Visual Vanesa Intan
Lagi-lagi aku dibangunakan dengan suara berisik yang mengisi penuh ruang telingaku.
Aku akan memberi saran untuk kalian yang akan berencana berlibur. Kemana pun kalian berlibur, kalian harus merencanakan liburan kalian dengan baik. Karena jika tidak liburan kalian pasti akan menjadi petaka, seperti liburanku kali ini.
Aku bukanlah tipe manusia yang suka hal-hal kejutan semacam ini, dan kejutan-kejutan yang kuterima di tempat ini sangatlah membuatku frustasi. Tak ada yang lucu, dan aku sudah mulai ingin marah saat ini.
Aku terbangun di lobi penginapan ketika pagi menjelang, aku membayar kamar tapi aku tidur di tempat terbuka di atas sofa usang di lobi. Bahkan Zidane si brengsek itu tak membangunkanku, aku adalah seorang gadis perawan dan dengan teganya dia membiarkanku tertidur di tempat ini. Bagaimana jika ada orang jahat yang mau menyelakaiku saat aku sedang tertidur.
"Udah bangun, Mbak?" tanya resepsionis yang kemarin kutemui saat aku sampai di sini.
"Sudah Mas." jawabku, aku masih saja berusaha sesopan mungkin. Jika orang Jakarta lain yang mengalami nasib senaas aku pasti mereka sudah mencaci maki semua orang di sini.
Dan yang kulakukan hanyalah menerima semuanya dengan lapang dada. Aku juga tak menyangka jika aku adalah wanita yang sangat baik hati, aku tak baik hati tapi aku hanya tak suka keributan.
Aku segera naik kekamarku dan bersiap untuk kembali ke Jakarta lagi. Aku harus secepatnya pergi dari tempat ini, atau aku akan gila.
.
.
Tok-tok-tok-tok
Suara pintu diketuk kasar oleh seseorang, seorang remaja lelaki masih mengeliat pelan di atas kasurnya.
"Siapa itu." remaja lelaki itu.
"Hoyyyyy, Fredi!" bentak seseorang dari jendela kamar remaja lelaki itu.
Fredi segera membelalakkan matanya yang masih belekkan itu ke arah jendela kamarnya yang sudah dibobol oleh seseorang.
"Akhhhhhh Kak Zidane." kata Fredi kesal.
"Bangun pemalas, ikut kerja bakti!" perintah Zidane dengan kasar.
"Males banget Kak." Fredi masih saja tak mau bangun dari atas kasurnya.
"Mau gue siram pake air, apa gue bilangin ke emakmu?!" tanya Zidane.
"Selalu ancamannya emak!" Fredi yang sudah merasa terpojok pun akhirnya mau bangun juga.
"Semua udah kumpul di Balai Desa. Cepet Pret!" kata Zidane yang masih bergelantungan ria di daun jendela kamar Fredi.
"Bawel banget sih kakak, udah kayak emakku aja!" Fredi sudah tak dapat menahan amarahnya segera melempar bantal baunya ke arah Zidane.
Tapi bantal kusam itu tak mengenai Zidane, karena obyek sudah berlari duluan sebelum bantal itu mendarat bebas di tanah halaman Fredi.
"Kak Zidane!!!" teriak Fredi yang menyaksikan bantal kesayangannya mendarat tak beraturan di tanah.
.
.
Lagi-lagi Zidane sudah berdiri tegak di pintu rumah seorang yang cukup terkenal di desa ini.
"Ganggu orang tidur aja, nggak tau ini hari apa?" tanya pria itu, dia sudah memasang wajah emosi bak Barongan Reok.
"Minggu." kata Zidane acuh tak acuh.
"Ini hari libur saya ini PNS!" kata lelaki pendek yang gendut itu dengan nada sombong.
"Meski pun bapak berpangkat Jendral, bapak tetap harus kerja bakti!" kata Zidane.
"Apa???
"Kerja bakti?! Saya nggak salah dengar?" tanya bapak itu mulai meremehkan.
"Iya!" kata Zidane masih sopan.
"Saya bayar denda saja!" kata bapak-bapak botak itu.
"Dendanya, 1 juta Rupiah!" kata Zidane.
"Kau mau merampok saya?!" bentak bapak PNS itu.
"Kalau saya mau merampok bapak, saya akan menghancurkan CCTV itu dulu.
"Denda sudah ditetapkan di perkumpulan warga. Makanya Pak, kalau ada perkumpulan datang!" nasehat Zidane.
"Ya udah, saya ikut kerja bakti aja!" meski memutuskan dengan emosi, akhirnya bapak-bapak buncit itu mau pergi kerja bakti juga.
.
.
"Saya lagi nggak enak badan, Mas!" kata seorang gadis muda yang tampak berdandan cukup menor.
"Benarkah?" Zidane sampai melotot melihat gadis belia itu. Bukan karena terpesona tapi merasa sangat aneh, orang sakit kok masih bisa dandan semenor itu. "Susi kamu nggak usah alasan!"
"Aku beneran sakit Kak Zidane! Coba pegang keningku, aku demam." kata Susi dengan nada sok manja.
Tanpa basa-basi Zidane segera mengeluarkan sebuah benda dari dalam tasnya. Dia mengacungkan benda berwarna putih itu kekening Susi. Dari benda putih bermoncong itu keluarlah lampu yang membidik lurus kekening Susi yang ditutupi poni jablay.
Tit
Benda itu berbunyi.
"Suhu tubuhmu 36,4°C, ini bahkan suhu di bawah normal manusia sehat!" kata Zidane, ternyata Zidane mengecek suhu tubuh Susi dengan termo gun.
"Akhhhhhhhhhh!" teriak Susi kesal.
Usaha yang baru saja dia kerahkan ternyata hanya sia-sia. Susi bangun pagi dan berdandan menor untuk membuat konten TikTok sebelum ibunya kembali dari pasar pun gagal.
"Jika begini kapan aku bisa terkenal?" tanya Susi yang berjalan malas di belakang Zidane menuju Balai Desa.
.
.
.
.
Aku sudah mengemas semua barang-barangku di dalam tasku. "waktunya pulang!" gumamku senang.
Segera aku melakukan cek out kemeja resepsionis. Sebenarnya aku agak risih dengan petugas resepsionis ini karena dia sangat amat lamban dalam melayani tamu-tamu yang bebarengan ingin cek out. Meski aku juga risih pada Zidane, intinya aku risih dengan semua yang ada di penginapan ini.
Saat aku keluar dari bangunan penginapan mataku langsung disuguhi oleh pemandangan laut yang indah. Entah kenapa rasanya cukup berat untuk melangkahkan kakiku meninggalkan tempat ini. Tapi aku harus segera pergi, tempatku bukan di sini.
Aku memasukkan tas bajuku kedalam bagasi belakang, dan aku hendak membuka pintu kemudiku tapi ponselku berdering.
Ternyata ponselku bergetar karena panggilan dari Gisna.
"Gawat Nessss!" katanya, tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.
"Gawat?" tanyaku bingung.
"Kurasa kita akan dituntut oleh Hendarto Grup!"
"Kenapa?"
"Vidio saat kita gibah di cafe XYZ ternyata disebar oleh seseorang, kamu periksa deh di internet!" jelas Gisna, perempuan itu tampak sangat kesal dan marah.
"Masa sih?" aku yang mendengar pun langsung merasa ketakutan setengah mati.
Karena jika vidio itu benar-benar disebar, maka karirnya sebagai Dokter Kandungan pasti akan musnah seketika. Hendarto Grup yang dikenal sangat kejam dengan para pekerjanya itu pasti akan menghancurkan hidupku sampai di titik yang tak bisa kubayangkan.
Saat aku membuka jaringan internetku vidio itu benar-benar langsung muncul di layar ponselku. Vidio yang berisi aib Hendarto Medis itu sudah ditonton oleh lebih dari 500 ribu akun.
"Ini gila!" gumamku.
"Matilah aku!" pekikku.
Saat ini aku hanya berharap, Tuhan mengirimkanku seorang malaikat yang dapat menolongku. Aku berharap orang itu dapat membawaku pergi dari negara ini.
"Bu Dokter belum pulang?" tanya Zidane yang tiba-tiba langsung nongol di depan hidungku.
"Akkkkkk, Yaaa Tuhan!" pekikku kaget.
Tapi wajah tampan itu, dengan rasa tak bersalah hanya memandangku dengan senyuman yang sangat manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Ꮇα꒒ҽϝ𝚒ƈêɳт
Bah ... bah ... bah...
gibah gegabah.. jdilah musibah.🙄
2021-09-08
1