Chapter 3 - Hendrick Wayne

Clara melangkah menuju pintu dan membukanya dengan hati - hati. Dia tidak akan lupa lagi dengan kenyataan bahwa kulitnya lemah pada sinar matahari.

Pintu pun terbuka.

Oh my lord! Apakah dunia novel ini dipenuhi dengan pemeran yang menawan? Bahkan yang bukan karakter utama saja sudah setampan ini.

Abaikan kata hati Clara yang ngawur karena dia berasal dari +62, maka harap maklumi saja.

“Kenapa kau memandangku seperti itu? Matamu minta dicongkel, ya?” Suara dingin pria itu terdengar.

Mengapa mulutnya sangat pedas? Pasti dia sudah terlatih untuk menghina dan menyindir orang lain. Aku harap pendampingnya di masa depan adalah orang tabah.

“Hei, saat ada orang yang bicara padamu maka jangan diam saja!”

“Weits!”

Clara menghindari tatapan tajam Hendrick dengan gaya konyolnya. Itu membuat pria itu menatap Clara dengan aneh, seolah Clara adalah makhluk langka yang sulit ditemukan.

Lagipula, apa - apaan cara bicaranya itu? Santai sekali.

Clara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan melihat ke arah Hendrick yang siap dengan pertanyaan barunya. “Ekhem!” Clara terbatuk kemudian memposisikan dirinya sebagai gadis anggun.

"Mengapa anda datang kemari? Jika anda datang kemari hanya untuk melihat saya bermain sirkus, maka silahkan jalan ke lorong sebelah kanan untuk menuju lantai bawah.”

Hendrick menautkan alisnya, dia heran dengan tahanan rumahnya ini yang mulai banyak bicara. Padahal dulu, membukakan pintu saja tidak mau dan berakhir dengan dobrakan oleh Hendrick.

Dia juga berani sekali mengusir pewaris keluarga Wayne. Lalu, sirkus? Benar-benar kosakata yang unik.

Meski begitu, Hendrick enggan berlama - lama berada di lantai atas. Atau otaknya juga akan sama gelapnya dengan pemilik lantai ini.

"Ayah ingin bicara padamu. Dengar - dengar selama seminggu ini kau tidak berulah. Ayah mungkin akan menanyakan bagaimana kondisimu saat ini.”

Huh? Aku ‘kan dikurung. Bagaimana bisa berulah?

Hendrick berjalan meninggalkan Clara. Seperti yang gadis itu katakan, kalau mau turun lantai sebaiknya belok ke lorong sebelah kanan dan akan ditemukan tangga untuk turun.

"Kapan?!” Clara agak berteriak, takut suaranya tidak terdengar karena jarak.

“Sekarang juga boleh.”

“Yang benar saja, mana mau aku bertemu dengan pak tua sialan yang membuatku terkurung!” Clara mencibir kesal dengan suara sangat pelan.

Tapi dia tidak tahu, jika Hendrick bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Dia tersenyum aneh, “Beruntung tak kuadukan pada ayah. Kalau iya, maka tamatlah riwayatmu.”

...****...

Hendrick POV

Aku berjalan cukup lama dari lantai tahanan rumah itu. Aku tak mengerti dengannya. Memang pertemuanku dengan gadis itu hanya sekitar empat hingga lima kali sejak kedatangannya. Namun, aku yakin kalau dia tak sekonyol ini terakhir kali.

Jadi, apa yang membuatnya berubah?

Aku tak pernah tahu mengapa dia perlu dirawat di sini. Padahal, akan lebih bagus jika dia ditendang saja ke rumah panti. Tetapi, ayah seolah menolak melakukan itu. Ini seperti ada sesuatu tentangnya yang dirahasiakan oleh ayah. Ibu juga tidak tahu apa - apa saat aku bertanya. Bahkan Hellen pun merasakan hal yang sama denganku.

Dan ditambah dengan kenyataan bahwa dia begitu menghindari sesuatu yang bersifat keluar atau terkena cahaya. Terkadang aku penasaran, tapi aku juga tak mau terlalu dekat dengannya.

Ada sesuatu dalam dirinya yang kuhindari.

Namun, aku sendiri tidak tahu apa itu.

Bukankah ini aneh?

Biasanya, kalau aku membawa perintah dari ayah, dia akan menatapku sinis dan dingin. Melihatku seakan aku harus segera pergi atau dia akan bertindak.

Lalu, siapa orang yang barusan menebarkan omong kosong? Apa dia membuat kepribadian baru pada dirinya?

Yang jelas aku tak mau tahu.

...****...

Author POV

Clara bersiap-siap menemui kepala keluarga Wayne itu. Dia memakai pakaian yang sangat tertutup, singkatnya dia memakai itu untuk menghindari kulitnya dari sinar matahari yang akan membakarnya.

Sialan! Matahari yang dahulu kucintai menjadi musuh terbesarku di dunia ini.

Bahkan Clara bersungut - sungut kesal pada siapa pun karena telah membuatnya berada di dalam tubuh Clara Scoleths dan menjerumuskannya ke dalam dunia novel ini.

Namun, dia tetap bersyukur. Setidaknya, Clara tidak akan memiliki hubungan sedikit pun dengan para pemeran utama jika terus berada dalam ruangan ini. Jika dirinya menjadi Hellen, sudah pasti urusannya akan semakin rumit.

Dia juga tak mau berperan sebagai antagonis.

Ditambah dengan sikap para male lead yang rupa - rupa warnanya itu. Entah si muka dua, tsundere, yang sering mode limbad, buaya darat dan si naif yang mudah tertipu. Akan tetapi, masuk ke dalam tubuh Clara juga bukanlah hal bagus.

Dosanya adalah dosaku. Apa yang harus kulakukan demi menebus semua dosa Clara asli?

Clara keluar dari kamarnya dengan jubah besar yang membuatnya terlihat seperti penjahat sekarang. Namun, penjahat ini malah berjalan dengan santai.

Sesampainya di depan pintu ruangan kepala keluarga Wayne. Clara mengetuknya.

"Tuan Duke, ini saya Clara Scoleths. Anda memanggil saya?”

Hening.

“Masuklah!”

Di dalam, Clara melihat ada pria paruh baya yang duduk di sebuah meja kerja. Di atas meja itu ada lembaran - lembaran kertas yang Clara pikir itu semacam dokumen jika di dunianya.

Clara membungkukkan badannya, “Apakah ada yang ingin anda bicarakan?”

“Tentu,” pria itu mengalihkan matanya pada Clara. “Aku pikir anak tertuaku sudah memberitahumu alasanku memanggilmu.”

“Benar. Saya sekarang baik - baik saja, anda bisa melihatnya sendiri. Bahkan saya bisa membanting anda dalam keadaan ini.”

“Benarkah? Tapi, kondisi kulitmu benar - benar tidak bisa membuatku mengirimmu ke pesta teh para gadis bangsawan. Awalnya aku ingin kau agar menemani Hellen ke mana saja dia pergi.”

Clara mencebikkan bibirnya, “Apa anda tidak takut?”

“Takut apa?” Duke Wayne mengangkat sebelah alisnya.

“Anda tahu siapa saya, bukankah karena anda tahu makanya saya dibawa dari Freesia?”

Wajah Duke Wayne menggelap.

“Apa yang harus kulakukan padamu? Menajamkan kembali instingmu sebagai pembunuh gila atau membiarkannya menumpul begitu saja?”

"Lebih baik anda menjauhkan saya dari anak anda. Apa anda tak khawatir kalau anak anda terluka dan menjadi korban?”

“Mungkin mendepakmu kembali ke Freesia adalah pilihan paling benar.”

“Benar bukan berarti tepat. Ranunculus berada dalam bahaya kalau saya dikembalikan ke Freesia.”

Duke Wayne menyangga dagunya, “Sekarang kau pandai membalikkan kalimat seseorang. Siapa yang mengajarimu? Pelayanmu yang hina itu?”

Wajah Clara mengeras.

“Avrim bukanlah pelayan hina! Apa anda tidak mengerti definisi dari menghargai? Setidaknya, Avrim adalah satu - satunya orang yang masih punya hati di kediaman ini.”

“Jaga bicaramu, Clara Scoleths!’

“Apakah saya harus? Bahkan anda tidak menghargai saya layaknya manusia. Apa saya harus menghormati anda?” ucap Clara dengan nada mengejek.

“Seharusnya aku tak pernah menyelamatkanmu.”

“Memang, itu memang benar.”

“Eksistensimu disembunyikan dunia. Bagaimana kau bisa bertahan hidup di luar sana tanpa ada aku?”

“Mungkin anda sudah terlalu tua sehingga tidak semua akan diingat. Namun, saya akan berbaik hati menjelaskannya. Saya adalah gadis yang dikurung di menara Freesia sebagai senjata karena saya itu-”

“Sangat suka berperan sebagai malaikat maut.”

Duke Wayne berkata dengan nada mengejek di sana. Duke tua yang satu ini memang tahu, Clara memang berbahaya jika keberadaannya diketahui dunia. Apalagi kalau Freesia tahu.

Pada akhirnya, pembicaraan ini intinya adalah mereka yang saling mengejek satu sama lain. Tidak ada yang mau mengalah, mereka ingin mematikan argumen lawan. Namun, nyatanya itu memang sulit dilakukan.

“Tapi, saya ini lumayan pandai bersyukur...” ucap Clara lirih sambil memandangi ke jendela yang sengaja ditutup.

Duke Wayne yang mendengar itu menaikkan sebelah alisnya.

“Jika saya tetap di Freesia...”

Duke Wayne mulai tahu apa yang dipikirkan Clara.

“Kemungkinan terburuknya adalah kau pasti akan menjadi mesin pembunuh terhebat yang pernah raja serakah itu miliki.”

“Saya adalah yang pertama. Tapi masih ada kemungkinan jika Raja Freesia membuat yang lain.”

“Heh!” Duke Wayne mengejek Clara lagi dengan wajahnya yang mulai keriput. “Kau pikir mudah mendapatkan senjata sepertimu?"

“Bisakah anda tak berbelit - belit? Otak saya tidak selalu cepat tanggap.”

Duke Wayne menghela napasnya lelah.

“Karena saat itu kau tidak punya sesuatu yang disebut rumah, sulit bagimu untuk bertahan hidup di dunia kejam ini. Membunuh adalah satu - satunya cara yang kau lakukan untuk bertahan. Mereka takkan mendapatkanmu yang kedua semudah itu!”

Aku mengerti. Tapi, apa alasan Duke tua ini membawaku?

Seolah bisa membaca pikiran Clara, Duke Wayne kembali membuka mulutnya.

“Aku tak tertarik menjadikanmu mesin pembunuh seperti Raja gila itu. Tapi, aku juga bukan orang yang tidak memiliki otak licik. Kau di sini karena sebuah alasan.”

“Anda bukan bəjingan tua yang suka bermusim semi dengan gadis muda, bukan?” Tebak Clara.

Hal itu membuat Duke Wayne nyaris mendecak sebal kalau tidak ingat dengan statusnya.

“Walau aku suka melihat keindahan dan kecantikan dari seseorang, bukan berarti aku melampiaskan nafsuku padamu! Lagipula aku mempunyai istri yang cantik, apa kau lupa?”

“Lantas mengapa?”

“Diam dulu!”

“Ingat umur anda sendiri, Duke.”

“Aku tahu. Kau di sini karena Hendrick. Apakah kau tertarik menjadi seorang pelindung bayangan?”

TBC

Jangan lupa like dan komen ^-^

So, see you in the next chapter~

Terpopuler

Comments

imah umaraya

imah umaraya

lebih baik dari menjadi pembunuh

2022-01-22

2

lihat semua
Episodes
1 Promosi Karya
2 PROLOG
3 Chapter 1 - Dunia Novel?
4 Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5 Chapter 3 - Hendrick Wayne
6 Chapter 4 - Berita
7 Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8 Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9 Chapter 7 - Kacau
10 Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11 Chapter 9 - Herbras I
12 Chapter 10 - Herbras II
13 Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14 Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15 Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16 Chapter 14 - Cerita Lama
17 Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18 Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19 Chapter 17 - Memori Hortensia I
20 Chapter 18 - Memori Hortensia II
21 Chapter 19 - Memori Hortensia III
22 Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23 Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24 Chapter 22 - Sebuah Rasa
25 Chapter 23 - Langkah Awal
26 Chapter 24 - Bentrok
27 Chapter 25 - Terus Berlanjut
28 Chapter 26. Kedatangan Rovers
29 Chapter 27 - Hari Hujan
30 Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31 Chapter 29 - Rentetan Masalah
32 Chapter 30 - Rumor yang Datang
33 Chapter 31 - Memulai Topik
34 Chapter 32 - Tentang Avrim
35 Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36 Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37 Chapter 35 - Situasi Genting
38 Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39 Chapter 37 - Terima Kasih
40 Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41 Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42 Chapter 40 - Wilayah Barat
43 Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44 Chapter 42 - Tiga Kondisi
45 Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46 Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47 Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48 Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49 Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50 Chapter 48 - Menonton Teater
51 Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52 Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53 Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54 Chapter 52 - Kuil Istana
55 Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56 Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57 Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58 PLEASE BACA DULU...
59 Chapter 56 - Melepas Rindu
60 Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61 Chapter 58 - Duel
62 Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63 Chapter 60 - Senjata Kedua
64 Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65 Chapter 62 - Rasa Gelisah
66 Chapter 63 - Hari Besar
67 Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68 Chapter 65 - Wilayah Utara
69 Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70 Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71 Chapter 68 - Senjata Freesia I
72 Chapter 69 - Senjata Freesia II
73 Chapter 70 - Senjata Freesia III
74 Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75 Chapter 72 - Senjata Freesia V
76 Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77 Chapter 74 - Rencana Penculikan
78 Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79 Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80 Chapter 77 - Wilayah Selatan
81 Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82 Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83 Chapter 80 - Badai Malam
84 Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85 Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86 Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87 Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88 Chapter 85 - Reuni Manis
89 Chapter 86 - Identitas Mereka
90 Chapter 87 - Valentina Harold
91 Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92 Visual Character & Penjelasan Singkat
93 Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94 Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95 Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96 Chapter 92 - Permata Amethyst
97 Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98 Chapter 94 - Hitam Artinya...
99 Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100 Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101 Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102 Chapter 98 - Pihak Netral
103 Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104 Chapter 100 - Diskusi Kematian
105 Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106 Chapter 102 - Duo
107 Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108 Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109 Chapter 105 - Murid dan Guru
110 Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111 Chapter 107 - Hari Eksekusi
112 Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113 Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114 Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115 Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116 Chapter 112 - Bala Bantuan
117 Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118 Chapter 114 - Simbol Kematian
119 Chapter 115 - Getaran Herbras
120 Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121 Chapter 117 - Adik & Kakak
122 Chapter 118 - Tak Terkendali
123 Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124 Chapter 120 - Salam Perpisahan
125 Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126 Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127 Chapter 123 - Sang Antagonis
128 Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129 Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130 Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131 Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132 Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133 Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134 Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135 Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136 Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137 Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138 Chapter 134 - Hari Bahagia
139 Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140 Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141 Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142 Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143 Spesial QnA
144 Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145 Pengumuman Novel Baru!
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Promosi Karya
2
PROLOG
3
Chapter 1 - Dunia Novel?
4
Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5
Chapter 3 - Hendrick Wayne
6
Chapter 4 - Berita
7
Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8
Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9
Chapter 7 - Kacau
10
Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11
Chapter 9 - Herbras I
12
Chapter 10 - Herbras II
13
Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14
Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15
Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16
Chapter 14 - Cerita Lama
17
Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18
Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19
Chapter 17 - Memori Hortensia I
20
Chapter 18 - Memori Hortensia II
21
Chapter 19 - Memori Hortensia III
22
Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23
Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24
Chapter 22 - Sebuah Rasa
25
Chapter 23 - Langkah Awal
26
Chapter 24 - Bentrok
27
Chapter 25 - Terus Berlanjut
28
Chapter 26. Kedatangan Rovers
29
Chapter 27 - Hari Hujan
30
Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31
Chapter 29 - Rentetan Masalah
32
Chapter 30 - Rumor yang Datang
33
Chapter 31 - Memulai Topik
34
Chapter 32 - Tentang Avrim
35
Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36
Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37
Chapter 35 - Situasi Genting
38
Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39
Chapter 37 - Terima Kasih
40
Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41
Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42
Chapter 40 - Wilayah Barat
43
Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44
Chapter 42 - Tiga Kondisi
45
Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46
Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47
Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48
Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49
Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50
Chapter 48 - Menonton Teater
51
Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52
Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53
Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54
Chapter 52 - Kuil Istana
55
Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56
Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57
Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58
PLEASE BACA DULU...
59
Chapter 56 - Melepas Rindu
60
Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61
Chapter 58 - Duel
62
Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63
Chapter 60 - Senjata Kedua
64
Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65
Chapter 62 - Rasa Gelisah
66
Chapter 63 - Hari Besar
67
Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68
Chapter 65 - Wilayah Utara
69
Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70
Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71
Chapter 68 - Senjata Freesia I
72
Chapter 69 - Senjata Freesia II
73
Chapter 70 - Senjata Freesia III
74
Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75
Chapter 72 - Senjata Freesia V
76
Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77
Chapter 74 - Rencana Penculikan
78
Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79
Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80
Chapter 77 - Wilayah Selatan
81
Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82
Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83
Chapter 80 - Badai Malam
84
Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85
Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86
Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87
Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88
Chapter 85 - Reuni Manis
89
Chapter 86 - Identitas Mereka
90
Chapter 87 - Valentina Harold
91
Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92
Visual Character & Penjelasan Singkat
93
Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94
Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95
Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96
Chapter 92 - Permata Amethyst
97
Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98
Chapter 94 - Hitam Artinya...
99
Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100
Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101
Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102
Chapter 98 - Pihak Netral
103
Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104
Chapter 100 - Diskusi Kematian
105
Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106
Chapter 102 - Duo
107
Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108
Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109
Chapter 105 - Murid dan Guru
110
Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111
Chapter 107 - Hari Eksekusi
112
Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113
Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114
Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115
Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116
Chapter 112 - Bala Bantuan
117
Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118
Chapter 114 - Simbol Kematian
119
Chapter 115 - Getaran Herbras
120
Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121
Chapter 117 - Adik & Kakak
122
Chapter 118 - Tak Terkendali
123
Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124
Chapter 120 - Salam Perpisahan
125
Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126
Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127
Chapter 123 - Sang Antagonis
128
Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129
Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130
Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131
Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132
Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133
Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134
Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135
Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136
Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137
Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138
Chapter 134 - Hari Bahagia
139
Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140
Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141
Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142
Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143
Spesial QnA
144
Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145
Pengumuman Novel Baru!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!