Chapter 6 - Rovers Artlenzt

Lima hari setelahnya, suasana dalam kereta kuda yang dinaiki dua orang beda lawan jenis itu lumayan canggung. Masing - masing dari mereka hanya menatap keluar jendela yang pemandangannya hanya diisi oleh kegelapan.

Aku lebih suka pergi bersama pak tua itu. Pasti tidak akan secanggung ini, karena beberapa alasan aku juga tak bisa membawa Avrim. Sial sekali nasibku!

"Aku tahu kau menggerutu dalam hati." Ucap Hendrick yang wajahnya dihalangi oleh buku.

Clara hanya mendengus mendengarnya.

Sebenarnya Clara malam ini tampil sangat cantik dan sempurna, hanya saja sikap uniknya melukai jati dirinya sebagai perempuan.

Gaun berwarna biru dongker dihiasi renda putih. Ada corak bunga krisan di sekitar dada dan pinggangnya, itu membuat kesan anggun.

Warna gaun Clara dipilih Avrim, Avrim bilang gaunnya membuat Clara jadi lebih 'terlihat'. Mungkin perkataan Avrim dilandasi kenyataan kulit Clara yang pucat. Kalau putih akan jadi kurang warna, jadi inilah hasil kerja keras Avrim.

Bibirku berminyak sekali, aku yakin sudah membersihkan hasil polesan lipstik Avrim. Ternyata rasa lipstik zaman dulu benar - benar tidak enak!

Tidak, tunggu dulu. Apa aku pernah menggunakan make up sebelum terlempar ke sini?

Karena Clara memasang wajah berpikir yang amat serius. Itu mencuri perhatian Hendrick, dia sudah lelah dengan banyaknya kelakuan di luar nalar makhluk tak jelas di hadapannya ini.

Hendrick sudah pasti angkat tangan.

"Jangan terlalu banyak berpikir. Wajahmu saat ini sangatlah jelek, kau mau lihat? Aku bisa memberimu cermin."

Dia ini sangat suka menyulut emosi, ya? Mungkin karena dia keturunan murni Duke tua itu, maka jadinya begini. Bahkan tanpa bertanya sekalipun, orang - orang akan tahu jika mereka punya hubungan darah.

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Bisik Clara.

Namun jarak di antara mereka sejak awal memang tidak jauh sehingga Hendrick mendengar semua itu secara jelas. Dia tahu bagian mana yang mirip dari apa yang Clara pikirkan.

Itu sudah pasti kemampuan membuat emosi orang, sebenarnya itu tidak patut dibanggakan.

Karena Hendrick tak mau menciptakan adu mulut lainnya, dia memutuskan mengalah dan tetap diam hingga mereka sampai.

Setelah perjalanan panjang yang begitu lama dan sangat sunyi seperti berjalan di makam. Akhirnya istana sudah ada di depan mata.

"Ingat skenarionya." Bisik Clara pada Hendrick.

"Aku tahu."

Tangan Clara yang dibalut sarung tangan putih mengambil sebuah kain tipis yang senada dengan warna gaunnya. Clara memakainya sebagai cadar untuk menutupi wajahnya.

Karena Duke mengatakan bahwa rupaku tidak ada yang boleh melihatnya, namun aku juga tetap harus melindungi si menyebalkan ini. Hanya cara ini yang bisa kupikirkan.

"Jika saya tersesat atau malah menarik tangan pria lain. Maka saya akan segera melaporkan hal ini pada Duke Wayne atas ketidakadaannya tanggung jawab dari anda." Sahut Clara dari balik cadarnya, Hendrick mendengus.

"Memangnya kau tidak bisa melihat dari dalam sana?"

"Bisa. Hanya saja itu buram dan saya tidak yakin mampu melihat dalam jarak yang sama seperti tanpa memakai cadar."

Hendrick hanya berdecak mendengarnya.

...****...

Buset! Itu istana atau rumah segede kota? Ckck! Tidak kusangka aku yang gembel ini bisa masuk ke dalam sana. Mungkin aku harus berterima kasih pada siapa saja yang melemparku ke novel ini.

"Kau mau turun atau kutinggalkan?"

Clara yang sedang mengagumi keindahan Istana menghentikan aktivitasnya karena suara ketus di dekatnya.

"Iya - iya. Saya turun-?"

Clara menatap heran pada Hendrick yang sudah mengulurkan tangannya untuk membantu Clara turun. Ini cukup langka, tidak biasanya Hendrick menjadi baik hati(?).

"Ingin kubantu atau kutarik kau dengan kasar?" Lagi - lagi hanya ada suara ketus. Clara jadi jengah sendiri karena manusia tak berhati yang satu ini.

Dengan amat sangat terpaksa, Clara mengambil uluran tangan itu dan turun layaknya bangsawan.

Hehe... untung aku ini sangat pandai mengingat sesuatu. Aku bisa tahu gaya seorang gadis dari novel - novel yang kubaca, tentu saja. Panggil aku master novel! Muehehehehe.

Bersiaplah, Nona sandiwara datang!

Hendrick menautkan alisnya melihat sikap Clara yang berubah drastis. Dia berpikir kalau gadis ini daripada menjadi hantu di kediamannya lebih baik dihempas saja ke perkumpulan teater.

Namun sesuatu yang ia lihat membuat alisnya bersatu. Karena cadar Clara hanya menutupi sampai bawah hidungnya. Hendrick masih bisa melihat bibir Clara yang sedang tertawa tak jelas.

"Hah... Seharusnya aku tahu ini akan terjadi." Gumam Hendrick. Dia sudah lelah bahkan sebelum sandiwara dimulai.

Karena jarak pandang Clara yang menurun, dia digandeng oleh Hendrick layaknya mereka ialah pasangan. Clara yang terus saja menunduk membuat Hendrick semakin menatap Clara ajaib.

"Mengapa pandanganmu terus ke bawah?"

"Saya hanya tak mau gaun yang panjang ini membuat saya terpeleset. Nanti saya malah malu sendiri karena jatuh secara tak elit."

"Terserah kau saja."

Saat mereka berdua masuk ke aula, semua orang menatap mereka berdua penasaran. Tapi yah, Hendrick tidak mau meladeni kata - kata tak berguna mereka.

Lalu dia melirik Clara yang sibuk menunduk karena takut terjatuh tak elit katanya. Setidaknya Clara mempunyai cadar itu sebagai peredam suara.

"Hei, siapa yang bersama dengan Duke Muda?"

"Jangan - jangan gadis disebelahnya adalah calon pengantinnya."

"Mengapa dia memakai cadar? Apa wajahnya jelek?"

"Benarkah? Waduh... aku patah hati kalau itu faktanya."

"Pasangan wanita? Bukankah Duke Muda mencintai sesama jenis?"

Komentar terakhir membuat Hendrick berkedut kesal. Clara disampingnya, walau menunduk, tapi Hendrick bisa tahu jika gadis itu sedang menahan tawanya. Tubuh Clara bergetar hebat karena tawa yang tertahankan.

"Kalau mau tertawa, tertawa saja." Kata Hendrick acuh.

Clara menutup mulutnya dengan anggun. "Saya tidak berani Tuan Duke Muda."

Hendrick menginjak kaki Clara dengan sengaja. Untung gaun Clara lebar sehingga kelakuannya bisa tertutupi dengan baik.

"Aduh...!" Clara hanya bisa menahan rasa sakitnya karena tak lucu jika dia berguling - guling di aula karena kesakitan.

Hendrick tersenyum mengejek melihatnya.

Clara ingin membalasnya, tapi yang dia injak hanya lantai kosong. Karena tak kena target, Clara menatap kesal Hendrick. Hendrick yang punya tinggi badan jauh diatasnya, membuat dendam Clara semakin besar.

Untung saja mereka berada di dekat dinding aula, sehingga tak banyak yang sadar apa yang mereka lakukan.

Kelakuan mereka hanya disadari oleh dua orang. Duke Wayne melihat pemandangan antik itu dengan datar.

"Mengapa anakku jadi lebih banyak bergerak? Lebih penting lagi, apa yang mereka lakukan?" Lirihnya.

Di sisi lain, perang saling menginjaki kaki jadi lebih intens. Beberapa kali Clara hampir jatuh kalau tubuhnya tak ditahan oleh Hendrick.

"Tidak biasanya anda datang berdua, bahkan bersama seorang wanita pula." Suara lembut dari pria tampan yang menghampiri mereka.

Perang kaki berhenti mendadak, dan posisi Clara sangat tidak menguntungkan. Sebab di balik cadar besar dan panjang miliknya, ada sesuatu yang melingkari pinggangnya, dan itu adalah tangan Hendrick.

Dia pasti mulai memegangnya saat aku hampir terjatuh, dia melakukannya untuk menahanku atau ada udang di balik batu?

Saat seseorang datang, Hendrick melepaskan pegangannya dan memberi hormat seseorang itu.

"Salam sejahtera untuk Pangeran Mahkota Ranunculus."

"Salam sejahtera untuk Pangeran Mahkota Ranunculus."

Clara pun mengikutinya walau dengan gaya gadis bukannya pria. Namun, setelah itu Clara malah sibuk sendiri dengan pakaiannya yang berantakan atau tidak setelah adegan meraba - raba itu.

Pangeran Mahkota, Rovers Artlenzt melihat keangkuhan Clara sambil tersenyum. Padahal kalau cadarnya dibuka, bukan wajah angkuh yang ia dapatkan melainkan wajah konyol.

"Apakah gadis ini akan menjadi calon Anda, Duke Muda?" Tanya Rovers, masih dengan senyum ganjilnya.

Clara yang melihatnya nyaris ingin memberikan tinju pada Rovers seperti yang para pegulat lakukan pada lawannya. Sayangnya itu hanya bisa terpenuhi dalam imajinasi belaka miliknya.

Abaikan tentang kekaguman sesaatnya pada Rovers melihat rupa pria ini yang diberkahi banyak anugerah. Tuhan pasti memberikannya kasih sayang tak terhingga. Namun Clara nampak muak setelah pria tertampan di Benua Herbras ini angkat suara.

Hendrick menggeleng pelan. "Bukan, Yang Mulia. Saya bersamanya karena gadis ini 'buta', dia tidak bisa melihat jalan dengan benar."

Clara mendadak ingin menyumpal cabai sebanyak mungkin ke dalam mulut Hendrick. Memang benar tentang ia tak bisa melihat jalan dengan benar. Tapi, buta? Rasanya memang pria ini pandai menyulut emosi lawan bicaranya.

Rovers melirik pada Clara yang asyik menunduk. "Apa dia memakai cadar untuk menutupi mata butanya?"

"Anda bisa menganggapnya begitu."

Jawaban Hendrick malah membuat Rovers semakin heran sekaligus penasaran. Bukankah aneh kalau gadis ini tak buta tetapi memakai cadar. Jadi, apa alasannya? Rovers membatin.

"Namun, kau begitu alergi kalau didekati wanita. Sekarang kau datang dengan bergandengan tangan bersama wanita ini. Bukankah hubungan kalian sudah cukup untuk disebut spesial?"

"Anda boleh berpikir sesuka hati tentang saya dan gadis ini. Namun saya takkan begitu banyak bicara tentangnya."

Mengapa wajahnya seperti lantai mahal? Menyebalkan sekali harus melihat wajahnya semalaman ini.

"Kalau begitu, apakah sku boleh meminangnya menjadi istriku?" Tanya Rovers dengan senyum berkembang di wajahnya.

"....!"

TBC

Jangan lupa like dan komen ^-^

So, see you in the next chapter~

Terpopuler

Comments

Yuli Yanti

Yuli Yanti

ada typo di dpn harusnya saya

2022-10-27

1

senja

senja

jadi cadarnya kayak pendekar? yg nutup mata smpe hidung?

2022-01-18

1

MALES NGETIK

MALES NGETIK

Khakhakha

2021-12-31

3

lihat semua
Episodes
1 Promosi Karya
2 PROLOG
3 Chapter 1 - Dunia Novel?
4 Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5 Chapter 3 - Hendrick Wayne
6 Chapter 4 - Berita
7 Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8 Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9 Chapter 7 - Kacau
10 Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11 Chapter 9 - Herbras I
12 Chapter 10 - Herbras II
13 Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14 Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15 Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16 Chapter 14 - Cerita Lama
17 Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18 Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19 Chapter 17 - Memori Hortensia I
20 Chapter 18 - Memori Hortensia II
21 Chapter 19 - Memori Hortensia III
22 Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23 Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24 Chapter 22 - Sebuah Rasa
25 Chapter 23 - Langkah Awal
26 Chapter 24 - Bentrok
27 Chapter 25 - Terus Berlanjut
28 Chapter 26. Kedatangan Rovers
29 Chapter 27 - Hari Hujan
30 Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31 Chapter 29 - Rentetan Masalah
32 Chapter 30 - Rumor yang Datang
33 Chapter 31 - Memulai Topik
34 Chapter 32 - Tentang Avrim
35 Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36 Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37 Chapter 35 - Situasi Genting
38 Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39 Chapter 37 - Terima Kasih
40 Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41 Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42 Chapter 40 - Wilayah Barat
43 Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44 Chapter 42 - Tiga Kondisi
45 Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46 Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47 Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48 Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49 Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50 Chapter 48 - Menonton Teater
51 Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52 Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53 Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54 Chapter 52 - Kuil Istana
55 Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56 Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57 Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58 PLEASE BACA DULU...
59 Chapter 56 - Melepas Rindu
60 Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61 Chapter 58 - Duel
62 Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63 Chapter 60 - Senjata Kedua
64 Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65 Chapter 62 - Rasa Gelisah
66 Chapter 63 - Hari Besar
67 Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68 Chapter 65 - Wilayah Utara
69 Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70 Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71 Chapter 68 - Senjata Freesia I
72 Chapter 69 - Senjata Freesia II
73 Chapter 70 - Senjata Freesia III
74 Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75 Chapter 72 - Senjata Freesia V
76 Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77 Chapter 74 - Rencana Penculikan
78 Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79 Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80 Chapter 77 - Wilayah Selatan
81 Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82 Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83 Chapter 80 - Badai Malam
84 Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85 Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86 Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87 Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88 Chapter 85 - Reuni Manis
89 Chapter 86 - Identitas Mereka
90 Chapter 87 - Valentina Harold
91 Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92 Visual Character & Penjelasan Singkat
93 Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94 Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95 Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96 Chapter 92 - Permata Amethyst
97 Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98 Chapter 94 - Hitam Artinya...
99 Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100 Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101 Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102 Chapter 98 - Pihak Netral
103 Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104 Chapter 100 - Diskusi Kematian
105 Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106 Chapter 102 - Duo
107 Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108 Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109 Chapter 105 - Murid dan Guru
110 Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111 Chapter 107 - Hari Eksekusi
112 Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113 Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114 Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115 Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116 Chapter 112 - Bala Bantuan
117 Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118 Chapter 114 - Simbol Kematian
119 Chapter 115 - Getaran Herbras
120 Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121 Chapter 117 - Adik & Kakak
122 Chapter 118 - Tak Terkendali
123 Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124 Chapter 120 - Salam Perpisahan
125 Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126 Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127 Chapter 123 - Sang Antagonis
128 Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129 Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130 Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131 Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132 Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133 Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134 Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135 Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136 Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137 Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138 Chapter 134 - Hari Bahagia
139 Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140 Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141 Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142 Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143 Spesial QnA
144 Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145 Pengumuman Novel Baru!
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Promosi Karya
2
PROLOG
3
Chapter 1 - Dunia Novel?
4
Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5
Chapter 3 - Hendrick Wayne
6
Chapter 4 - Berita
7
Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8
Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9
Chapter 7 - Kacau
10
Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11
Chapter 9 - Herbras I
12
Chapter 10 - Herbras II
13
Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14
Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15
Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16
Chapter 14 - Cerita Lama
17
Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18
Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19
Chapter 17 - Memori Hortensia I
20
Chapter 18 - Memori Hortensia II
21
Chapter 19 - Memori Hortensia III
22
Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23
Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24
Chapter 22 - Sebuah Rasa
25
Chapter 23 - Langkah Awal
26
Chapter 24 - Bentrok
27
Chapter 25 - Terus Berlanjut
28
Chapter 26. Kedatangan Rovers
29
Chapter 27 - Hari Hujan
30
Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31
Chapter 29 - Rentetan Masalah
32
Chapter 30 - Rumor yang Datang
33
Chapter 31 - Memulai Topik
34
Chapter 32 - Tentang Avrim
35
Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36
Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37
Chapter 35 - Situasi Genting
38
Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39
Chapter 37 - Terima Kasih
40
Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41
Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42
Chapter 40 - Wilayah Barat
43
Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44
Chapter 42 - Tiga Kondisi
45
Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46
Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47
Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48
Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49
Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50
Chapter 48 - Menonton Teater
51
Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52
Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53
Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54
Chapter 52 - Kuil Istana
55
Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56
Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57
Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58
PLEASE BACA DULU...
59
Chapter 56 - Melepas Rindu
60
Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61
Chapter 58 - Duel
62
Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63
Chapter 60 - Senjata Kedua
64
Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65
Chapter 62 - Rasa Gelisah
66
Chapter 63 - Hari Besar
67
Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68
Chapter 65 - Wilayah Utara
69
Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70
Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71
Chapter 68 - Senjata Freesia I
72
Chapter 69 - Senjata Freesia II
73
Chapter 70 - Senjata Freesia III
74
Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75
Chapter 72 - Senjata Freesia V
76
Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77
Chapter 74 - Rencana Penculikan
78
Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79
Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80
Chapter 77 - Wilayah Selatan
81
Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82
Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83
Chapter 80 - Badai Malam
84
Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85
Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86
Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87
Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88
Chapter 85 - Reuni Manis
89
Chapter 86 - Identitas Mereka
90
Chapter 87 - Valentina Harold
91
Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92
Visual Character & Penjelasan Singkat
93
Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94
Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95
Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96
Chapter 92 - Permata Amethyst
97
Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98
Chapter 94 - Hitam Artinya...
99
Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100
Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101
Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102
Chapter 98 - Pihak Netral
103
Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104
Chapter 100 - Diskusi Kematian
105
Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106
Chapter 102 - Duo
107
Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108
Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109
Chapter 105 - Murid dan Guru
110
Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111
Chapter 107 - Hari Eksekusi
112
Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113
Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114
Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115
Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116
Chapter 112 - Bala Bantuan
117
Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118
Chapter 114 - Simbol Kematian
119
Chapter 115 - Getaran Herbras
120
Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121
Chapter 117 - Adik & Kakak
122
Chapter 118 - Tak Terkendali
123
Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124
Chapter 120 - Salam Perpisahan
125
Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126
Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127
Chapter 123 - Sang Antagonis
128
Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129
Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130
Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131
Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132
Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133
Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134
Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135
Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136
Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137
Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138
Chapter 134 - Hari Bahagia
139
Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140
Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141
Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142
Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143
Spesial QnA
144
Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145
Pengumuman Novel Baru!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!