Chapter 7 - Kacau

"....!"

Hendrick memasang wajah terkejut, lalu dia jadi terlihat kesal.

Reflek Clara bersembunyi di belakang Hendrick karena takut melihat Rovers secara langsung. Clara bahkan menggertakan giginya diam - diam karena kesal.

Bəjingan ini minta disembelih rupanya!

Hendrick juga mengangkat rendah tangannya untuk melindungi Clara. Duke Wayne yang melihat itu berjalan mendekati mereka.

"Salam sejahtera untuk Pangeran Mahkota Ranunculus." Ucap Duke Wayne.

"Oh, Duke? Kebetulan sekali, mungkin aku perlu meminta gadis ini dari kediamanmu?"

Duke Wayne menunduk. "Maafkan saya, Yang Mulia. Namun gadis antah berantah ini lebih memilih untuk hidup bebas dan tidak akan menikah sementara waktu ini."

"Apakah kalau jangka waktunya habis aku boleh?"

"Tidak...!" Clara bergumam tegas. Dia benci dipermainkan oleh manusia bermuka dua ini.

Ketiga pria di sana menoleh pada Clara yang ada di belakang Hendrick. Untung saja pesta ini ramai sehingga kejadian bentrok mereka tidak menjadi pusat perhatian.

Clara mencengkeram jubah Hendrick lebih kuat. "Saya berhak atas hidup saya. Setelah sekian lama saya terbebas, saya tidak akan begitu mudah melepaskan kebebasan ini kembali." Clara mengucapkan itu tanpa sadar.

Rovers dan Hendrick yang melihat itu merasa aneh karena aura di sekeliling mereka jadi lebih gelap dan mencekam. Mereka tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

Padahal Rovers mengatakan itu sebagai bahan candaan untuk berbincang. Ternyata gadis dengan cadar ini tidak sesederhana yang dia kira.

Lain halnya dengan Duke Wayne, dia menyadari kalau kepribadian dalam Clara keluar karena kepribadian luarnya merasa hidupnya terancam.

Duke Wayne menepuk pelan kepala Clara hingga gadis itu kembali sadar lagi. Saat itu, aura gelap dan mencekam itu ditarik kembali oleh pribadi dalamnya.

Ini merepotkan karena gadis itu punya dua kesadaran yang berbeda.

Namun, tubuh Clara malah goyah dan kesadarannya mulai lenyap. Hendrick bergerak cepat menggendong Clara yang pingsan.

"Ck! Bocah ini merepotkanku."

Karena Hendrick yang tiba - tiba keluar dengan membawa gadis bercadar di gendongannya. Kali ini mereka menarik perhatian semua orang di dalam aula termasuk sang Raja.

Raja mengalihkan pandangannya pada Duke Wayne yang terlihat cemas dengan apa yang terjadi. Raja menghela napasnya.

"Aku sudah memperingatkanmu, Duke."

...****...

Hellen mendekat pada Duke, ayahnya. Dia kesal karena gadis tahanan itu, Clara Scoleths menjadi pusat perhatian banyak orang. Padahal dia juga ingin menjadi seperti itu.

"Sebenarnya dia kenapa, ayah?" Tanya Hellen.

Dia berdiri agak dekat dengan Rovers, mungkin kalau Clara sadar dia akan mengatakan 'Dasar caper!' pada Hellen.

Duke Wayne memijat pelipisnya, dia dipusingkan oleh banyak hal. "Dia hanya punya kondisi tubuh yang 'istimewa'."

"Istimewa?" Tanya Rovers pelan.

Duke menganggukkan kepalanya. "Ya. Dia hanya akan seperti itu kalau dia merasa terganggu."

Rovers tersenyum pedih. "Jadi, aku ini hanyalah pengganggu baginya?"

"Saya tidak bilang begitu."

Hellen menggeram kesal, padalah Clara sudah dibawa pulang oleh kakaknya. Tapi dia masih bisa membuat perhatian Pangeran Mahkota teralihkan.

Kau menyebalkan, Clara Scoleths!

...****...

Di sebuah kamar yang minim pencahayaan. Ada seorang gadis yang terbaring lemah di kasur. Surai putihnya begitu layu, wajahnya yang pucat semakin bertambah pucat.

Lalu di samping kasur gadis itu tidur. Pria dengan rambut hazelnya setia memegangi tangan gadis itu. Raut wajahnya memang ketus, tapi di sana juga tersirat akan kekhawatiran.

Avrim memilih menunggu di luar ruangan karena dia tidak mau menganggu sama sekali. Mungkin dia hanya memberikan ruang kepada Hendrick yang hanya diam saja sekarang.

Awalnya Avrim merasa aneh mengapa kereta kuda menuju Istana pulang dengan cepat. Ternyata Clara pingsan, Avrim menduga kalau gadis muda itu memperlihatkan kepribadian dalamnya, tetapi karena belum terbiasa lagi seperti enam tahun lalu. Yang ada tenaga Clara malah terkuras habis.

Hendrick di dalam ruangan itu, menggenggam erat tangan Clara sambil mengumpat.

"Mengapa kau menjadi lemah begini, mana tenaga besarmu yang sering kau bangga - banggakan itu?"

Wajahnya memang ketus, tapi suaranya bergetar ketakutan.

Apa yang kutakutkan?

"Padahal kau tadi masih berani untuk menginjak kakiku. Ke mana semua keberanian itu pergi? Kau menyebalkan, seperti biasanya, huh..."

Hendrick terus saja mengeratkan genggaman tangannya supaya tak terlepas. Dia hanya mau mengatakan bahwa Clara tidak sendirian di dunia ini.

Apa - apaan soal kebebasan tadi? Dan mengapa ayah seolah mengetahui apa yang harus dilakukan olehnya? Lalu, apa sebenarnya tujuan Clara berada di sini?

Terlalu banyak pertanyaan di benak Hendrick, tetapi dia tak sepintar biasanya. Buktinya dia tak bisa menjawab semua pertanyaan itu, mungkin menunggu ayahnya menjawab adalah yang paling bisa dilakukannya. Itu pun kalau pak tua itu mau mengatakan sesuatu.

"Jika kau tak segera bangun, akan kulempar kau pada sinar matahari. Biar saja tubuhmu terbakar."

Hendrick menundukkan wajahnya dalam - dalam.

"Cepatlah bangun, bodoh."

...****...

Malam yang panjang berakhir tanpa ada kejadian lainnya. Matahari sudah terbit namun cahayanya tak pernah sampai ke dalam kamar seorang gadis yang meringkuk di balik selimut.

Lebih tepat mengatakan jika gadis itu diselimuti hingga menutupi seluruh badannya. Wajahnya yang konyol itu saat tidur terlihat begitu teduh dan menyejukkan.

Tangannya yang dingin digenggam oleh tangan yang lebih besar, itu pasti tangan pria. Pria itu tidur dengan tangan lainnya sebagai bantal, dia bahkan tidur sambil duduk karena kekhawatiran nya semalam.

Bahkan Avrim pun tidak mau menganggu kedua orang yang masih sibuk di alam mimpi itu. Dia hanya akan melaporkan kejadian ini pada Duke Wayne.

"Mmh...."

Mata dari wajah pucat itu mulai bergerak perlahan. Dan membuka mata cantiknya dengan lesu dan lemah. Dia menggerakkan kepalanya ke kanan dan kiri untuk menemukan Avrim, tapi pelayan pribadinya itu tidak berada di dekatnya.

Karena merasa tangannya sulit digerakkan, dia melihat ke arah tangannya. Dan ternyata seorang pria tidur disampingnya dengan wajah elit.

Dengan tangan yang masih lemas. Clara mengarahkan tangannya untuk mengusap kepala Hendrick. Tatapannya melembut.

Uh! Kalau dia bersikap seperti ini sepanjang waktu. Sudah pasti hatiku yang lembut ini langsung meleleh.

"Mm..."

Ah! Dia bangun lebih cepat dari yang kukira. Sialan!

Clara langsung menarik kembali tangannya saat Hendrick mengerang bangun. Mata Hendrick terbuka dan tiba - tiba menjadi tajam kearah Clara.

SRET

Akkhh!

Clara reflek menutup matanya takut karena tangan Hendrick terulur menuju kepala Clara. Clara berpikir kalau pria itu akan memukulnya.

Hee? Apakah dipukul rasanya tidak sakit? Aku pikir itu tidak mungkin! Dipukul 'kan rasanya-

Clara kembali membuka matanya kala merasakan usapan hangat di kepalanya. Dia memandang ke arah Hendrick, tentu saja raut wajahnya masih ketus.

Namun, wajah ketus itu memberikan rasa hangat.

Tatapan Clara meredup dan hidungnya memerah, nyaris menangis. Padahal kalau dia menangis, ada kemungkinan Hendrick tertawa keras.

Kalau aku menangis, pasti si lidah beracun ini akan menertawakanku dan memberiku tatapan mengejek!

"Jangan berbuat seperti itu lagi, oke?" Tanya Hendrick.

"Saat itu saya bahkan tak melakukan apa - apa selain menginjak kaki anda. Bagaimana saya bisa tahu apa yang terjadi?"

Sungguh, mereka takkan bisa merasakan suasana melankolis lagi di suatu waktu. Jadi Clara hanya membuat semuanya menjadi tidak baik - baik saja. Mungkin baginya menyenangkan melihat bagaimana ekspresi cemas Hendrick.

Lagi pula, tidak banyak waktu ini akan terjadi lagi. Clara hanya merasa mereka tak bisa bersama di masa depan.

Ini aneh. Padahal aku 'kan harus menjadi pelindungnya, mengapa aku merasa seperti akan meninggalkannya? Kalau aku melakukan itu, sudah pasti Duke Wayne akan menggorok leherku sebagai gantinya!

"Kau hanya perlu berjanji untuk selalu baik - baik saja."

Clara tertawa renyah, dia memang menganggap ini kejadian langka. Tapi dia juga tak tahan dengan adegan bau bawang.

"Saya tidak bisa menjanjikan itu. Sulit bagi saya menampung janji baru lagi."

Hendrick mengerutkan keningnya. "Lagi? Siapa orang yang kau tampung janjinya?"

Namun bukannya menjawab, Clara hanya bisa menampilkan senyum tercantik yang mampu ia buat. Dia tentu tak bisa mengatakan tentang janjinya dengan Duke Wayne.

Karena Clara tak mau menjawab, Hendrick menghela napas dengan kasar. Dia menjadi gusar disebabkan pembicaraan ini. Dia seperti menjadi orang yang tidak tahu apa pun.

Hendrick bangun dari kursinya, dia meminta Avrim masuk untuk menjaga Clara agar tidak berulah lagi. Sebelum meninggalkan kamar Clara, dia berbalik hanya untuk melihat gadis konyol dengan sendok bubur di mulutnya. Tentu saja buburnya tidak hangat, itu harus dingin.

Telunjuk Hendrick mengarah pada Clara, mata maroon - nya terlihat berbahaya. "Dan kau, jangan berulah atau macam - macam seperti semalam. Kalau aku mendengar sesuatu kacau karena ulahmu..."

Ibu jari Hendrick terlihat mengarah ke lehernya dan membuat garis panjang horizontal. Seketika tubuh Clara kaku dan merinding melihatnya.

Clara mengangkat tangan kanannya di depan dada.

"Saya janji takkan berulah!"

TBC

Jangan lupa like dan komen ^-^

So, see you in the next chapter~

Terpopuler

Comments

D'dewz

D'dewz

menghibur...q suka cerita'y...

2022-08-12

0

senja

senja

habis bilang gak bs janji langsung janji, wkwk


btw Helen memang menyebalkan, apa nanti bakal jd antagonis? ipar an sm antagonis sangat waw lho, wkwk

2022-01-18

3

lihat semua
Episodes
1 Promosi Karya
2 PROLOG
3 Chapter 1 - Dunia Novel?
4 Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5 Chapter 3 - Hendrick Wayne
6 Chapter 4 - Berita
7 Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8 Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9 Chapter 7 - Kacau
10 Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11 Chapter 9 - Herbras I
12 Chapter 10 - Herbras II
13 Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14 Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15 Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16 Chapter 14 - Cerita Lama
17 Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18 Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19 Chapter 17 - Memori Hortensia I
20 Chapter 18 - Memori Hortensia II
21 Chapter 19 - Memori Hortensia III
22 Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23 Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24 Chapter 22 - Sebuah Rasa
25 Chapter 23 - Langkah Awal
26 Chapter 24 - Bentrok
27 Chapter 25 - Terus Berlanjut
28 Chapter 26. Kedatangan Rovers
29 Chapter 27 - Hari Hujan
30 Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31 Chapter 29 - Rentetan Masalah
32 Chapter 30 - Rumor yang Datang
33 Chapter 31 - Memulai Topik
34 Chapter 32 - Tentang Avrim
35 Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36 Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37 Chapter 35 - Situasi Genting
38 Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39 Chapter 37 - Terima Kasih
40 Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41 Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42 Chapter 40 - Wilayah Barat
43 Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44 Chapter 42 - Tiga Kondisi
45 Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46 Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47 Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48 Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49 Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50 Chapter 48 - Menonton Teater
51 Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52 Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53 Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54 Chapter 52 - Kuil Istana
55 Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56 Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57 Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58 PLEASE BACA DULU...
59 Chapter 56 - Melepas Rindu
60 Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61 Chapter 58 - Duel
62 Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63 Chapter 60 - Senjata Kedua
64 Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65 Chapter 62 - Rasa Gelisah
66 Chapter 63 - Hari Besar
67 Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68 Chapter 65 - Wilayah Utara
69 Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70 Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71 Chapter 68 - Senjata Freesia I
72 Chapter 69 - Senjata Freesia II
73 Chapter 70 - Senjata Freesia III
74 Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75 Chapter 72 - Senjata Freesia V
76 Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77 Chapter 74 - Rencana Penculikan
78 Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79 Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80 Chapter 77 - Wilayah Selatan
81 Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82 Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83 Chapter 80 - Badai Malam
84 Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85 Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86 Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87 Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88 Chapter 85 - Reuni Manis
89 Chapter 86 - Identitas Mereka
90 Chapter 87 - Valentina Harold
91 Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92 Visual Character & Penjelasan Singkat
93 Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94 Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95 Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96 Chapter 92 - Permata Amethyst
97 Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98 Chapter 94 - Hitam Artinya...
99 Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100 Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101 Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102 Chapter 98 - Pihak Netral
103 Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104 Chapter 100 - Diskusi Kematian
105 Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106 Chapter 102 - Duo
107 Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108 Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109 Chapter 105 - Murid dan Guru
110 Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111 Chapter 107 - Hari Eksekusi
112 Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113 Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114 Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115 Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116 Chapter 112 - Bala Bantuan
117 Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118 Chapter 114 - Simbol Kematian
119 Chapter 115 - Getaran Herbras
120 Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121 Chapter 117 - Adik & Kakak
122 Chapter 118 - Tak Terkendali
123 Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124 Chapter 120 - Salam Perpisahan
125 Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126 Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127 Chapter 123 - Sang Antagonis
128 Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129 Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130 Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131 Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132 Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133 Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134 Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135 Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136 Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137 Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138 Chapter 134 - Hari Bahagia
139 Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140 Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141 Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142 Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143 Spesial QnA
144 Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145 Pengumuman Novel Baru!
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Promosi Karya
2
PROLOG
3
Chapter 1 - Dunia Novel?
4
Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5
Chapter 3 - Hendrick Wayne
6
Chapter 4 - Berita
7
Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8
Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9
Chapter 7 - Kacau
10
Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11
Chapter 9 - Herbras I
12
Chapter 10 - Herbras II
13
Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14
Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15
Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16
Chapter 14 - Cerita Lama
17
Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18
Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19
Chapter 17 - Memori Hortensia I
20
Chapter 18 - Memori Hortensia II
21
Chapter 19 - Memori Hortensia III
22
Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23
Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24
Chapter 22 - Sebuah Rasa
25
Chapter 23 - Langkah Awal
26
Chapter 24 - Bentrok
27
Chapter 25 - Terus Berlanjut
28
Chapter 26. Kedatangan Rovers
29
Chapter 27 - Hari Hujan
30
Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31
Chapter 29 - Rentetan Masalah
32
Chapter 30 - Rumor yang Datang
33
Chapter 31 - Memulai Topik
34
Chapter 32 - Tentang Avrim
35
Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36
Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37
Chapter 35 - Situasi Genting
38
Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39
Chapter 37 - Terima Kasih
40
Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41
Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42
Chapter 40 - Wilayah Barat
43
Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44
Chapter 42 - Tiga Kondisi
45
Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46
Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47
Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48
Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49
Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50
Chapter 48 - Menonton Teater
51
Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52
Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53
Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54
Chapter 52 - Kuil Istana
55
Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56
Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57
Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58
PLEASE BACA DULU...
59
Chapter 56 - Melepas Rindu
60
Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61
Chapter 58 - Duel
62
Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63
Chapter 60 - Senjata Kedua
64
Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65
Chapter 62 - Rasa Gelisah
66
Chapter 63 - Hari Besar
67
Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68
Chapter 65 - Wilayah Utara
69
Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70
Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71
Chapter 68 - Senjata Freesia I
72
Chapter 69 - Senjata Freesia II
73
Chapter 70 - Senjata Freesia III
74
Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75
Chapter 72 - Senjata Freesia V
76
Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77
Chapter 74 - Rencana Penculikan
78
Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79
Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80
Chapter 77 - Wilayah Selatan
81
Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82
Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83
Chapter 80 - Badai Malam
84
Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85
Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86
Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87
Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88
Chapter 85 - Reuni Manis
89
Chapter 86 - Identitas Mereka
90
Chapter 87 - Valentina Harold
91
Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92
Visual Character & Penjelasan Singkat
93
Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94
Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95
Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96
Chapter 92 - Permata Amethyst
97
Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98
Chapter 94 - Hitam Artinya...
99
Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100
Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101
Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102
Chapter 98 - Pihak Netral
103
Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104
Chapter 100 - Diskusi Kematian
105
Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106
Chapter 102 - Duo
107
Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108
Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109
Chapter 105 - Murid dan Guru
110
Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111
Chapter 107 - Hari Eksekusi
112
Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113
Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114
Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115
Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116
Chapter 112 - Bala Bantuan
117
Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118
Chapter 114 - Simbol Kematian
119
Chapter 115 - Getaran Herbras
120
Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121
Chapter 117 - Adik & Kakak
122
Chapter 118 - Tak Terkendali
123
Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124
Chapter 120 - Salam Perpisahan
125
Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126
Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127
Chapter 123 - Sang Antagonis
128
Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129
Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130
Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131
Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132
Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133
Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134
Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135
Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136
Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137
Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138
Chapter 134 - Hari Bahagia
139
Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140
Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141
Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142
Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143
Spesial QnA
144
Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145
Pengumuman Novel Baru!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!