagaimana?! Kau membiarkan berlian hilang begitu saja!!!" lagi-lagi lelaki paruh baya itu berteriak padaku.
Aku baru saja mendapat lisensi Dokter Kandungan belum lama ini, dan orang ini sudah membentakku hampir seribu kali.
"Kau harusnya mendiaknosanya mengalami Hemoroid dan Baby blues. Agar dia bisa dirawat oleh Dokter lain juga di Rumah Sakit ini!" Dokter Kenma mulai menggertakkan giginya, tapi aku sama sekali tak takut.
"Dokter Vanesa kau ini adalah Dokter andalan di Rumah Sakit ini! Gajimu sangat besar untuk ukuran Dokter kandungan pada umumnya, jadi aku harap kau bisa memikirkan keuangan Rumah Sakit juga!" jelas Dokter Kenma, muka sengaunya kini mulai tambah serius.
Aku hanya tersenyum tak percaya saat Dokter Kenma mengatakan hal itu. "Keuangan Rumah Sakit?" tanyaku.
"Bukankah anda bilang bahwa saya Dokter andalan di Rumah Sakit ini?" tanyaku lagi.
Wajahnya yang khas karena Dokter Kenma lahir dari dua suku bangsa yang berbeda yaitu Jepang blasteran Jawa Tengah. Pupil matanya yang hitam legam itu menatapku tegas.
"Tentu saja!" katanya, tapi aku masih mendengar nada tak ikhlas dalam perkataannya.
"Kalau begitu anda tak punya hak untuk tak mempercayai diagnosa saya. Ibu Novi adalah pasien saya, dan saya akan tanggung jawab sepenuhnya akan kesehatan Ibu Novi!" ucapku tegas.
Bibir tipis itu tersenyum menyeringai kejam ke arahku, aku masih tak percaya jika aku pernah mengidolakan dan mendambakan pria ini di awal penempatanku di Rumah Sakit ini.
"Silahkan bertindak semaumu, Dokter Vanesa!" katanya dengan nada yang tak enak didengar.
Akhirnya Dokter keparat itu pergi dari ruanganku, dan aku bisa bernafas lega.
"Aku harus melawannya!" desahku tak tenang.
"Apa yang kulakukan adalah benar!" aku mencoba menenangkan diriku yang masih terguncang.
Ini pertama kalinya aku menjawab semua omelannya, meski aku tak pernah menuruti apa yang dikatakan Dokter Kenma tentang mendiaknosa pasien agar mengeluarkan uang lebih banyak. Tapi aku tak pernah menjawab semua nasehat kotornya itu secara langsung.
"Akhhhhhh!" desahku panjang, aku baru menyadari keputusan bodohku.
Harusnya aku diam saja.
.
.
.
.
"Apa?" aku terbelalak kaget.
Kini aku berada di ruangan Dokter Kenma, tepat 3 hari setelah hari perdebatan kami di ruanganku.
Pria berwajah tampan tapi tak tampan lagi menurutku itu, sedang duduk santai sambil mengotak-atik kayboard komputernya. Tentu saja di balik meja kerjanya yang mewah, dia adalah salah satu Dokter Kepala di Rumah Sakit ini.
"Apa alasan Dokter memindahkan Ibu Novi ke Dokter Herman?" tanyaku, wajahku pasti sudah amat merah sekarang. Karena aku bisa merasakan area wajahku memanas karena emosi.
"Bukankah kau sudah punya banyak pasien, berbagilah sedikit!" kata Dokter Kenma dengan nada santainya.
"Hehhhh...Saya mendapat banyak pasien karena kemampuan yang saya punya,
"berbagi?!
"Yang benar saja?
"Kembalikan Ibu Novi ke saya, kalau tidak!" kataku dengan nada emosi.
"Kalau tidak kenapa? Kau mau keluar dari Rumah Sakit ini?!" tantang Dokter Kenma.
"Anda pikir tak ada Rumah Sakit lain yang mau menerima saya?!" bentakku.
"Kalau begitu cobalah!
"Tak akan ada Rumah Sakit lain yang mau mengajimu sebesar kami!" kata Dokter Kenma dia terlihat masih santai tapi aku tau dia juga emosi saat ini.
"Saya tak akan mengunakan kemampuan saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan peri kemanusiaan, sekali pun saya di ancam.
"Itu adalah kalimat ke 5 dalam pasal 1 KODEKI 2012.
"Saya adalah seorang Dokter yang pernah bersumpah, dan saya tak bermaksut untuk mengingkari semua sumpah yang pernah kubaca itu!" kataku tegas.
Kulepas jas putih kebesaranku dan kulempar jas Dokterku di atas meja Dokter Kenma tanpa rasa sopan yang tersisa.
Akhirnya aku mengambil keputusan bodoh itu.
Aku keluar dari ruangan Dokter Kenma tanpa permisi, dan aku segera masuk kedalam ruanganku yang letaknya di sebelahnya.
Aku segera mengambil blezer hitamku dan tas tanganku yang kuletakkan di dalam lemari khusus. Aku sama sekali tak merasa sedih saat ini meski aku tau keputusanku ini akan kusesali, tapi aku harus melakukannya.
Semua Perawat dan Dokter lain tak ada yang berani menghentikan pertengkaran kami.
Hari itu aku pergi tanpa melihat mata sipit yang tajam milik Dokter Kenma, aku membenci dia. Entah kenapa aku sangat membencinya.
Apa hanya karena masalah Rumah Sakit, atau hal lain. Aku sedang tak mau berfikir tentang itu, tapi hal itu terus berputar di sekitar kepalaku.
Semua berawal dari undangan pertunangan itu, 3 bulan yang lalu. Awalnya aku tak peduli dengan setiap omelan Dokter Kenma, aku malah berharap dia selalu datang ke ruanganku setiap hari.
Tak apa aku diomeli sampe gendang telingaku meledak asal aku bisa melihat wajah tampannya itu. Aku benar-benar bodoh kan, iya aku sangat bodoh sampai tiga bulan yang lalu.
.
.
"Kau harus datang!" kata Dokter Kenma dengan nada datar.
Aku membaca undangan mewah berwarna merah itu, nama pria idamanku Kazume Kenma bersanding dengan Elza Miranda Hendarto. Seketika itu aku terpaku.
"Dokter mau menikah?" tanyaku dengan nada lirih.
"Bertunangan!" jawabnya.
Aku tak berani memandangnya karena mataku pasti berair sekarang, aku ingin menangis tapi tak mungkin didepan Dokter Kenma.
.
.
Dan Hari ini aku tak tau harus bagaimana, haruskah aku menangis, tertawa, atau bagaimana. Bagaimana aku bisa melupakan perasaan sebelah pihak ini, aku juga tak akan bisa menguburnya dengan cepat.
Kenapa dia tak kelihatan punya pacar, kenapa dia tak pernah bilang ke staf lain kalau dia punya pacar. Semua orang di Rumah Sakit bilang kalau Dokter Kenma tak punya pacar, itulah sebabnya aku berani menaruh hatiku padanya.
Seperti petir dan gemuruh yang beradu jatuh di siang bolong tepat menerkam di tengah-tengah dadaku. Hatiku seperti diterjang pesawat tempur yang berkecepatan sangat tinggi. Benar-benar tak bisa digambarkan, rasa sakit yang kuderita saat aku hadir dipertunangan itu.
Yang membuatku sakit hati di pesta itu adalah sebuah fakta, fakta bahwa Dokter Kenma begitu sangat mencintai uang.
Wanita bernama Elza Miranda Hendarto itu adalah putri dari pemilik Rumah Sakit tempatku berkerja. Wanita itu juga memiliki perawakan gendut, pendek dan wajahnya sangat parah padahal saat itu wajah Elza ditutupi dengan make up yang tebal.
Sial.....uang memang berkuasa.
___________BERSAMBUNG__________
Jangan lupa Vote, Komen dan Like ya teman-teman❤❤❤
Sudah sejak saat itu aku ingin kabur dari tempat ini, rasa patah hati yang kuderita karena Dokter Kenma sangatlah parah.
Aku bukanlah tipe orang yang suka melarikan diri dari kenyataan, tapi kali ini aku harus pergi. Aku harus pergi sebelum hatiku benar-benar hancur dan tak bisa diperbaiki lagi. Melarikan diri sebelum hancur....itu adalah jalan Ninjaku.
Aku sadar keadaanku sekarang ini sangatlah memprihatinkan. Dicabik-cabik hingga hanya tulang yang tersisa, tanpa direbus atau digoreng terlebih dahulu. Seperti itu mungkin gambaran rasa yang kini kuderita.
Kalau kalian nggak faham, nggak usah maksa buat faham. Aku aja yang mengalami ini semua bingung mau mengambarkannya seperti apa.
Intinya...Sakitnya tuh disini.
.
.
Aku masih berpacu dengan kemudi setirku, aku harus menghabiskan waktu sampai Gisna sahabatku pulang kerja.
Aku yakin jika aku pulang kerumahku sekarang aku hanya akan melamun panjang dan mungkin akan gila. Aku adalah wanita cantik yang sukses di usia muda, masa iya aku sakit jiwa hanya karena masalah sepele ini.
.
.
Usiaku sekarang 28 tahun dan Dokter Kenma adalah cinta pertamaku, jadi ini adalah kali pertama bagiku mengalami rasa yang dinamakan patah hati.
Aku menghabiskan waktu mudaku untuk belajar dan berjuang dengan keras, sampai di titik ini. Tapi tiba-tiba diriku terjerembab di dalam jurang yang dalam, jurang cinta.
Eitstttttttt....Cinta memang hal yang paling mengerikan.
.
.
.
.
"Jadi apa rencanamu selanjutnya?" tanya Gisna, sahabatku sejak SMP itu sudah duduk manis di depan mataku.
"Entahlah." desahku lemas.
"Masih banyak cowok lain di dunia ini selain Dokter Kenma, kau bisa cari lagi!" kata Gisna.
Sahabatku ini memang seorang wanita, tapi dia selalu bisa berfikir secara logis. Tak sepertiku yang selalu gampang terbawa perasaan.
"Aku tau." lagi-lagi aku menjawab dengan nada yang pelan.
"Kamu yakin nggak butuh Psikolog?!" tanya Gisna dengan nada mengejek.
"Aku nggak gila, Gis." aku yang yang biasanya langsung nyolot ketika di ejek pun hanya bertingkah lempeng.
"Elu bener-bener udah gila, Van!" ujar Gisna.
"Mungkin!" fikiranku seakan kembali ke malam pertunangan Dokter Kenma lagi.
Padahal sebelum berangkat ke pertunangan itu aku sudah bersumpah. Jika tunangan Dokter Kenma lebih cantik dari aku, maka aku akan ihklaskan saja dia. Tapi jika wanita yang akan mendampingi Dokter Kenma itu jelek, maka aku akan merebutnya dari wanita itu.
Aku benar-benar tak habis pikir kalau ternyata Dokter Kenma mau menjual jiwa dan raganya hanya untuk posisi di Rumah Sakit dan kekayaan. Aku patah hati bukan karena tak bisa memiliki pria tampan itu. Tapi aku patah hati karena pria yang kusukai ternyata mata duitan.
"Sebaiknya kau ambil cuti saja!" nasehat Gisna, kami masih duduk berhadapan di sebuah cafe dengan nuansa klasik yang eksotis.
"Aku akan keluar!" kataku dengan nada tegas.
"Kau gila?! Rumah Sakit Hendarto adalah Rumah Sakit terbesar di kota ini." ujar Gisna.".... yakin mau keluar?"
"Aku selalu merasa sakit kalau melihat wajah Dokter Kenma yang tanpa dosa itu,
"Dia merasa dia adalah orang paling benar!!!
"Ok! Nggak papa kalau dia menjual dirinya ke Hendarto Grup!
"Tapi apa dia pernah berfikir bagaimana perasaan pasien-pasiennya yang selalu mengeluarkan biyaya yang tak masuk akal.
"Dia itu Dokter bukan pedagang!" akhirnya semua unek-unek di hatiku keluar juga.
"Aku tau, kamu paling nggak suka hal semacam itu!" kata Gisna berbisik. "Tapi pelankan suaramu!!!" gertak Gisna dengan nada rendah yang dia tekan.
Seketika aku melihat ke sekelilingku, suasana cafe menjadi semakin ramai setelah malam. Dan hampir semua pasang mata di tempat itu sedang menatap ke arahku dengan tatapan yang tajam. Mereka pasti mendengar semua kalimat yang baru saja kucecarkan untuk Hendarto Grup.
Hendarto Grup adalah sebuah perusahaan medis terbesar di negara ini, dan mungkin kariawan yang mereka punya adalah puluhan ribu. Salah satu dari puluhan ribu itu pasti ada yang duduk di kafe ini, tanpa sengaja telah mendengar apa yang baru saja kuucapkan. Dan jika ada yang merekam, habislah aku.
Seketika aku menunduk malu, serasa aku adalah gajah di tengah kawanan semut. Tubuhku membesar dan tubuh mereka mengecil, aku sama sekali tak berani bergumam sedikit pun.
"Jadi gosip tentang Dokter Kenma itu adalah benar?" seseorang tiba-tiba bertanya dan duduk nimbrung di meja kami.
Manik mataku dan mata Gisna terbelalak seakan mau melompat, saat tau siapa yang kini duduk mengisi salah satu kursi yang dari tadi kami biarkan kosong.
Dia adalah Dokter Yesi, Dokter yang juga bekerja di Rumah Sakit Hendarto. Dokter wanita ini mempunyai jabatan setara dengan Dokter Kenma, dia adalah Dokter kepala bagian IGD.
"Gosip apa ya, Dok," gumam Gisna yang sudah memasang wajah sok bodohnya.
Gadis keturunan sunda tulen itu sempat-sempatnya mengedipkan sebelah matanya padaku. Bukan karena ingin merayuku yang pasti, dia mengedipkan matanya untuk memberi tanda bahwa 'jangan banyak bicara atau kamu akan mati'.
Kutelan Saliva yang menumpuk di dalam ronga mulutku, rasa penyesalan mulai menjalar di setiap syaraf yang menghubungkan setiap sel di dalam tubuhku. Harusnya aku tak membicarakan hal semacam ini di tempat umum.
"Dia sudah seperti itu sejak masih kuliah, kalian tak perlu kaget!" kata Dokter Yosi.
"Maksut Dokter?" tanya Gisna dengan raut wajah yang sudah berubah lagi menjadi sangat antusias.
Dasar tukang gosip.
"Kenma itu lahir di keluarga yang berada, tapi mereka bangkrut!" ujar Dokter Yosi.
Ini yang dinamakan botol ketemu tutupnya. atau Suatu golongan akan mengenali golongannya tanpa harus berkenalan.
"Bangkrut?!" Gisna mulai mengeluarkan ekspresi lebaynya.
"Semenjak saat itu, Kenma menghalalkan segala cara untuk menjadi Dokter!"
Aku tak bisa tak ikut mendengar percakapan penuh mitos dan prasangka itu. Apa lagi ini tentang pria yang pernah bertahta di hatiku.
"Boleh aku mengumpat?" tanya Gisna, dengan wajah marah yang lagi-lagi sangat lebay.
"Silahkan, pria seperti Kazume Kenma itu memang harusnya dikutuk menjadi batu!" kata Dokter Yosi, ekspresi bahkan lebih lebay dari Gisna.
"Tapi...bukankah dia mendapat banyak penghargaan karena Dokter Kenma sangat pintar?" tanyaku.
"Dia pintar!!! Sangat pintar! Tapi dia lelaki yang jahat." ekspresi pengunjing yang sarkas Dokter Yosi, seketika melemah saat menyebut kata jahat.
Ternyata dia korban Dokter Kenma juga.
Aku bisa faham perasaannya, aku akan membiarkan kau mengutuk dan mengatainya sepuas hatimu di depanku Dokter Yosi. Tuangkan emosimu itu tanpa ragu, karena aku juga membencinya.
Hati wanita yang emosi hanya akan reda dengan tangisan atau dengan mencurahkan isi hatinya secara bar-bar kepada sahabatnya.
____________BERSAMBUNG__________
Jangan lupa Vote, Komen dan Like ya teman-teman❤❤❤
Aku memandangi layar ponselku tanpa henti, gerakan naik dan turun jemariku di layar datar itu seolah bisa membantuku merubah jalan hidupku. Aku hanya punya 1 harapan saat ini, aku ingin Dokter Kenma meminta maaf padaku dan memohon agar aku kembali ke Rumah Sakit.
Harapan memang tak pernah sesuai dengan kenyataan. Orang arogan yang mata duitan seperti Dokter Kenma tak akan pernah melakukan itu meski lehernya dikalungi oleh sebilah pisau. Dan bodohnya aku masih duduk di sini menanti hal yang tak mungkin menjadi itu.
Rasa penyesalan sudah menumpuk di dalam hatiku, meski aku tau bagaimana cara memperbaikinya tapi aku tetap diam.
Entah aku tak ingin memperbaikinya.
Atau.
Aku takut menghadapinya.
Meski aku ingin lari, aku harus lari kemana. Jika aku ingin tetap tinggal, apa yang ingin kupertahankan. Aku bingung, dan aku baru sadar jika aku tak punya siapa pun. Tepatnya aku tak ingin punya siapa pun.
.
.
Kluntiangggggg
Ponselku akhirnya berbunyi.
Secepat kilat kusahut benda berwarna glod rose yang tipis itu.
Manik mataku melebar, aku baru ingat kalau ini adalah bulan Januari. 18 Januari, adalah hari ulang tahun mendiang ibu kandungku.
Ponselku berbunyi bukan karena pesan, tapi karena penanda waktu untuk ulang tahun mendiang ibuku.
Aku segera berdiri. Langkah kakiku berhenti di depan rak di ruang TV rumah ku. Aku membuka salah satu laci yang paling bawah dan kuambil album foto bersampul coklat tua yang usang.
Aku membawanya ke sofa, ku buka lembar demi lembar tebal itu. Album ini adalah album foto ibuku, aku dan ayahku. Foto-foto yang ada di dalam buku album ini diambil saat kami berlibur ke sebuah daerah pesisir yang cantik.
Itu adalah hari terakhir aku bersama ibuku, setelah dari tempat yang cantik itu ibuku tak bisa bangun lagi dari ranjang Rumah Sakit. Ibuku meninggal satu bulan setelah hari bahagia itu.
Pantai Ngobaran, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
.
.
.
.
Aku berkendara dengan mobil BMW ku sendirian untuk sampai ke Pantai Ngobaran. Pantainya sama sekali tak berubah hanya semakin ramai dengan pengunjung.
Karena aku berangkat siang kemarin aku sampai di pantai ini pagi menjelang siang. Setelah 15 jam aku menyetir sendirian akhirnya aku sampai juga di tempat indah ini.
Aku merasakan bau anginnya masih sama seperti dulu, terumbu karang yang indah dapat kulihat dari pingir pantai ini karena airnya yang jernih kebiruan yang indah.
Kulepas heels coklat yang kupakai lalu kutenteng sepatu merek Chanel itu di tangan kanan ku, aku ingin merasakan sensasi berjalan di atas pasir seperti ketika aku masih kecil dulu.
Ada beberapa wisatawan asing yang melakukan aktifitas snorkeling didampingi oleh salah pemandu wisata mereka. Semua orang yang ada di tempat ini terlihat sangat ceria dengan senyum lebar yang menghiasi wajah mereka.
Seandainya setiap hari aku bisa melihat ini.
Aku juga tak bisa berhenti tersenyum saat ini, tiba-tiba saja hatiku merasakan perasaan damai yang tiada habisnya. Aku benar-benar ingin berada di sini untuk waktu yang lama.
Kenapa aku tak punya tempat untuk pulang, ayahku menikah lagi setelah kematian ibuku dan aku tak ingin menjadi orang ketiga di dalam rumah tangga mereka. Anak perempuan dari pihak lelaki adalah penguasa setelah ibunya meninggal, hal itu selalu menjadi pertengkaran di antara ayah dan ibu tiriku.
Sebab itu setelah lulus SMA aku memutuskan tinggal sendiri dan memilih kampus yang jauh dari tempat tinggal ayah, aku tak mau menggangu kebahagia mereka.
Karena semua orang berhak bahagia.
Tampaknya, kecuali aku.
"Nona!!!
"Hayyyy cewek berbaju kuning!" teriak suara maskulin dari arah belakang ku.
Aku segera berputar karena saat ini aku mengenakan baju berwarna kuning.
Stop, apa dia manusia...
Kenapa dia seperti seseorang yang berasal dari planet lain.
"Ini sepatumu kan?" tanyanya, pandanganku segera beralih dari wajah tampan itu ke arah tangan kirinya.
"Iya....
"Akhhhhhhhhhh
"Aku meninggalkannya! Trimakasih!" segera kuambil sepasang sepatu itu dari tangan pemuda itu.
Dia memutar tubuhnya tanpa menyahut perkataanku, dia pergi meninggalkan gadis cantik yang bertalenta sepertiku seorang diri di tengah pantai indah ini.
Aku hanya bisa tersenyum kosong, dan tak percaya dengan situasi ini sampai aku mendengar suara burung gagak sebagai background suara.
Kakkkkk kyakkkkk kakkkkk kakkkk
Seorang Vanesa Intan dicuekin cowok.
.
.
Hari menjelang siang, dan aku lapar. Aku pergi dari area Pantai Ngobaran menuju di mana aku memarkirkan kendaraan mewahku.
Saat aku hendak menyebrang jalan menuju parkiran, aku melihat beberapa orang bergerombol merubung sesuatu.
Mataku kembali terpaku saat aku melihat wajah manis itu lagi, wajah lelaki yang sangat baik hati tadi. Pria yang telah mengembalikan sepatu bermerekku, entah dia tak tau kalau sepatu ini mahal atau karena dia memang orang yang baik. Entahlah, aku hanya yakin kalau dia baik karena wajahnya itu.
Lagi-lagi aku menilai orang dari wajahnya.
Wajah pria muda itu tampak cemas, dia sedang membopong seorang wanita yang terlihat hamil. Aku juga bisa melihat noda darah di baju wanita hamil itu.
Insting Dokterku pun membuat tubuhku berjalan mendekati arah pria itu membawa ibu hamil itu.
"Apa yang terjadi?" tanyaku.
"Minggir, kamu nggak tau kondisi ya?!" bentaknya.
"Saya adalah Dokter Kandungan, kelihatannya ibu ini mengalami benturan di area perutnya sehingga mengalami pendarahan!" diagnosaku. "Kita bawa ke Rumah Sakit terdekat saja!" lanjutku.
Karena melihat ibu muda itu tampak kesakitan sekali.
"Mas Wakil! Bawa saya ke tempat Mbah Miyah saja!" kata ibu muda itu dengan nada lemas.
"Siapa Mbah Miyah?" tanyaku.
"Dukun bayi di daerah sini.
"Kita butuh waktu tiga jam untuk ke Ruamah Sakit!" jelas lelaki yang di panggil Mas Wakil oleh ibu muda itu.
"Bawa ibu ini ketempat yang nyaman!" perintahku.
Mas Wakil yang tampan itu pun segera menuruti apa yang kuperintahkan.
Aku mengambil note book dari dalam tasku, sambil berjalan setengah berlari aku menulis beberapa alat medis dan obat-obatan yang mungkin bisa kugunakan untuk menolong ibu muda itu.
Mas Wakil membawa ibu hamil itu kesebuah rumah warga.
"Yaaaa ampun Nia....Kenapa dia!" pekik ibu pemilik rumah itu.
Apa ibu ini keluarganya, aku sama sekali tak tau. Mungkin iya. Karena tanggapannya yang sangat ramah, dan segera membukakan korden kamar tidurnya agar Mas Wakil bisa menidurkan Ibu Nia dengan nyaman.
"Tolong pergi ke Apotik dan beli apa yang kutulis di kertas ini!" perintahku pada Mas Wakil.
Aku segera masuk ke dalam kamar bilik yang sempit itu dan segera ku periksa denyut nada Ibu Nia dengan cara manual, karena aku tak membawa stetoskop.
Denyut nadi Ibu Nia masih normal, tapi darah dari dalam kandungannya masih saja mengalir.
"Bagaimana ini, Nia...." Ibu pemilik rumah mulai merintih sedih.
____________BERSAMBUNG___________
Jangan lupa Vote, Komen dan Like ya teman-teman❤❤❤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!