Derajat

Setelah kami melewati hutan belantara yang cukup luas, kendaraan kami akhirnya memasuki kawasan perkampungan dengan hawa yang lebih sejuk.

Dari udara yang kuhirup, aku bisa merasakan bau pantai mulai berhembus ke arahku. Mataku yang selalu berbinar saat melihat keindahan perkampungan pesisir ini.

Pemandangan di sini seakan tak punya cela, warna biru yang dominan ketika siang hari. Langit yang cerah, dengan laut yang indah, suara burung yang selalu berkicau ria di sepanjang hari. Tempat yang terlalu indah untuk disebut dengan kampung.

Warna merah ke emasan di langit senja kali ini menghipnotis mataku, hingga tanpa kusadari sepeda motor bebek yang kami kendarai berhenti di pinggir jalan.

"Ada apa?" tanyaku.

"Kurasa bengsinnya habis!" kata Zidane dengan nada santai sekali.

Jarak antara Desa ini ke Desa kami masih terlalu jauh dan kami sama sekali tak punya uang. Apa kami akan berjalan kaki dari sini sampai ke Desa kami.

Zidane turun dari motor, aku hampir mau tertawa terbahak-bahak karena baju dan celana yang dia pake. Tapi entah kenapa kemeja pink dan celana coklat yang ngegantung itu sama sekali tak mengurangi ketampanan yang dia punya.

Dia melepas hlemnya seperti cowok-cowok begajulan di sinetron-sinetron remaja. Pria tampan berbadan atletis itu juga masih sempat mengibaskan rambutnya yang memang agak panjang itu. Dan aku hanya bisa menelan saliva di rongga mulutku, saat melihat betapa maskulinya pria berkemeja pink di depanku. Tiba-tiba saja matanya mengarah ke arahku, lalu menatapku penuh penekanan.

Aku yang merasa ketahuan telah menikmati ke goodlookinganya tanpa permisi, segera kualihkan pandanganku dari sosok sempurnya.

Tapi entah setan apa yang merasukinya, dia melangkahkan kakinya mendekatiku. Kita sedang ada di pinggir jalan yang cukup ramai, meski tak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Tapi pasti ada mata manusia yang melihat aktifitas kita sekarang. Apa yang mau dia lakukan terhadap diriku ini.

Tentu saja jantung ini sudah berdetak sangat kencang, karena kini wajah kami saling berhadapan. Tak sampai 30 cm jarak wajah kami sekarang, dan hal itu sukses membuatku terpaku membeku tanpa dalih dan argumen.

"Kamu nggak turun." gumamnya.

"Hehhhhhhh."

Dijarak yang amat sangat dekat itu, Zidane memalingkan wajahnya ke arahku dan mata kami saling bertautan pandang.

"Kalau kamu di atas motor terus, kita nggak bisa jalan." katanya.

Aku baru sadar tubuhku masih berada di atas motor lengkap dengan helm di kepalaku.

"Maaf!" kataku aku pun segera turun.

Wajah tampan itu terlihat kembali songong sekarang. Kutu kupret.

Aku berjalan mengekori dia yang sedang berusaha keras mendorong motor metik itu. Jalanan memang agak menanjak, dia pasti agak kesulitan.

Dari otot-otot tangannya yang nenegang, serta wajahnya yang dari tadi selalu hanya melihat di depan. Dia memang sedang kesusahan, tapi dia sendiri-kan yang ceroboh. Aku sih tak melakukan apa pun.

Langit semakin menguning indah, tanda hari sudah semakin sore dan malam akan menjelang. Sudah sekitar 5 menit kami berjalan menyusuri jalan aspal itu.

Zidane tiba-tiba menghentikan langkahnya, sepontan aku juga menghentikan langkahku.

Dia membalikkan wajahnya padaku, lagi-lagi wajah tampan yang kelelahannya menyerbu kornea mataku.

"Kenapa?" tanyaku salah tingkah.

"Sebenarnya akan lebih mudah jika kamu bantu aku dorong motornya!" kata Zidane.

"Aku?" tanyaku. Aku tak sudi mendorong motor dengan pria berkemeja pink bunga-bunga, kalau anda mau tau.

"Memang siapa lagi?" Zidane mengatakannya dengan nada kesal, tapi wajah kesalnya juga masih tampan.

"Letak pom bengsin masih 10 menit lagi, jika di tempuh dengan berjalan.

"Jika kamu membantuku mendorong, paling tidak orang tak menganggap kita seperti pasangan yang bertengkar!" jelas Zidane.

"Siapa yang pasangan?!" aku segera menjawabnya dengan nada tinggi.

Lelaki tampan itu hanya melihat ke arahku, terpaan sinar matahari senja di wajahnya membuatku sedikit tertegun. Karena terpaan sinar kekuningan itu membuatnya jauh lebih tampan.

"Apa kau menyukaiku?" tanyaku.

Dahinya berkerut dan matanya masih intens memandang ke arahku.

"Kenapa kau beranggapan begitu?" tanya Zidane.

"Kau berharap jadi pasanganku?" tanyaku aku maju beberapa langkah di hadapannya.

"Tidak, aku hanya....yaaa pikiran orang siapa yang bisa menebak!" kilahnya.

"Syukurlah, jika pun kau punya pikiran begitu. Cepat buang!

"Kita itu tidak selevel!" kataku.

Aku segera berjalan duluan dan dia mengikutiku.

"Apa maksutmu, tidak selevel?" tanyanya, dia mulai mendorong motor petugas Polisi itu sejajar dengan langkahku.

"Bahkan secara kasat mata kita jauh berbeda!" kataku.

Akhirnya dia memandang penampilan dirinya saat ini.

"Kenapa orang-orang hanya menilai seseorang dari penampilannya saja?"

"Lalu kita harus menilai seseorang dari apanya?"

"Perbuatannya, apa aku pernah berbuat jahat padamu?

"Bukannya aku mau jadi pacarmu atau apa-lah itu.

"Jangan menilai seseorang hanya dari penampilannya saja, banyak orang jahat yang berbaju bagus. Banyak orang yang baik tampil seadanya.

"Masalah derajat, bukankah manusia dilahirkan dengan cara yang sama. Manusia lahir dan mati sama-sama tak akan membawa apa pun!" kata Zidane.

"Ini 2021 semua dinilai dengan mata uang!" jawabku.

"Ternyata hanya penampilanmu saja dewasa, tapi cara berfikirmu sangat dangkal!" celetuknya.

"Apaaaa?!"

Tapi saat aku akan melanjutkan perkataanku dia sudah berbelok ke dalam pom bengsin.

Aku tak percaya ada manusia seperti Zidane yang tumbuh di muka bumi ini. Dia hanya orang desa yang tak tau dunia luar, bisa-bisanya dia mengataiku berpikiran dangkal.

Dia hanya tau hidup di desa, mana dia tau jika hidup di ibu kota itu sangat kejam. Bahkan setiap hari kau seperti di medan perang , jika kau tak memperkuat diri dengan jubah perang maka kau hanya akan jadi bulan-bualanan orang lain.

Aku pun mengelus jubah perangku yang berwujut jas Dokter yang masih kukenakan.

Dia tak tau betapa sulitnya perjuangan yang kualami, dia tak tau bagaimana kerasnya usaha yang kulakukan untuk menanjak di titik ini.

Akhirnya pria berbaju pink aneh itu sudah bisa menyalakan motornya, dia segera memacu bebek besi itu ke arahku. Aku masih bisa melihat raut kesal di wajah tampannya, tapi aku juga masih kesal terhadapnya.

Kami berkendara pulang tanpa mengucapkan apa pun lagi, kami berdua sama-sama tersingung pastinya.

Karena hari sudah sore Zidane langsung mengantarku ke rumahku. Saat menurunkanku pun dia tak begitu ramah seperti biasanya. Kenapa dia tersingung dengan ucapan kebenaran seperti itu.

Bagaimana dia akan bertahan hidup dengan mental yang melempem seperti itu.

Malam itu aku tak bisa tidur dengan nyenyak, aku masih memikirkan apa yang tadi kubahas dengan Zidane di jalan. Alhasil aku terjaga sepanjang malam dan mataku jadi bengkak.

"Ada yang kau pikirkan?" tanya Gisna di perjalanan kami menuju klinik paginya.

"Tidak!" kataku.

Tapi tak seperti biasa kami malah berpapasan dengan Zidane di jalanan pasar.

"Mas Wakil!" teriak Gisna.

Terpopuler

Comments

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт

Yg ndeso bukan Zidan, tapi elu, Set!!
Lagak lu sombuwong!!
padahal cuma ikan teri.

2021-09-19

0

lihat semua
Episodes
1 Uang
2 Teman
3 Keluarga
4 Tetangga
5 Kehangatan
6 Panas
7 Petaka
8 Frustasi
9 Lisensi
10 Jalan Hidup
11 Garis finish
12 Penyelam
13 Komandan
14 Derajat
15 Rumahku
16 Mabuk
17 Rahasia
18 Payung
19 Menghindar
20 Misteri
21 Wanita lain
22 Dokter Mesum
23 Sinting
24 Wikipedia
25 Mati Lampu
26 Lambe Turah
27 Siswa SMU
28 Cemas
29 Ibu
30 Ketahuan
31 Awal petaka
32 Perasaan Aneh
33 Jatuh cinta lagi
34 Rekan Kerja
35 Mereka Bertiga Bertemu
36 Melepaskan
37 Zidane mencurigakan
38 Demi Gebetan
39 Kronologi Sebenarnya
40 Usaha yang sia-sia
41 Pernyataan isi hati
42 Menghadapi Musuh
43 Mencintai
44 Bercinta Semalam Suntuk
45 Kelegaan
46 Pernyataan Cinta
47 Takdir Yang Ajaib
48 Telolet-Telolet
49 Pertarungan Rival
50 Backstreet Menyakitkan
51 Kelewat Bucin
52 Dipingit
53 Malam Jumat
54 Rencana Warga Desa
55 Pikiran aneh
56 Cemburu
57 Romansa erotis
58 Kak Laras
59 Gaya Pacaran Irwan
60 Kerumah Camer
61 Pekerjaan Sampingan
62 Ada Yang Berdiri
63 Transaksi Ilegal
64 Pesta perayaan
65 Zidane dan Kenma
66 Kekacauan Di Ngobaran
67 Masa Lalu Zidane
68 Pulih
69 Hadiah Ulang Tahun
70 Arti Kata Maaf
71 Asal Uang Irwan
72 Ajal yang bahagia
73 Rahasia Dokter Kenma
74 Selalu Bucin
75 TAMAT
76 3021 HUMAN
77 HUJAN TELUH
78 TANTE GUE BOCIL
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Uang
2
Teman
3
Keluarga
4
Tetangga
5
Kehangatan
6
Panas
7
Petaka
8
Frustasi
9
Lisensi
10
Jalan Hidup
11
Garis finish
12
Penyelam
13
Komandan
14
Derajat
15
Rumahku
16
Mabuk
17
Rahasia
18
Payung
19
Menghindar
20
Misteri
21
Wanita lain
22
Dokter Mesum
23
Sinting
24
Wikipedia
25
Mati Lampu
26
Lambe Turah
27
Siswa SMU
28
Cemas
29
Ibu
30
Ketahuan
31
Awal petaka
32
Perasaan Aneh
33
Jatuh cinta lagi
34
Rekan Kerja
35
Mereka Bertiga Bertemu
36
Melepaskan
37
Zidane mencurigakan
38
Demi Gebetan
39
Kronologi Sebenarnya
40
Usaha yang sia-sia
41
Pernyataan isi hati
42
Menghadapi Musuh
43
Mencintai
44
Bercinta Semalam Suntuk
45
Kelegaan
46
Pernyataan Cinta
47
Takdir Yang Ajaib
48
Telolet-Telolet
49
Pertarungan Rival
50
Backstreet Menyakitkan
51
Kelewat Bucin
52
Dipingit
53
Malam Jumat
54
Rencana Warga Desa
55
Pikiran aneh
56
Cemburu
57
Romansa erotis
58
Kak Laras
59
Gaya Pacaran Irwan
60
Kerumah Camer
61
Pekerjaan Sampingan
62
Ada Yang Berdiri
63
Transaksi Ilegal
64
Pesta perayaan
65
Zidane dan Kenma
66
Kekacauan Di Ngobaran
67
Masa Lalu Zidane
68
Pulih
69
Hadiah Ulang Tahun
70
Arti Kata Maaf
71
Asal Uang Irwan
72
Ajal yang bahagia
73
Rahasia Dokter Kenma
74
Selalu Bucin
75
TAMAT
76
3021 HUMAN
77
HUJAN TELUH
78
TANTE GUE BOCIL

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!