"Apakah itu menjadi masalah untuk anda?" Clara bertanya balik, dia sudah belajar untuk menjadi pembicara hebat seperti Duke Wayne.
"Kukira kau sebelumnya mengatakan bahwa kau mencintai tunanganku. Tapi, apa kau bersama kakakku hanya untuk membalaskan kekesalanmu itu?"
Clara mendelik, meskipun tidak akan terlihat oleh Hellen. "Heh..." Kemudian ia tersenyum sinis. "Seharusnya anda menanyakan perihal ini kepada Duke Wayne saja."
"Ayah? Mengapa Ayah?" Hellen jadi tidak sabaran.
"Sudahlah, kehidupan saya ini tidak perlu anda ketahui terlalu dalam. Sungguh, anda akan menyesal jika mengoreknya terlalu dalam."
Dengan langkah agak cepat. Clara meninggalkan Hellen yang masih termenung. Perkataan Clara sebelumnya memang tepat sasaran. Hellen tidak perlu tahu tentang kejamnya dunia, Duke Wayne begitu akurat memperkirakannya.
Karena itulah, Hellen hanya bisa membanggakan dirinya sendiri sementara dalam hati merendahkan yang lain. Kegelapan hati manusia memang menakutkan.
Clara tak tahu kalau iris emas dari seseorang terus lekat kepadanya dengan menyiratkan kepiluan.
...****...
Di dalam kamar, Hellen memegang bunga yang sudah dikeringkan dan diawetkan untuk dijadikan sebagai penanda buku. Itu diberikan kepadanya dari seseorang yang selama ini menumpang di kediamannya.
Bunga itu lumayan langka dan hanya ada di wilayah tertentu. Hellen tahu dari mana bunga itu bisa didapat. Yang membuatnya ragu adalah alasan mengapa orang itu bisa mendapatkannya.
Hellen selama ini selalu menyimpan pemberian tersebut dengan hati-hati. Dia bahkan menempatkannya dalam sebuah kotak khusus. Hellen tak menggunakan benda itu sebagaimana fungsinya, dia lebih suka menyimpannya.
Karena itu adalah hadiah dari sahabat pertamanya.
Meskipun dia sudah tidak ingat lagi.
"Bagaimana bisa dia menjadi orang yang berbeda? Dia berubah-ubah dalam periode waktu tertentu. Aku tidak ingat bahwa dia seperti ini terakhir kali. Mungkinkah ada sesuatu?"
Hellen memandang lekat kotak indah berisi penanda buku dari bunga tersebut. Dia ingin tahu, apa yang sebenarnya terjadi beberapa tahun ini sehingga si pemberi hadiah ini selalu berubah-ubah sikap dan sifatnya.
"Aku bertanya pada Kakak, namun Kakak bilang tidak tahu. Aku tidak bisa bertanya pada Ayah, bagaimana kalau Ayah curiga dengan pertanyaanku itu? Ayah tidak terkejut dengan perubahannya, tapi aku merasa kalau itu terlalu tiba-tiba. Sekarang dia sudah kembali lagi seperti dulu. Tetapi, aku merasa kami tidak akan bisa bersama lagi seperti dulu."
Dengan langkah lunglai, Hellen mendekat pada jendela yang disandingkan bersama gorden bercorak istimewa. Dia membuka gorden dan melihat langit malam terbentang sejauh mata memandang.
"Aku melihatmu yang dulu begitu menyedihkan. Kemudian menjelma menjadi begitu dingin, bahkan kau selalu menghindari Kakak. Mengapa bersikap seolah kau tidak mengenalku sebelumnya? Dan malah dekat dengan Kakak."
Angin sepoi-sepoi berhembus ketika jendela sudah terbuka.
"Dan sekarang? Kau bukannya menyenangkan, tapi malah terlihat konyol. Ada apa? Kenapa Ayah juga tak mau menjawabku?"
"Sekarang kita bersikap seolah tidak saling kenal. Lucu sekali."
Hellen juga sempat tak percaya jika mereka menyukai orang yang sama. Tapi melihat Clara yang tidak bereaksi barusan setelah bertemu Rovers, itu membuat kejanggalan tersendiri dalam hatinya.
"Dia sudah berbohong."
Ingatan Hellen kembali pada saat Clara pulang bersama Kakaknya. Seharusnya dia sadar lebih awal, tidak ada sorot cinta di mata Clara ketika gadis itu mengatakan bahwa dia mencintai Rovers.
"Apakah mereka bukan orang yang sama?"
...****...
Clara mondar-mandir tak karuan di kamarnya dengan segala keluhan keluar dari mulutnya. Avrim hanya menatap dengan tenang Nonanya itu, sambil sesekali minum atau memakan buah yang sedang ia potong.
"Sialan! Bolehkah aku memukul kepala Pangeran Mahkota itu? Kalau boleh, haruskah aku pilih yang pelan atau super super menyakitkan. Kalau ditendang? Sshh... Itu akan ngilu bila dilakukan."
Sesekali Clara menggigit jemarinya sebab kapasitas otaknya mulai mencapai batas dan tidak bisa diajak untuk berpikir.
"Bagaimana festivalnya, Nona?" Avrim melanjutkan kembali aktivitas memotong buah-buahannya.
"Hm? Yah... tidak ada yang spesial. Hanya saja aku cukup terkejut dengan sesuatu."
"Apa itu?"
"Avrim, mengapa kau tidak pernah memberi tahuku tentang pertunangan Pangeran Mahkota dan Hellen Wayne? Jadinya aku malah salah paham dan berakhir diejek olehnya."
"Dia? Duke Muda?" Avrim memiringkan kepalanya bingung.
"Tentu saja. Memangnya siapa lagi yang begitu kejam untuk menertawakan seorang gadis muda yang lemah lembut sepertiku?"
Senyum lembut terpatri di wajah penuh kerutan milik Avrim. Nonanya memang tidak menyadari bagaimana perasaan Duke Muda itu padanya. Tapi Avrim tidak ingin begitu mencampuri urusan tersebut. Itu privasi Nonanya bagaimanapun juga.
"Nona, semua lukisan yang Nona buat mau diapakan?" Avrim kembali ingat kalau sebelum Clara membuat kesepakatan dengan Duke. Dia begitu rajin melukis apa pun dan Avrim pun tak tahu apa itu.
"Ah, itu. Aku akan tetap menyimpannya. Lagi pula kamarku begitu gelap dan tanpa hiasan sedikitpun. Aku juga ingin setidaknya kamarku punya corak sendiri. Meskipun lukisan buatanku itu jelek."
"Siapa yang mengatakan itu kepada Nona? Lukisan Nona sangatlah indah. Saya juga keheranan karena baru tahu Nona bisa melukis seindah itu."
"Kau terlalu memujiku, Avrim."
"Dari mana Nona belajar melukis?"
"Yah... um... hanya aku hanya mencoba-coba saja. Beruntungnya aku, ternyata Avrim mengatakan bahwa lukisanku itu berseni."
"Begitu."
Hening melanda kamar Clara.
Clara Scoleths memang memiliki pengetahuan yang minim tentang menciptakan karya seni. Jadi ketika Avrim melihat hasil dari lukisanku, dia kaget, sebab Clara Scoleths tidak pernah melukis sebelumnya.
"Apa Nona tidak ingin tidur? Ini sudah malam. Seorang gadis tidak boleh tidur malam-malam. Itu akan mengganggu kesehatan kulit Nona."
Kesehatan kulitku? Yang benar saja. Bahkan kulitku tidak boleh terpapar sinar matahari. Sekarang Avrim berbicara tentang menjaga kulit, mau dijaga bagaimana?
Clara menghampiri tempat tidur dan menyelimuti dirinya setelah mendapat posisi pas untuk tidur. Seperti biasa, Avrim akan meniup lilinnya dan keluar kamar Clara setelah Nonanya terlelap.
Avrim melangkah menuju kamarnya, mungkin dia akan mengirimkan surat lagi malam ini. Tentunya agar tidak terputus komunikasinya dengan Tuannya yang sebenarnya.
Untuk menghindari ada yang masuk tiba - tiba ke kamarnya. Avrim mengunci pintu, kemudian duduk dan mengambil lembaran kertas lain. Sebuah lembar kertas yang khusus dan hanya dimiliki oleh dirinya dan Tuannya.
Setelah mencatat dan seekor merpati datang, seperti biasa. Avrim akan mengikatkan pesan tersebut pada kaki burung. Dan burung tersebut akan mengantarkan pesannya pada Tuan yang ia panggil 'Yang Mulia'.
"Ini semakin mendekati akhirnya."
TBC
Jangan lupa like dan komen ^-^
So, see you in the next chapter~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Yessi Kenzie
Apa jgn2 dah ada bbrp org yg berbeda yg masuk ke raga Clara?? Khan sifatnya berubah-ubah tu..
2022-10-11
0
Zulvianti
akhhhh..... siapa sih orang di balik ini semua, apakah pemeran utama..... atau hanya perantara
2022-03-12
1
Nabilaaaa`
kayaknya status Clara tidak sesederhana itu🗿
2022-02-20
1