Setelah sesi berbincang aneh dengan Hendrick. Juga jangan lupa ancaman Hendrick yang akan memenggal kepala Clara kalau dia berulah. Sekarang Clara masih berada di posisi yang sama setelah Avrim menggantikan Hendrick.
Clara membuka mulutnya dan langsung menelan bubur dinginnya. Dia disuapi oleh Avrim karena wanita tua itu masih cemas tentang kejadian semalam.
Avrim ingin mengorek informasinya secara rinci. Tapi akan sulit karena memang Clara baru saja bangun dari tidurnya.
"Ternyata Tuan Hendrick bisa bersikap romantis."
Karena perkataan Avrim, Clara jadi penasaran maksud Avrim yang sebenarnya.
"Apa katamu, Avrim? Si manusia berbisa itu bersikap romantis? Matamu pasti salah lihat!"
"Itu memang benar Nona. Saya melihatnya secara langsung, Tuan Hendrick memegang erat tangan gadis itu."
Avrim kembali memasukkan sesendok bubur pada mulut Clara yang terbuka lebar. Setelah menelan sepenuhnya, Clara lagi - lagi menjadi wartawan dadakan.
"Memangnya wanita mana yang bisa membuat dia seperti itu?" Tanya Clara dengan ejekan di dalamnya.
Saat melihat Clara, mendadak Avrim mengasihani Hendrick dalam hati. Mungkin pria itu akan geram sendiri dengan sikap tak peka Clara. Namun Avrim memilih diam, kalau dibocorkan takkan seru.
"Tapi, Avrim. Aneh, ya. Tadi pagi aku disambut dengan sesuatu yang 'hebat'! Sayangnya itu hanya berlangsung sebentar saja. Sikap pria beracun itu juga jadi melembut saat aku baru bangun. Namun sifat menyebalkannya kembali lagi hanya dalam beberapa menit. Kesal sekali!"
Clara berceloteh dengan riang, terkadang marah, sedih atau mengejek. Yah, sejak saat itu Clara memang lebih banyak berekspresi. Avrim senang kalau Clara bersikap lebih terbuka padanya.
"Avrim."
Karena perubahana suasana yang tiba - tiba. Avrim menjadi sedikit terkejut. "Ada apa?"
"Apa yang akan terjadi, kalau aku ditelan sepenuhnya?"
Avrim tambah kaget. "Nona, itu takkan pernah terjadi! Saya yakin semuanya akan baik - baik saja. Jadi Nona jangan membuat saya merasa khawatir."
Clara tertawa untuk mencairkan suasana. Tapi tak urung kalau kekhawatirannya bahkan lebih besar dari Avrim. Segalanya tentang Clara tertutup begitu rapat, mungkin Clara perlu mengancam Duke Wayne lalu mendapatkan jawabannya.
"Saya permisi dulu, Nona."
"Baiklah."
Avrim pergi ke kamarnya, dia merasa kalau surat yang ia kirim sudah mendapatkan balasannya. Ia mengambil surat itu dari kaki merpati kemudian membukanya.
Avrim menghela napasnya. Padahal dia cukup merindukan kampung halamannya. Tapi Yang Mulia tuannya, memerintahkan dirinya supaya terus mengawasi gadis senjata ini.
"Senjata ini sudah berubah dari sifat aslinya. Bukankah itu berarti dosa Yang Mulia terdahulu juga sudah dimaafkan? Sudah tidak perlu lagi melakukan ini. Mengapa Yang Mulia terus saja merasa bersalah?"
...****...
Malam harinya. Clara yang memang sudah diizinkan untuk pergi keluar kediaman di malam hari, sekarang ia sedang duduk di taman yang dipenuhi mawar biru.
"Mawarnya tampak bersinar di bawah sinar bintang."
Clara memetik setangkai mawar dan membersihkan bunga itu dari durinya dengan hati - hati. Clara tak tahu, dia menyukai mawar biru karena memang suka atau pengaruh dari tubuh Clara asli.
Clara Scoleths memiliki bunga favorit dan itu adalah mawar biru. Karena itulah di novel volume terakhir, gambar sampul di light novel-nya adalah Hellen yang memegang pedang milik Clara Scoleths serta bunga mawar biru yang merambat di sekitarnya. Langit malam yang ditaburi bintang - bintang terbentang sebagai latarnya.
"Aku tak mengerti. Apa yang Clara Scoleths sukai dari mawar biru? Mengapa penulis memberi Clara kesukaan bunga yang begini. Padahal lebih bagus jika warnanya merah."
Clara menatap intens mawar biru yang sudah bersih dari durinya. Beberapa kali memutar bunganya, mencari sesuatu yang menarik dari bunga itu.
"Apa yang menarik dari bunga ini selain rupanya?"
"Apa yang menarik darimu selain rupamu?"
"Huh?"
Clara menengok ke belakang untuk tahu siapa yang mengatakan kata - kata kasar itu. Dan dia melihat seseorang dengan pakaian rapi juga kerutan di wajahnya.
Seharusnya ia tahu siapa yang mampu berkata begitu.
"Mengapa Duke ada di sini?"
"Ini kediamanku, mengapa kau bertanya begitu?"
Sifat yang buruk. Membalas pertanyaan dengan pertanyaan lainnya. Memang sifatnya seburuk kata - katanya, padahal kalau secara fisik dia tidak buruk untuk ukuran orang tua.
Karena malas berdebat, Clara kembali menatap bunga mawar di genggamannya.
"Kupikir karena sifat dan sikapmu berubah, kau tidak akan menyukai hal yang sama. Nyatanya aku salah." Cetus Duke Wayne.
"Karena itu saya mengingatkan anda supaya jangan terlalu percaya diri." Clara tertawa kecil. "Oh ya, apa maksud anda dengan kalimat tadi?"
"Yang mana? Aku sudah banyak berucap." Ejek Duke Wayne.
"Rupaku, memangnya ada hal yang menarik selain itu pada diriku. Begitu 'kan?"
"Tidak mungkin kau tidak tahu."
"Saya tidak seburuk itu. Tapi anda benar, saya juga tidak sebaik kelihatannya."
"Apa sih yang kau bicarakan? Lagi pula siapa yang bisa 'melihatmu'? Jangan bicara seolah wajahmu terkenal di kalangan banyak orang."
Itu benar juga. Lagi pula sejak tragedi penculikan Clara Scoleths. Clara menjadi lebih jarang untuk hanya sekedar mengelilingi taman mawar biru kesukaannya.
Dulu di Freesia. Clara Scoleths sering keluar untuk menjalankan misi yaitu membunuh para pengkhianat kerajaan atau bangsawan dengan kasus - kasus gelap.
Tapi saat pemerintahan telah berganti, dan jatuh ke tangan anak dari Raja sendiri. Clara Scoleths lebih sering membunuh dengan target yang agak asal. Itu terjadi sebab Raja Freesia yang sekarang cukup arogan dan pendendam.
Sebelum dia diculik, Clara Scoleths berakhir dengan segudang misi, akibatnya adalah Raja baru tentunya. Dia menggunakan senjata pemerintahan dengan semena - mena.
"Huh! Begini - begini juga, saya ini adalah 'emas' milik Freesia."
Duke Wayne duduk di kursi taman dekat Clara yang berjongkok. Gaun tidur Clara pun sudah tersebar di tanah. Duke Wayne jadi kasihan pada Avrim yang perlu merawatnya setiap hari.
"Benar. Kau ini adalah harta berharga milik mereka. Tapi seperti yang pernah kau katakan. 'Kau tetaplah manusia walaupun tak bersikap layaknya manusia'."
Hah? Aku pernah mengatakan itu? Kapan? Apa yang mengatakan itu adalah Clara Scoleths? Tapi yang kubaca di novel, Clara Scoleths tak pernah bermonolog dengan Duke Wayne. Sebelum aku isekai, mereka seharusnya tidak pernah berbincang.
Lantas, siapa yang pak tua ini bicarakan? Mungkinkah...
"Sudahlah, jangan dipikirkan. Itu sudah lama sekali terjadi dan kau mungkin memang jauh lebih tua dariku untuk mengingat semua itu."
Ck! Aku memang tak pernah tahu! Bukannya aku pelupa. Lagi pula mengapa dia jadi berbicara banyak denganku. Aku pikir ini agak melenceng dari cerita aslinya.
Duke Wayne bangkit dan beranjak pergi dari taman mawar. Dia meninggalkan Clara yang dilanda kebingungan, mungkin ini akan terjadi secara berkepanjangan.
Mata safir Clara menatap lekat punggung Duke Wayne. "Sebenarnya siapa yang mengatakan itu kepadanya? Tidak mungkin ada sosok lain di balik semua ini 'kan?"
TBC
Jangan lupa like dan komen ^-^
So, see you in the next chapter~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
senja
kenapa "Avrim menghela napasnya" di bold? kan bukan isi surat. . .
apa surat dr Dewa ya?
2022-01-18
1