"....!"
Hendrick memasang wajah terkejut, lalu dia jadi terlihat kesal.
Reflek Clara bersembunyi di belakang Hendrick karena takut melihat Rovers secara langsung. Clara bahkan menggertakan giginya diam - diam karena kesal.
Bəjingan ini minta disembelih rupanya!
Hendrick juga mengangkat rendah tangannya untuk melindungi Clara. Duke Wayne yang melihat itu berjalan mendekati mereka.
"Salam sejahtera untuk Pangeran Mahkota Ranunculus." Ucap Duke Wayne.
"Oh, Duke? Kebetulan sekali, mungkin aku perlu meminta gadis ini dari kediamanmu?"
Duke Wayne menunduk. "Maafkan saya, Yang Mulia. Namun gadis antah berantah ini lebih memilih untuk hidup bebas dan tidak akan menikah sementara waktu ini."
"Apakah kalau jangka waktunya habis aku boleh?"
"Tidak...!" Clara bergumam tegas. Dia benci dipermainkan oleh manusia bermuka dua ini.
Ketiga pria di sana menoleh pada Clara yang ada di belakang Hendrick. Untung saja pesta ini ramai sehingga kejadian bentrok mereka tidak menjadi pusat perhatian.
Clara mencengkeram jubah Hendrick lebih kuat. "Saya berhak atas hidup saya. Setelah sekian lama saya terbebas, saya tidak akan begitu mudah melepaskan kebebasan ini kembali." Clara mengucapkan itu tanpa sadar.
Rovers dan Hendrick yang melihat itu merasa aneh karena aura di sekeliling mereka jadi lebih gelap dan mencekam. Mereka tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Padahal Rovers mengatakan itu sebagai bahan candaan untuk berbincang. Ternyata gadis dengan cadar ini tidak sesederhana yang dia kira.
Lain halnya dengan Duke Wayne, dia menyadari kalau kepribadian dalam Clara keluar karena kepribadian luarnya merasa hidupnya terancam.
Duke Wayne menepuk pelan kepala Clara hingga gadis itu kembali sadar lagi. Saat itu, aura gelap dan mencekam itu ditarik kembali oleh pribadi dalamnya.
Ini merepotkan karena gadis itu punya dua kesadaran yang berbeda.
Namun, tubuh Clara malah goyah dan kesadarannya mulai lenyap. Hendrick bergerak cepat menggendong Clara yang pingsan.
"Ck! Bocah ini merepotkanku."
Karena Hendrick yang tiba - tiba keluar dengan membawa gadis bercadar di gendongannya. Kali ini mereka menarik perhatian semua orang di dalam aula termasuk sang Raja.
Raja mengalihkan pandangannya pada Duke Wayne yang terlihat cemas dengan apa yang terjadi. Raja menghela napasnya.
"Aku sudah memperingatkanmu, Duke."
...****...
Hellen mendekat pada Duke, ayahnya. Dia kesal karena gadis tahanan itu, Clara Scoleths menjadi pusat perhatian banyak orang. Padahal dia juga ingin menjadi seperti itu.
"Sebenarnya dia kenapa, ayah?" Tanya Hellen.
Dia berdiri agak dekat dengan Rovers, mungkin kalau Clara sadar dia akan mengatakan 'Dasar caper!' pada Hellen.
Duke Wayne memijat pelipisnya, dia dipusingkan oleh banyak hal. "Dia hanya punya kondisi tubuh yang 'istimewa'."
"Istimewa?" Tanya Rovers pelan.
Duke menganggukkan kepalanya. "Ya. Dia hanya akan seperti itu kalau dia merasa terganggu."
Rovers tersenyum pedih. "Jadi, aku ini hanyalah pengganggu baginya?"
"Saya tidak bilang begitu."
Hellen menggeram kesal, padalah Clara sudah dibawa pulang oleh kakaknya. Tapi dia masih bisa membuat perhatian Pangeran Mahkota teralihkan.
Kau menyebalkan, Clara Scoleths!
...****...
Di sebuah kamar yang minim pencahayaan. Ada seorang gadis yang terbaring lemah di kasur. Surai putihnya begitu layu, wajahnya yang pucat semakin bertambah pucat.
Lalu di samping kasur gadis itu tidur. Pria dengan rambut hazelnya setia memegangi tangan gadis itu. Raut wajahnya memang ketus, tapi di sana juga tersirat akan kekhawatiran.
Avrim memilih menunggu di luar ruangan karena dia tidak mau menganggu sama sekali. Mungkin dia hanya memberikan ruang kepada Hendrick yang hanya diam saja sekarang.
Awalnya Avrim merasa aneh mengapa kereta kuda menuju Istana pulang dengan cepat. Ternyata Clara pingsan, Avrim menduga kalau gadis muda itu memperlihatkan kepribadian dalamnya, tetapi karena belum terbiasa lagi seperti enam tahun lalu. Yang ada tenaga Clara malah terkuras habis.
Hendrick di dalam ruangan itu, menggenggam erat tangan Clara sambil mengumpat.
"Mengapa kau menjadi lemah begini, mana tenaga besarmu yang sering kau bangga - banggakan itu?"
Wajahnya memang ketus, tapi suaranya bergetar ketakutan.
Apa yang kutakutkan?
"Padahal kau tadi masih berani untuk menginjak kakiku. Ke mana semua keberanian itu pergi? Kau menyebalkan, seperti biasanya, huh..."
Hendrick terus saja mengeratkan genggaman tangannya supaya tak terlepas. Dia hanya mau mengatakan bahwa Clara tidak sendirian di dunia ini.
Apa - apaan soal kebebasan tadi? Dan mengapa ayah seolah mengetahui apa yang harus dilakukan olehnya? Lalu, apa sebenarnya tujuan Clara berada di sini?
Terlalu banyak pertanyaan di benak Hendrick, tetapi dia tak sepintar biasanya. Buktinya dia tak bisa menjawab semua pertanyaan itu, mungkin menunggu ayahnya menjawab adalah yang paling bisa dilakukannya. Itu pun kalau pak tua itu mau mengatakan sesuatu.
"Jika kau tak segera bangun, akan kulempar kau pada sinar matahari. Biar saja tubuhmu terbakar."
Hendrick menundukkan wajahnya dalam - dalam.
"Cepatlah bangun, bodoh."
...****...
Malam yang panjang berakhir tanpa ada kejadian lainnya. Matahari sudah terbit namun cahayanya tak pernah sampai ke dalam kamar seorang gadis yang meringkuk di balik selimut.
Lebih tepat mengatakan jika gadis itu diselimuti hingga menutupi seluruh badannya. Wajahnya yang konyol itu saat tidur terlihat begitu teduh dan menyejukkan.
Tangannya yang dingin digenggam oleh tangan yang lebih besar, itu pasti tangan pria. Pria itu tidur dengan tangan lainnya sebagai bantal, dia bahkan tidur sambil duduk karena kekhawatiran nya semalam.
Bahkan Avrim pun tidak mau menganggu kedua orang yang masih sibuk di alam mimpi itu. Dia hanya akan melaporkan kejadian ini pada Duke Wayne.
"Mmh...."
Mata dari wajah pucat itu mulai bergerak perlahan. Dan membuka mata cantiknya dengan lesu dan lemah. Dia menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk menemukan Avrim, tapi pelayan pribadinya itu tidak berada di dekatnya.
Karena merasa tangannya sulit digerakkan, dia melihat ke arah tangannya. Dan ternyata seorang pria tidur disampingnya dengan wajah elit.
Dengan tangan yang masih lemas. Clara mengarahkan tangannya untuk mengusap kepala Hendrick. Tatapannya melembut.
Uh! Kalau dia bersikap seperti ini sepanjang waktu. Sudah pasti hatiku yang lembut ini langsung meleleh.
"Mm..."
Ah! Dia bangun lebih cepat dari yang kukira. Sialan!
Clara langsung menarik kembali tangannya saat Hendrick mengerang bangun. Mata Hendrick terbuka dan tiba - tiba menjadi tajam kearah Clara.
SRET
Akkhh!
Clara reflek menutup matanya takut karena tangan Hendrick terulur menuju kepala Clara. Clara berpikir kalau pria itu akan memukulnya.
Hee? Apakah dipukul rasanya tidak sakit? Aku pikir itu tidak mungkin! Dipukul 'kan rasanya-
Clara kembali membuka matanya kala merasakan usapan hangat di kepalanya. Dia memandang ke arah Hendrick, tentu saja raut wajahnya masih ketus.
Namun, wajah ketus itu memberikan rasa hangat.
Tatapan Clara meredup dan hidungnya memerah, nyaris menangis. Padahal kalau dia menangis, ada kemungkinan Hendrick tertawa keras.
Kalau aku menangis, pasti si lidah beracun ini akan menertawakanku dan memberiku tatapan mengejek!
"Jangan berbuat seperti itu lagi, oke?" Tanya Hendrick.
"Saat itu saya bahkan tak melakukan apa - apa selain menginjak kaki anda. Bagaimana saya bisa tahu apa yang terjadi?"
Sungguh, mereka takkan bisa merasakan suasana melankolis lagi di suatu waktu. Jadi Clara hanya membuat semuanya menjadi tidak baik - baik saja. Mungkin baginya menyenangkan melihat bagaimana ekspresi cemas Hendrick.
Lagi pula, tidak banyak waktu ini akan terjadi lagi. Clara hanya merasa mereka tak bisa bersama di masa depan.
Ini aneh. Padahal aku 'kan harus menjadi pelindungnya, mengapa aku merasa seperti akan meninggalkannya? Kalau aku melakukan itu, sudah pasti Duke Wayne akan menggorok leherku sebagai gantinya!
"Kau hanya perlu berjanji untuk selalu baik - baik saja."
Clara tertawa renyah, dia memang menganggap ini kejadian langka. Tapi dia juga tak tahan dengan adegan bau bawang.
"Saya tidak bisa menjanjikan itu. Sulit bagi saya menampung janji baru lagi."
Hendrick mengerutkan keningnya. "Lagi? Siapa orang yang kau tampung janjinya?"
Namun bukannya menjawab, Clara hanya bisa menampilkan senyum tercantik yang mampu ia buat. Dia tentu tak bisa mengatakan tentang janjinya dengan Duke Wayne.
Karena Clara tak mau menjawab, Hendrick menghela napas dengan kasar. Dia menjadi gusar disebabkan pembicaraan ini. Dia seperti menjadi orang yang tidak tahu apa pun.
Hendrick bangun dari kursinya, dia meminta Avrim masuk untuk menjaga Clara agar tidak berulah lagi. Sebelum meninggalkan kamar Clara, dia berbalik hanya untuk melihat gadis konyol dengan sendok bubur di mulutnya. Tentu saja buburnya tidak hangat, itu harus dingin.
Telunjuk Hendrick mengarah pada Clara, mata maroon - nya terlihat berbahaya. "Dan kau, jangan berulah atau macam - macam seperti semalam. Kalau aku mendengar sesuatu kacau karena ulahmu..."
Ibu jari Hendrick terlihat mengarah ke lehernya dan membuat garis panjang horizontal. Seketika tubuh Clara kaku dan merinding melihatnya.
Clara mengangkat tangan kanannya di depan dada.
"Saya janji takkan berulah!"
TBC
Jangan lupa like dan komen ^-^
So, see you in the next chapter~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
D'dewz
menghibur...q suka cerita'y...
2022-08-12
0
senja
habis bilang gak bs janji langsung janji, wkwk
btw Helen memang menyebalkan, apa nanti bakal jd antagonis? ipar an sm antagonis sangat waw lho, wkwk
2022-01-18
3