Chapter 8 - Petunjuk Mawar

Setelah sesi berbincang aneh dengan Hendrick. Juga jangan lupa ancaman Hendrick yang akan memenggal kepala Clara kalau dia berulah. Sekarang Clara masih berada di posisi yang sama setelah Avrim menggantikan Hendrick.

Clara membuka mulutnya dan langsung menelan bubur dinginnya. Dia disuapi oleh Avrim karena wanita tua itu masih cemas tentang kejadian semalam.

Avrim ingin mengorek informasinya secara rinci. Tapi akan sulit karena memang Clara baru saja bangun dari tidurnya.

"Ternyata Tuan Hendrick bisa bersikap romantis."

Karena perkataan Avrim, Clara jadi penasaran maksud Avrim yang sebenarnya.

"Apa katamu, Avrim? Si manusia berbisa itu bersikap romantis? Matamu pasti salah lihat!"

"Itu memang benar Nona. Saya melihatnya secara langsung, Tuan Hendrick memegang erat tangan gadis itu."

Avrim kembali memasukkan sesendok bubur pada mulut Clara yang terbuka lebar. Setelah menelan sepenuhnya, Clara lagi - lagi menjadi wartawan dadakan.

"Memangnya wanita mana yang bisa membuat dia seperti itu?" Tanya Clara dengan ejekan di dalamnya.

Saat melihat Clara, mendadak Avrim mengasihani Hendrick dalam hati. Mungkin pria itu akan geram sendiri dengan sikap tak peka Clara. Namun Avrim memilih diam, kalau dibocorkan takkan seru.

"Tapi, Avrim. Aneh, ya. Tadi pagi aku disambut dengan sesuatu yang 'hebat'! Sayangnya itu hanya berlangsung sebentar saja. Sikap pria beracun itu juga jadi melembut saat aku baru bangun. Namun sifat menyebalkannya kembali lagi hanya dalam beberapa menit. Kesal sekali!"

Clara berceloteh dengan riang, terkadang marah, sedih atau mengejek. Yah, sejak saat itu Clara memang lebih banyak berekspresi. Avrim senang kalau Clara bersikap lebih terbuka padanya.

"Avrim."

Karena perubahana suasana yang tiba - tiba. Avrim menjadi sedikit terkejut. "Ada apa?"

"Apa yang akan terjadi, kalau aku ditelan sepenuhnya?"

Avrim tambah kaget. "Nona, itu takkan pernah terjadi! Saya yakin semuanya akan baik - baik saja. Jadi Nona jangan membuat saya merasa khawatir."

Clara tertawa untuk mencairkan suasana. Tapi tak urung kalau kekhawatirannya bahkan lebih besar dari Avrim. Segalanya tentang Clara tertutup begitu rapat, mungkin Clara perlu mengancam Duke Wayne lalu mendapatkan jawabannya.

"Saya permisi dulu, Nona."

"Baiklah."

Avrim pergi ke kamarnya, dia merasa kalau surat yang ia kirim sudah mendapatkan balasannya. Ia mengambil surat itu dari kaki merpati kemudian membukanya.

Avrim menghela napasnya. Padahal dia cukup merindukan kampung halamannya. Tapi Yang Mulia tuannya, memerintahkan dirinya supaya terus mengawasi gadis senjata ini.

"Senjata ini sudah berubah dari sifat aslinya. Bukankah itu berarti dosa Yang Mulia terdahulu juga sudah dimaafkan? Sudah tidak perlu lagi melakukan ini. Mengapa Yang Mulia terus saja merasa bersalah?"

...****...

Malam harinya. Clara yang memang sudah diizinkan untuk pergi keluar kediaman di malam hari, sekarang ia sedang duduk di taman yang dipenuhi mawar biru.

"Mawarnya tampak bersinar di bawah sinar bintang."

Clara memetik setangkai mawar dan membersihkan bunga itu dari durinya dengan hati - hati. Clara tak tahu, dia menyukai mawar biru karena memang suka atau pengaruh dari tubuh Clara asli.

Clara Scoleths memiliki bunga favorit dan itu adalah mawar biru. Karena itulah di novel volume terakhir, gambar sampul di light novel-nya adalah Hellen yang memegang pedang milik Clara Scoleths serta bunga mawar biru yang merambat di sekitarnya. Langit malam yang ditaburi bintang - bintang terbentang sebagai latarnya.

"Aku tak mengerti. Apa yang Clara Scoleths sukai dari mawar biru? Mengapa penulis memberi Clara kesukaan bunga yang begini. Padahal lebih bagus jika warnanya merah."

Clara menatap intens mawar biru yang sudah bersih dari durinya. Beberapa kali memutar bunganya, mencari sesuatu yang menarik dari bunga itu.

"Apa yang menarik dari bunga ini selain rupanya?"

"Apa yang menarik darimu selain rupamu?"

"Huh?"

Clara menengok ke belakang untuk tahu siapa yang mengatakan kata - kata kasar itu. Dan dia melihat seseorang dengan pakaian rapi juga kerutan di wajahnya.

Seharusnya ia tahu siapa yang mampu berkata begitu.

"Mengapa Duke ada di sini?"

"Ini kediamanku, mengapa kau bertanya begitu?"

Sifat yang buruk. Membalas pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Memang sifatnya seburuk kata - katanya, padahal kalau secara fisik dia tidak buruk untuk ukuran orang tua.

Karena malas berdebat, Clara kembali menatap bunga mawar di genggamannya.

"Kupikir karena sifat dan sikapmu berubah, kau tidak akan menyukai hal yang sama. Nyatanya aku salah." Cetus Duke Wayne.

"Karena itu saya mengingatkan anda supaya jangan terlalu percaya diri." Clara tertawa kecil. "Oh ya, apa maksud anda dengan kalimat tadi?"

"Yang mana? Aku sudah banyak berucap." Ejek Duke Wayne.

"Rupaku, memangnya ada hal yang menarik selain itu pada diriku. Begitu 'kan?"

"Tidak mungkin kau tidak tahu."

"Saya tidak seburuk itu. Tapi anda benar, saya juga tidak sebaik kelihatannya."

"Apa sih yang kau bicarakan? Lagi pula siapa yang bisa 'melihatmu'? Jangan bicara seolah wajahmu terkenal di kalangan banyak orang."

Itu benar juga. Lagi pula sejak tragedi penculikan Clara Scoleths. Clara menjadi lebih jarang untuk hanya sekedar mengelilingi taman mawar biru kesukaannya.

Dulu di Freesia. Clara Scoleths sering keluar untuk menjalankan misi yaitu membunuh para pengkhianat kerajaan atau bangsawan dengan kasus - kasus gelap.

Tapi saat pemerintahan telah berganti, dan jatuh ke tangan anak dari Raja sendiri. Clara Scoleths lebih sering membunuh dengan target yang agak asal. Itu terjadi sebab Raja Freesia yang sekarang cukup arogan dan pendendam.

Sebelum dia diculik, Clara Scoleths berakhir dengan segudang misi, akibatnya adalah Raja baru tentunya. Dia menggunakan senjata pemerintahan dengan semena - mena.

"Huh! Begini - begini juga, saya ini adalah 'emas' milik Freesia."

Duke Wayne duduk di kursi taman dekat Clara yang berjongkok. Gaun tidur Clara pun sudah tersebar di tanah. Duke Wayne jadi kasihan pada Avrim yang perlu merawatnya setiap hari.

"Benar. Kau ini adalah harta berharga milik mereka. Tapi seperti yang pernah kau katakan. 'Kau tetaplah manusia walaupun tak bersikap layaknya manusia'."

Hah? Aku pernah mengatakan itu? Kapan? Apa yang mengatakan itu adalah Clara Scoleths? Tapi yang kubaca di novel, Clara Scoleths tak pernah bermonolog dengan Duke Wayne. Sebelum aku isekai, mereka seharusnya tidak pernah berbincang.

Lantas, siapa yang pak tua ini bicarakan? Mungkinkah...

"Sudahlah, jangan dipikirkan. Itu sudah lama sekali terjadi dan kau mungkin memang jauh lebih tua dariku untuk mengingat semua itu."

Ck! Aku memang tak pernah tahu! Bukannya aku pelupa. Lagi pula mengapa dia jadi berbicara banyak denganku. Aku pikir ini agak melenceng dari cerita aslinya.

Duke Wayne bangkit dan beranjak pergi dari taman mawar. Dia meninggalkan Clara yang dilanda kebingungan, mungkin ini akan terjadi secara berkepanjangan.

Mata safir Clara menatap lekat punggung Duke Wayne. "Sebenarnya siapa yang mengatakan itu kepadanya? Tidak mungkin ada sosok lain di balik semua ini 'kan?"

TBC

Jangan lupa like dan komen ^-^

So, see you in the next chapter~

Terpopuler

Comments

senja

senja

kenapa "Avrim menghela napasnya" di bold? kan bukan isi surat. . .

apa surat dr Dewa ya?

2022-01-18

1

lihat semua
Episodes
1 Promosi Karya
2 PROLOG
3 Chapter 1 - Dunia Novel?
4 Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5 Chapter 3 - Hendrick Wayne
6 Chapter 4 - Berita
7 Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8 Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9 Chapter 7 - Kacau
10 Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11 Chapter 9 - Herbras I
12 Chapter 10 - Herbras II
13 Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14 Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15 Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16 Chapter 14 - Cerita Lama
17 Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18 Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19 Chapter 17 - Memori Hortensia I
20 Chapter 18 - Memori Hortensia II
21 Chapter 19 - Memori Hortensia III
22 Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23 Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24 Chapter 22 - Sebuah Rasa
25 Chapter 23 - Langkah Awal
26 Chapter 24 - Bentrok
27 Chapter 25 - Terus Berlanjut
28 Chapter 26. Kedatangan Rovers
29 Chapter 27 - Hari Hujan
30 Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31 Chapter 29 - Rentetan Masalah
32 Chapter 30 - Rumor yang Datang
33 Chapter 31 - Memulai Topik
34 Chapter 32 - Tentang Avrim
35 Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36 Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37 Chapter 35 - Situasi Genting
38 Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39 Chapter 37 - Terima Kasih
40 Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41 Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42 Chapter 40 - Wilayah Barat
43 Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44 Chapter 42 - Tiga Kondisi
45 Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46 Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47 Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48 Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49 Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50 Chapter 48 - Menonton Teater
51 Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52 Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53 Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54 Chapter 52 - Kuil Istana
55 Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56 Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57 Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58 PLEASE BACA DULU...
59 Chapter 56 - Melepas Rindu
60 Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61 Chapter 58 - Duel
62 Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63 Chapter 60 - Senjata Kedua
64 Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65 Chapter 62 - Rasa Gelisah
66 Chapter 63 - Hari Besar
67 Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68 Chapter 65 - Wilayah Utara
69 Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70 Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71 Chapter 68 - Senjata Freesia I
72 Chapter 69 - Senjata Freesia II
73 Chapter 70 - Senjata Freesia III
74 Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75 Chapter 72 - Senjata Freesia V
76 Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77 Chapter 74 - Rencana Penculikan
78 Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79 Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80 Chapter 77 - Wilayah Selatan
81 Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82 Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83 Chapter 80 - Badai Malam
84 Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85 Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86 Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87 Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88 Chapter 85 - Reuni Manis
89 Chapter 86 - Identitas Mereka
90 Chapter 87 - Valentina Harold
91 Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92 Visual Character & Penjelasan Singkat
93 Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94 Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95 Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96 Chapter 92 - Permata Amethyst
97 Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98 Chapter 94 - Hitam Artinya...
99 Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100 Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101 Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102 Chapter 98 - Pihak Netral
103 Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104 Chapter 100 - Diskusi Kematian
105 Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106 Chapter 102 - Duo
107 Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108 Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109 Chapter 105 - Murid dan Guru
110 Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111 Chapter 107 - Hari Eksekusi
112 Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113 Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114 Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115 Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116 Chapter 112 - Bala Bantuan
117 Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118 Chapter 114 - Simbol Kematian
119 Chapter 115 - Getaran Herbras
120 Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121 Chapter 117 - Adik & Kakak
122 Chapter 118 - Tak Terkendali
123 Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124 Chapter 120 - Salam Perpisahan
125 Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126 Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127 Chapter 123 - Sang Antagonis
128 Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129 Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130 Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131 Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132 Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133 Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134 Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135 Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136 Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137 Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138 Chapter 134 - Hari Bahagia
139 Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140 Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141 Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142 Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143 Spesial QnA
144 Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145 Pengumuman Novel Baru!
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Promosi Karya
2
PROLOG
3
Chapter 1 - Dunia Novel?
4
Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5
Chapter 3 - Hendrick Wayne
6
Chapter 4 - Berita
7
Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8
Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9
Chapter 7 - Kacau
10
Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11
Chapter 9 - Herbras I
12
Chapter 10 - Herbras II
13
Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14
Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15
Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16
Chapter 14 - Cerita Lama
17
Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18
Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19
Chapter 17 - Memori Hortensia I
20
Chapter 18 - Memori Hortensia II
21
Chapter 19 - Memori Hortensia III
22
Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23
Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24
Chapter 22 - Sebuah Rasa
25
Chapter 23 - Langkah Awal
26
Chapter 24 - Bentrok
27
Chapter 25 - Terus Berlanjut
28
Chapter 26. Kedatangan Rovers
29
Chapter 27 - Hari Hujan
30
Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31
Chapter 29 - Rentetan Masalah
32
Chapter 30 - Rumor yang Datang
33
Chapter 31 - Memulai Topik
34
Chapter 32 - Tentang Avrim
35
Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36
Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37
Chapter 35 - Situasi Genting
38
Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39
Chapter 37 - Terima Kasih
40
Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41
Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42
Chapter 40 - Wilayah Barat
43
Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44
Chapter 42 - Tiga Kondisi
45
Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46
Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47
Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48
Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49
Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50
Chapter 48 - Menonton Teater
51
Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52
Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53
Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54
Chapter 52 - Kuil Istana
55
Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56
Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57
Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58
PLEASE BACA DULU...
59
Chapter 56 - Melepas Rindu
60
Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61
Chapter 58 - Duel
62
Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63
Chapter 60 - Senjata Kedua
64
Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65
Chapter 62 - Rasa Gelisah
66
Chapter 63 - Hari Besar
67
Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68
Chapter 65 - Wilayah Utara
69
Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70
Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71
Chapter 68 - Senjata Freesia I
72
Chapter 69 - Senjata Freesia II
73
Chapter 70 - Senjata Freesia III
74
Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75
Chapter 72 - Senjata Freesia V
76
Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77
Chapter 74 - Rencana Penculikan
78
Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79
Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80
Chapter 77 - Wilayah Selatan
81
Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82
Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83
Chapter 80 - Badai Malam
84
Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85
Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86
Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87
Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88
Chapter 85 - Reuni Manis
89
Chapter 86 - Identitas Mereka
90
Chapter 87 - Valentina Harold
91
Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92
Visual Character & Penjelasan Singkat
93
Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94
Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95
Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96
Chapter 92 - Permata Amethyst
97
Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98
Chapter 94 - Hitam Artinya...
99
Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100
Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101
Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102
Chapter 98 - Pihak Netral
103
Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104
Chapter 100 - Diskusi Kematian
105
Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106
Chapter 102 - Duo
107
Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108
Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109
Chapter 105 - Murid dan Guru
110
Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111
Chapter 107 - Hari Eksekusi
112
Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113
Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114
Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115
Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116
Chapter 112 - Bala Bantuan
117
Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118
Chapter 114 - Simbol Kematian
119
Chapter 115 - Getaran Herbras
120
Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121
Chapter 117 - Adik & Kakak
122
Chapter 118 - Tak Terkendali
123
Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124
Chapter 120 - Salam Perpisahan
125
Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126
Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127
Chapter 123 - Sang Antagonis
128
Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129
Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130
Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131
Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132
Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133
Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134
Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135
Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136
Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137
Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138
Chapter 134 - Hari Bahagia
139
Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140
Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141
Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142
Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143
Spesial QnA
144
Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145
Pengumuman Novel Baru!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!