Visual Kazume Kenma
"Jangan menjodohkan orang dengan semaumu! Aku dengan Zidane itu tak mungkin terjadi!!!" bentakku.
"Kenapa?"
"Kamu nggak lihat, aku dan dia itu bagaikan Bumi dengan Pluto!"
"Jauh amat?" seperti biasa anak eror itu menyela perkataanku dengan seenak jidatnya.
Aku benar-benar sangat kesal dengan sikap Gisna tadi. Entah kenapa kebiasaan ceplas-ceplosnya menjadi semakin parah saja.
"Karena kita hanya boleh punya satu, kita harus benar-benar memilih calon suami kita. Jangan sampai setelah menikah kita baru merasa salah pilih!" jelasku.
"Bukannya lagi tren kawin-cerai." Gisna benar-benar sedang berada di mode kampret pagi ini. Otaknya benar-benar tak bisa menyaring perkataan yang kukatakan.
"Serah kamu lahhhh!" akhirnya aku bosan juga berbicara dengan Gisna.
"Bukankah kamu terlalu serakah jika membuat garis seperti itu, suamimu harus pria yang benar-benar sempurna!
"Apa kau tak belajar dari pengalaman mu dengan Dokter Kenma?
"Manusia itu tak ada yang sempurna. Kamu, aku atau Zidane pasti punya kelemahan dan kelebihan.
"Karena itu ada istilah yang disebut dengan cinta, pemersatu perbedaan!" celoteh Gisna.
"Aku mau menasehatimu...Tapi kenapa ujung-ujungnya aku yang kamu nasehati?!" bentakku.
"Aku ini lebih tua 2 tahun darimu, Nes. Wajar jika aku lebih positif!"
"Terserah!"
Begitulah persahabatan, selalu meributkan hal kecil yang tidak ada artinya. Berdebat sampai saling marah, tapi cepat mereda dengan hal-hal kecil.
Ada pepatah yang bilang 'mempunyai satu sahabat yang baik sama dengan mempunyai 10 pacar'. Aku percaya ungkapan itu, bagiku Gisna adalah sahabat, kakak, dan temanku.
Terkadang dia akan jadi sosok ibu yang bijak sana, kadang dia akan menjadi semanja kucing, kadang dia akan menasehatiku seperti nenekku. Terkadang dia juga sangat perhatian melebihi pacar, aku seperti punya segalanya saat di dekatnya.
Entah apa yang terjadi padaku jika dia tak di sampingku, dia kawan yang sudah seperti saudara sedarah bagiku.
.
.
.
.
Terik matahari semakin menyengat, membakar semua yang terpapar oleh sinarnya. Langkah gontai itu seakan di iringi oleh alunan musik slow yang bermelodi menenangkan.
Setiap langkah yang baginya sangat berarti, setiap hembusan nafas yang baginya sangat penting. Dia seorang yang tak bisa kita tebak hanya dengan mengenalnya.
Pria muda yang ramah, serba bisa dan pemilik senyum manis itu kini sedang menyapa para pedagang di pasar.
Penganguran paling bahagia di dunia siapa lagi kalau bukan Zidane Sebastian.
"Bagaimana kabar cucu kakek, apa dia baik-baik saja?" tanya Zidane pada seorang kakek yang menjajakan kerupuk di pingiran jalan arah kedalam pasar ikan itu.
"Baik kok Mas Wakil, biasanya kalau sore dia pasti vidio call sama saya!" jawab pria tua yang menjajakan kerupuknya dengan sepeda jengki jadul itu.
Lelaki tua dengan kulit coklat gelap karena terbakar oleh sinar matahari itu tersenyum bahagia saat Zidane menanyakan kabar cucunya yang berada di kota.
"Bener kan, Mbah. Kalau Embah bisa lihat wajah cucu Embah memalui ponsel!" Zidane juga tampak bahagia saat berbincang dengan pria tua itu.
"Sekarang apa-apa cangih ya Mas Wakil.
"Makasih ya Mas, kalau Mas Wakil nggak ngasih tau saya! Saya pasti belum bisa lihat cucu saya yang di kota!" ujar orang tua itu, tangan rentanya dia eluskan ke bahu Zidane yang bidang. Tanda apa yang telah Zidane lakukan untuk pria tua itu sangatlah berarti.
"Jika Mbah butuh bantuan, telepon saya! Jangan lupa!" kata Zidane, dengan nada memerintah yang bersahabat.
Terkadang apa yang kita anggap sederhana dan biasa, bisa menjadi sangat penting dan berarti untuk orang lain.
Sekali-kali ulurkan tanganmu, meski bukan harta yang engkau berikan. Tapi perhatianmu untuk seseorang terkadang bisa menjadi sebuah obat untuk orang lain.
.
.
"Miyah!" teriak Zidane, saat pria muda itu melihat sosok wanita tua yang memakai pakaian tradisional Jawa di dalam pasar.
Mbah Miyah segera mencari asal suara Zidane yang sangat dia hafal itu. Suasana keramaian pasar yang sangat sibuk sepertinya tak membuat Mbah Miyah bisa salah dengar dengan suara maskulin Zidane yang khas.
"Kau ada di sini?" tanya Mbah Miyah setelah melihat wajah Zidane yang sumringah.
Pria muda yang sangat tampan itu berjalan cepat memghampiri di mana posisi Mbah Miyah yang terlihat sedang berbelanja.
"Kenapa nggak bilang aku? Kan bisa ku antar Miyah sayang!" lagi-lagi pria muda itu mengatakan rayuannya pada wanita tua di hadapannya.
"Akhir-akhir ini kamu kan sibuk. Wanita tua ini tak mau mengganggu, bocah sibuk seperti mu!" Nenek yang berusia di atas 70 tahun itu tampak agak marah pada Zidane.
"Aku nggak sibuk sama sekali!" Zidane yang sangat pengertian segera sadar dengan perkataan nyolot Mbah Miyah.
"Benar, Ibu Dokter yang waktu itu menolong Ndok Nia di rumah Ibu Tari mau buka klinik di sini?" tanya Mbah Miyah.
"Iiiiyyyyaaa" Zidane tampak tak mau membicarakan hal itu dengan Mbah Miyah.
"Baguslah, di desa kita hanya ada aku yang tua ini. Semoga Bu Dokter itu betah di sini!" celoteh Mbah Miyah.
Sikap kalem wanita tua itu membuat Zidane sedikit kaget, Mbah Miyah yang bar-bar dan selalu membuat masalah dengan Dokter yang dikirim ke puskesmas tiba-tiba bisa berubah jinak seperti sekarang.
"Apa Miyah sedih?" tanya Zidane.
"Kenapa sedih, lagian aku sudah tua! aku tak akan sanggup untuk menolong setiap warga desa yang mau melahirkan!" di balik kata-kata bijaksana itu tersimpan derita yang tak bisa dirasakan oleh orang lain.
Mbah Miyah yang dulu menjadi dukun bayi andalan sekampung mungkin akan dilupakan oleh semua orang.
Terlihat jelas dari raut mukanya, wanita tua itu takut disingkirkan. Tapi dia juga sudah cukup renta untuk melakukan pekerjaan penuh resiko itu seorang diri.
"Sekarang Miyah-ku akan lebih punya banyak waktu santai. Bagaimana kalau Myah yang cantik mengunjungi Kak Harto yang di kota!" usul Zidane.
"Memang sudah lama, aku harus menghubunginya nanti dan bilang aku mau berkunjung!"
Wanita tua itu segera menyembunyikan rasa sedihnya, entah karena tak mau terlihat menyedihkan oleh Zidane atau dia memang sudah di kondisi hati yang bagus karena memikirkan keluarga putra semata wayangnya yang sudah hidup sukses di kota.
Zidane juga merasa lega, akhirnya wanita tua yang sudah seperti neneknya sendiri itu bisa berpikir secara terbuka.
Keranjang belanja yang di tenteng oleh Mbah Miyah pun kini sudah berpindah tangan ke tangan Zidane. Lelaki muda yang super sibuk itu berencana untuk meluangkan sedikit waktunya untuk menemani Mbah Miyah belanja kebutuhan sehari-harinya.
.
.
Hidup itu bukan melulu tentang uang dan kesuksesan.
Kadang cinta dan kebersamaan juga penting, bahkan orang Jawa selalu bilang 'makan nggak makan asal kumpul'.
Bagi sebagian orang mungkin itu adalah istilah yang terdengar bodoh, tapi keluarga itu seperti garis finish di dalam lomba lari maraton. Seberapa jauh kau berlari untuk mengejar impian dalam hidupmu tapi saat kau kelelahan pasti akan mencari garis finish itu untuk bersandar.
Keluarga akan selalu ada dan dengan hangat akan menyambutmu setiap kau datang. Tanpa pamrih tanpa imbalan mereka akan tersenyum ramah saat melihat kedatanganmu di garis finish itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
first love lin yanjun💕
kenma kenma si ahli pedang takeru satoh
2021-09-30
0
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Ini pake Pop siapa sih sebenernya...??
2021-09-14
0