Hendrick menyangga dagunya ke meja. Dia memutar - mutar pena dan terlihat sedang punya banyak pikiran.
Dia masih bingung dengan fakta kalau Clara Scoleths datang bersama dengan ayahnya. Selain itu, entah ayahnya mendapatkan misi dimana dan mengapa Clara bisa punya bunga hortensia. Itu benar - benar pertanyaan yang sulit dijawab kalau tidak bertanya pada orangnya langsung.
Sebentar lagi akan ada jadwal ia berlatih pedang. Tapi nampaknya dia masih memikirkan penyebab - penyebab serta jawaban dari seluruh pertanyaannya.
Apa aku tanya saja pada Ayah?
Hendrick langsung menggelengkan kepalanya.
Itu adalah ide terburuk. Haruskah aku bertanya langsung padanya?
...****...
"Clara Scoleths."
Clara menengok kearah suara ketika seseorang memanggil namanya, itu adalah Hendrick, putra tertua Duke Wayne.
"Ada apa, Duke Muda?" Tanpa mendekat, Clara menjawab panggilan tersebut.
Saat Hendrick ingin bergerak mendekatinya, Clara tampak akan mengambil langkah mundur. Terpaksa Hendrick bertanya di jarak sejauh itu.
"Dari mana kau bisa mendapatkan bunga itu?"
Clara menautkan alisnya heran. "Bunga apa?"
"Hortensia. Kupikir kau bukan berasal dari wilayah Barat. Meskipun kau punya satu kesamaan dengan keluarga bangsawan utama mereka."
"Anda tidak perlu tahu." Ketus Clara. "Lagipula Allen tidak mempermasalahkan dari mana saya bisa mendapatkannya. Ditambah, tolong jauhi saya. Saya butuh ruang untuk hidup."
Dengan langkah cepat, Clara meninggalkan Hendrick yang sudah sedari tadi menunggunya.
"Sigh... masalah ini lebih merepotkan daripada yang kuduga. Sebenarnya Ayah tidak harus menyembunyikan ini. Mengapa kami menjadi korban kebohongannya?"
...****...
"Jadi, mulai hari ini saya akan membantu Nona melakukan apapun yang Nona perintahkan." Seorang wanita paruh baya menunduk di hadapan Clara.
"Siapa namamu?"
"Nama saya Avrim, Nona."
"Begitu, Avrim. Jadi, hanya kau sendiri?"
Avrim mengangguk samar.
"Darimana kau berasal? Sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat."
"Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Nona yang itu."
"Kau jadi terlihat mencurigakan kalau seperti ini. Tapi, sudahlah, aku tak mau memperbesar masalah kecil. Avrim, jawab pertanyaanku yang ini kalau yang sebelumnya tidak bisa kau jawab."
"Silahkan, Nona."
"Mengapa aku selalu berada di tempat yang gelap dan tak bercahaya seperti ini? Apa benar kalau kulitku sensitif terhadap cahaya dan panas?"
"Benar Nona. Nona tidak bisa keluar ruangan saat siang hari karena cahaya dari sinar matahari memancarkan panas. Kulit Nona sejak lahir memang tidak bisa terkena apapun yang bersifat panas."
"Kulit ini memiliki banyak komplikasi. Oh ya, Avrim. Namaku adalah Clara Scoleths, jadi jangan memanggilku Nona Wayne seperti memanggil Allen. Karena nama asliku adalah Scoleths."
"Scoleths? Apakah itu nama keluarga Nona? Saya baru dengar sekarang nama Scoleths ini."
Clara mengangguk yakin. "Nama Scoleths memang tak diketahui oleh banyak orang. Tapi aku akan tetap memakainya sebagai namaku. Tolong panggil aku begitu ya, Avrim."
Avrim menundukkan sedikit badannya. "Tentu saja, sesuai permintaan anda, Nona Scoleths."
...****...
"Itulah awal mula Avrim, pelayan itu melayanimu. Jadi Avrim sudah bersamamu sejak enam tahun lalu."
"Begitu, begitu, aku paham sekarang. Ternyata Avrim benar - benar datang ke kediaman Wayne sebulan setelah kedatanganku. Jadi, dia tidak tahu persis awal bagaimana aku datang."
"Begitulah. Padahal kalau kau bertanya pada adikku maka kau akan mendapatkan jawaban yang lebih akurat dari jawabanku. Mengapa bisa hubungan kalian renggang 'sih?"
Clara mengabaikan pertanyaan Hendrick dan terus menagih kelanjutan ceritanya.
"Ternyata kau yang ini lebih menyebalkan dari pada kau enam tahun yang lalu."
"Setidaknya sebut itu sebagai sebuah kemauan untuk berubah."
"Dalam mimpimu." Ujar Hendrick kesal.
"Ayolah, jangan terlalu lama memberi jeda. Saya punya otak dengan ingatan seperti kecepatan cahaya. Lanjutkan dan selesaikan dengan cepat, tolonglah hargai waktu saya."
"Bukankah kau yang tidak pernah menghargai waktuku?"
"Ish! Lanjutkan saja!"
"Baiklah, baiklah. Kalau kau meminta lebih dari ini aku juga mungkin takkan sanggup. Sampai mana tadi?"
"Avrim datang entah dari mana dan menjadi satu - satunya pelayan pribadi saya."
"Kita lompat ke tiga tahun kemudian saja."
"Apa?! Mengapa?"
"Karena kuncinya disana. Lagipula tiga tahun pertama kau disini tidak ada yang spesial selain pertemananmu dengan Hellen, adikku."
"Okelah..." Clara menyetujuinya dengan pasrah.
...****...
Tiga tahun kemudian.
TOK TOK
"Rara! Rara!" Hellen berteriak di luar kamar Clara.
Ini sudah kesekian kalianya sejak Clara pertama kali menginjakkan kaki di kediaman ini. Dan ikatan persahabatannya dengan Hellen semakin kuat.
TOK TOK
Saat tidak ada sahutan dari dalam seperti biasanya, Hellen mengetuk pintu lebih cepat dan kencang supaya Clara bisa mendengarnya.
Hellen hanya takut kalau Clara lupa cara bernapas atau lupa cara berjalan. Intinya, kalau masih tak ada respon juga, Hellen akan memilih opsi untuk mendobrak pintunya.
"Mengapa Rara belum bangun hari ini? Apa dia sedang dalam masa merah, ya?"
Sontak Hellen menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Dia baru saja melewatinya dan sekarang baru seminggu setelah masa merahnya selesai. Jadi, apa yang membuat Rara malas hari ini?"
Sebelum Hellen sempat mengetuk lagi, pintu kamar Clara terbuka begitu saja. Memperlihatkan seorang gadis dengan pakaian tidurnya, surai putihnya jatuh dengan malas ke pundak gadis tersebut. Mata safirnya nampak sayu.
Hellen tersenyum senang melihat Clara, beruntung Hellen tak memanggil Hendrick untuk mendobrakan pintu kamar Clara karena tak kunjunga dibuka.
"Kenapa?" Suara Clara begutu rendah dan terdengar dingin. Hellen sempat terkejut, namun dia berpikir kalah Clara memang akan bersikap seperti ini setelah bangun tidur.
"Rara, sekarang kita akan ke taman."
"Untuk apa?"
"Apa kau lupa? Kita kemarin sudah berjanji untuk bermain di taman hari ini. Kau bukannya orang yang sangat tua hingga tak bisa mengingatnya, bukan?" Kali ini nada bicara Hellen terdengar ragu - ragu. Sesuatu membuat pendiriannya jadi gentar.
"Aku tak ingat, lagipula..."
Tatapan Clara mengarah pada Hellen.
"Siapa kau?"
"Huh?"
"Bisakah kau tidak terlalu akrab denganku. Kita ini tidak saling kenal."
BRUK
Pintu tertutup kembali dan menyisakan Hellen yang masih diam mematung. "Rara pasti bercanda 'kan?" Lirihnya.
TBC
Jangan lupa like dan komen ^-^
So, see you in the next chapter~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
senja
wah kepribadian nya
2022-01-18
2
senja
"kulit Nona sejak lahir" nah
2022-01-18
2