Chapter 18 - Memori Hortensia II

Hendrick menyangga dagunya ke meja. Dia memutar - mutar pena dan terlihat sedang punya banyak pikiran.

Dia masih bingung dengan fakta kalau Clara Scoleths datang bersama dengan ayahnya. Selain itu, entah ayahnya mendapatkan misi dimana dan mengapa Clara bisa punya bunga hortensia. Itu benar - benar pertanyaan yang sulit dijawab kalau tidak bertanya pada orangnya langsung.

Sebentar lagi akan ada jadwal ia berlatih pedang. Tapi nampaknya dia masih memikirkan penyebab - penyebab serta jawaban dari seluruh pertanyaannya.

Apa aku tanya saja pada Ayah?

Hendrick langsung menggelengkan kepalanya.

Itu adalah ide terburuk. Haruskah aku bertanya langsung padanya?

...****...

"Clara Scoleths."

Clara menengok kearah suara ketika seseorang memanggil namanya, itu adalah Hendrick, putra tertua Duke Wayne.

"Ada apa, Duke Muda?" Tanpa mendekat, Clara menjawab panggilan tersebut.

Saat Hendrick ingin bergerak mendekatinya, Clara tampak akan mengambil langkah mundur. Terpaksa Hendrick bertanya di jarak sejauh itu.

"Dari mana kau bisa mendapatkan bunga itu?"

Clara menautkan alisnya heran. "Bunga apa?"

"Hortensia. Kupikir kau bukan berasal dari wilayah Barat. Meskipun kau punya satu kesamaan dengan keluarga bangsawan utama mereka."

"Anda tidak perlu tahu." Ketus Clara. "Lagipula Allen tidak mempermasalahkan dari mana saya bisa mendapatkannya. Ditambah, tolong jauhi saya. Saya butuh ruang untuk hidup."

Dengan langkah cepat, Clara meninggalkan Hendrick yang sudah sedari tadi menunggunya.

"Sigh... masalah ini lebih merepotkan daripada yang kuduga. Sebenarnya Ayah tidak harus menyembunyikan ini. Mengapa kami menjadi korban kebohongannya?"

...****...

"Jadi, mulai hari ini saya akan membantu Nona melakukan apapun yang Nona perintahkan." Seorang wanita paruh baya menunduk di hadapan Clara.

"Siapa namamu?"

"Nama saya Avrim, Nona."

"Begitu, Avrim. Jadi, hanya kau sendiri?"

Avrim mengangguk samar.

"Darimana kau berasal? Sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat."

"Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Nona yang itu."

"Kau jadi terlihat mencurigakan kalau seperti ini. Tapi, sudahlah, aku tak mau memperbesar masalah kecil. Avrim, jawab pertanyaanku yang ini kalau yang sebelumnya tidak bisa kau jawab."

"Silahkan, Nona."

"Mengapa aku selalu berada di tempat yang gelap dan tak bercahaya seperti ini? Apa benar kalau kulitku sensitif terhadap cahaya dan panas?"

"Benar Nona. Nona tidak bisa keluar ruangan saat siang hari karena cahaya dari sinar matahari memancarkan panas. Kulit Nona sejak lahir memang tidak bisa terkena apapun yang bersifat panas."

"Kulit ini memiliki banyak komplikasi. Oh ya, Avrim. Namaku adalah Clara Scoleths, jadi jangan memanggilku Nona Wayne seperti memanggil Allen. Karena nama asliku adalah Scoleths."

"Scoleths? Apakah itu nama keluarga Nona? Saya baru dengar sekarang nama Scoleths ini."

Clara mengangguk yakin. "Nama Scoleths memang tak diketahui oleh banyak orang. Tapi aku akan tetap memakainya sebagai namaku. Tolong panggil aku begitu ya, Avrim."

Avrim menundukkan sedikit badannya. "Tentu saja, sesuai permintaan anda, Nona Scoleths."

...****...

"Itulah awal mula Avrim, pelayan itu melayanimu. Jadi Avrim sudah bersamamu sejak enam tahun lalu."

"Begitu, begitu, aku paham sekarang. Ternyata Avrim benar - benar datang ke kediaman Wayne sebulan setelah kedatanganku. Jadi, dia tidak tahu persis awal bagaimana aku datang."

"Begitulah. Padahal kalau kau bertanya pada adikku maka kau akan mendapatkan jawaban yang lebih akurat dari jawabanku. Mengapa bisa hubungan kalian renggang 'sih?"

Clara mengabaikan pertanyaan Hendrick dan terus menagih kelanjutan ceritanya.

"Ternyata kau yang ini lebih menyebalkan dari pada kau enam tahun yang lalu."

"Setidaknya sebut itu sebagai sebuah kemauan untuk berubah."

"Dalam mimpimu." Ujar Hendrick kesal.

"Ayolah, jangan terlalu lama memberi jeda. Saya punya otak dengan ingatan seperti kecepatan cahaya. Lanjutkan dan selesaikan dengan cepat, tolonglah hargai waktu saya."

"Bukankah kau yang tidak pernah menghargai waktuku?"

"Ish! Lanjutkan saja!"

"Baiklah, baiklah. Kalau kau meminta lebih dari ini aku juga mungkin takkan sanggup. Sampai mana tadi?"

"Avrim datang entah dari mana dan menjadi satu - satunya pelayan pribadi saya."

"Kita lompat ke tiga tahun kemudian saja."

"Apa?! Mengapa?"

"Karena kuncinya disana. Lagipula tiga tahun pertama kau disini tidak ada yang spesial selain pertemananmu dengan Hellen, adikku."

"Okelah..." Clara menyetujuinya dengan pasrah.

...****...

Tiga tahun kemudian.

TOK TOK

"Rara! Rara!" Hellen berteriak di luar kamar Clara.

Ini sudah kesekian kalianya sejak Clara pertama kali menginjakkan kaki di kediaman ini. Dan ikatan persahabatannya dengan Hellen semakin kuat.

TOK TOK

Saat tidak ada sahutan dari dalam seperti biasanya, Hellen mengetuk pintu lebih cepat dan kencang supaya Clara bisa mendengarnya.

Hellen hanya takut kalau Clara lupa cara bernapas atau lupa cara berjalan. Intinya, kalau masih tak ada respon juga, Hellen akan memilih opsi untuk mendobrak pintunya.

"Mengapa Rara belum bangun hari ini? Apa dia sedang dalam masa merah, ya?"

Sontak Hellen menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Dia baru saja melewatinya dan sekarang baru seminggu setelah masa merahnya selesai. Jadi, apa yang membuat Rara malas hari ini?"

Sebelum Hellen sempat mengetuk lagi, pintu kamar Clara terbuka begitu saja. Memperlihatkan seorang gadis dengan pakaian tidurnya, surai putihnya jatuh dengan malas ke pundak gadis tersebut. Mata safirnya nampak sayu.

Hellen tersenyum senang melihat Clara, beruntung Hellen tak memanggil Hendrick untuk mendobrakan pintu kamar Clara karena tak kunjunga dibuka.

"Kenapa?" Suara Clara begutu rendah dan terdengar dingin. Hellen sempat terkejut, namun dia berpikir kalah Clara memang akan bersikap seperti ini setelah bangun tidur.

"Rara, sekarang kita akan ke taman."

"Untuk apa?"

"Apa kau lupa? Kita kemarin sudah berjanji untuk bermain di taman hari ini. Kau bukannya orang yang sangat tua hingga tak bisa mengingatnya, bukan?" Kali ini nada bicara Hellen terdengar ragu - ragu. Sesuatu membuat pendiriannya jadi gentar.

"Aku tak ingat, lagipula..."

Tatapan Clara mengarah pada Hellen.

"Siapa kau?"

"Huh?"

"Bisakah kau tidak terlalu akrab denganku. Kita ini tidak saling kenal."

BRUK

Pintu tertutup kembali dan menyisakan Hellen yang masih diam mematung. "Rara pasti bercanda 'kan?" Lirihnya.

TBC

Jangan lupa like dan komen ^-^

So, see you in the next chapter~

Terpopuler

Comments

senja

senja

wah kepribadian nya

2022-01-18

2

senja

senja

"kulit Nona sejak lahir" nah

2022-01-18

2

lihat semua
Episodes
1 Promosi Karya
2 PROLOG
3 Chapter 1 - Dunia Novel?
4 Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5 Chapter 3 - Hendrick Wayne
6 Chapter 4 - Berita
7 Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8 Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9 Chapter 7 - Kacau
10 Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11 Chapter 9 - Herbras I
12 Chapter 10 - Herbras II
13 Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14 Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15 Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16 Chapter 14 - Cerita Lama
17 Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18 Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19 Chapter 17 - Memori Hortensia I
20 Chapter 18 - Memori Hortensia II
21 Chapter 19 - Memori Hortensia III
22 Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23 Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24 Chapter 22 - Sebuah Rasa
25 Chapter 23 - Langkah Awal
26 Chapter 24 - Bentrok
27 Chapter 25 - Terus Berlanjut
28 Chapter 26. Kedatangan Rovers
29 Chapter 27 - Hari Hujan
30 Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31 Chapter 29 - Rentetan Masalah
32 Chapter 30 - Rumor yang Datang
33 Chapter 31 - Memulai Topik
34 Chapter 32 - Tentang Avrim
35 Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36 Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37 Chapter 35 - Situasi Genting
38 Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39 Chapter 37 - Terima Kasih
40 Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41 Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42 Chapter 40 - Wilayah Barat
43 Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44 Chapter 42 - Tiga Kondisi
45 Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46 Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47 Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48 Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49 Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50 Chapter 48 - Menonton Teater
51 Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52 Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53 Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54 Chapter 52 - Kuil Istana
55 Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56 Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57 Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58 PLEASE BACA DULU...
59 Chapter 56 - Melepas Rindu
60 Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61 Chapter 58 - Duel
62 Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63 Chapter 60 - Senjata Kedua
64 Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65 Chapter 62 - Rasa Gelisah
66 Chapter 63 - Hari Besar
67 Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68 Chapter 65 - Wilayah Utara
69 Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70 Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71 Chapter 68 - Senjata Freesia I
72 Chapter 69 - Senjata Freesia II
73 Chapter 70 - Senjata Freesia III
74 Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75 Chapter 72 - Senjata Freesia V
76 Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77 Chapter 74 - Rencana Penculikan
78 Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79 Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80 Chapter 77 - Wilayah Selatan
81 Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82 Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83 Chapter 80 - Badai Malam
84 Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85 Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86 Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87 Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88 Chapter 85 - Reuni Manis
89 Chapter 86 - Identitas Mereka
90 Chapter 87 - Valentina Harold
91 Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92 Visual Character & Penjelasan Singkat
93 Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94 Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95 Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96 Chapter 92 - Permata Amethyst
97 Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98 Chapter 94 - Hitam Artinya...
99 Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100 Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101 Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102 Chapter 98 - Pihak Netral
103 Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104 Chapter 100 - Diskusi Kematian
105 Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106 Chapter 102 - Duo
107 Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108 Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109 Chapter 105 - Murid dan Guru
110 Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111 Chapter 107 - Hari Eksekusi
112 Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113 Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114 Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115 Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116 Chapter 112 - Bala Bantuan
117 Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118 Chapter 114 - Simbol Kematian
119 Chapter 115 - Getaran Herbras
120 Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121 Chapter 117 - Adik & Kakak
122 Chapter 118 - Tak Terkendali
123 Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124 Chapter 120 - Salam Perpisahan
125 Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126 Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127 Chapter 123 - Sang Antagonis
128 Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129 Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130 Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131 Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132 Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133 Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134 Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135 Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136 Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137 Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138 Chapter 134 - Hari Bahagia
139 Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140 Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141 Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142 Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143 Spesial QnA
144 Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145 Pengumuman Novel Baru!
Episodes

Updated 145 Episodes

1
Promosi Karya
2
PROLOG
3
Chapter 1 - Dunia Novel?
4
Chapter 2 - Bukan Sekedar Mimpi
5
Chapter 3 - Hendrick Wayne
6
Chapter 4 - Berita
7
Chapter 5 - Rahasia Enam Tahun Lalu
8
Chapter 6 - Rovers Artlenzt
9
Chapter 7 - Kacau
10
Chapter 8 - Petunjuk Mawar
11
Chapter 9 - Herbras I
12
Chapter 10 - Herbras II
13
Chapter 11 - Pengadilan Tinggi
14
Chapter 12 - Festival Musim Gugur
15
Chapter 13 - Mengikuti Alur Novel
16
Chapter 14 - Cerita Lama
17
Chapter 15 - Permintaan Duke Wayne
18
Chapter 16 - Pedang Melawan Pedang
19
Chapter 17 - Memori Hortensia I
20
Chapter 18 - Memori Hortensia II
21
Chapter 19 - Memori Hortensia III
22
Chapter 20 - Ceritanya T'lah Selesai
23
Chapter 21 - Makna Setangkai Mawar
24
Chapter 22 - Sebuah Rasa
25
Chapter 23 - Langkah Awal
26
Chapter 24 - Bentrok
27
Chapter 25 - Terus Berlanjut
28
Chapter 26. Kedatangan Rovers
29
Chapter 27 - Hari Hujan
30
Chapter 28 - Tak Seburuk Dahulu
31
Chapter 29 - Rentetan Masalah
32
Chapter 30 - Rumor yang Datang
33
Chapter 31 - Memulai Topik
34
Chapter 32 - Tentang Avrim
35
Chapter 33 - "Apa Kau Akan Kembali?"
36
Chapter 34 - Menuju Tanah Barat
37
Chapter 35 - Situasi Genting
38
Chapter 36 - Pangeran Mahkota
39
Chapter 37 - Terima Kasih
40
Chapter 38 - Raģe Cheltics I
41
Chapter 39 - Raģe Cheltics II
42
Chapter 40 - Wilayah Barat
43
Chapter 41 - Menyesuaikan Diri
44
Chapter 42 - Tiga Kondisi
45
Chapter 43 - Misteri yang Bermunculan
46
Chapter 44 - Jangan Lupakan Aku
47
Chapter 45 - Jatuh Cinta?
48
Chapter 46 - Hal yang Tak Bisa Direkayasa
49
Chapter 47 - Penyihir Pria di Masa Lampau
50
Chapter 48 - Menonton Teater
51
Chapter 49 - Sandiwara Dunia
52
Chapter 50 - Ruangan Dalam Ruangan
53
Chapter 51 - Menjadi Semakin Buram
54
Chapter 52 - Kuil Istana
55
Chapter 53 - Mengungkap Kebenaran
56
Chapter 54 - Arti 'Maaf' Di Hari Itu
57
Chapter 55 - Grein de'Lavoisiér
58
PLEASE BACA DULU...
59
Chapter 56 - Melepas Rindu
60
Chapter 57 - Mekarnya Anggrek & Layunya Mawar Biru
61
Chapter 58 - Duel
62
Chapter 59 - Surat Balasan ~Hari yang Begitu Tenang~
63
Chapter 60 - Senjata Kedua
64
Chapter 61 - Pergi Ke Wilayah Utara
65
Chapter 62 - Rasa Gelisah
66
Chapter 63 - Hari Besar
67
Chapter 64 - "Aku Akan Tetap Menerimamu Apa Adanya"
68
Chapter 65 - Wilayah Utara
69
Chapter 66 - Mengulang Sejarah
70
Chapter 67 - Kebetulan Yang Manis
71
Chapter 68 - Senjata Freesia I
72
Chapter 69 - Senjata Freesia II
73
Chapter 70 - Senjata Freesia III
74
Chapter 71 - Senjata Freesia IV
75
Chapter 72 - Senjata Freesia V
76
Chapter 73 - Momen Sebelum Kepergian
77
Chapter 74 - Rencana Penculikan
78
Chapter 75 - Pelarian Penuh Darah
79
Chapter 76 - Rahasia Setiap Senjata
80
Chapter 77 - Wilayah Selatan
81
Chapter 78 - Pertanyaan Untuk Clara
82
Chapter 79 - Pertemuan Pertama
83
Chapter 80 - Badai Malam
84
Chapter 81. Sebuah Pengakuan
85
Chapter 82 - Tentang Mawar Biru
86
Chapter 83 - Hellebore Sebagai Kenangan
87
Chapter 84 - Tamu Dari Wilayah Selatan
88
Chapter 85 - Reuni Manis
89
Chapter 86 - Identitas Mereka
90
Chapter 87 - Valentina Harold
91
Chapter 88 - Benang Merah Dalam Cerita
92
Visual Character & Penjelasan Singkat
93
Chapter 89 - Jawaban Atas Keraguan
94
Chapter 90 - Cinta Itu Punya Rasa
95
Chapter 91 - Warna Dari Cinta
96
Chapter 92 - Permata Amethyst
97
Chapter 93 - Gagal Menyatakan
98
Chapter 94 - Hitam Artinya...
99
Chapter 95 - Sebelum Badai Menerjang
100
Chapter 96 - Tak Ada Lagi Hari Tenang
101
Chapter 97 - Kode Untuk Berperang
102
Chapter 98 - Pihak Netral
103
Chapter 99 - Mengembalikan Hadiah
104
Chapter 100 - Diskusi Kematian
105
Chapter 101 - Tugas Seorang Senjata
106
Chapter 102 - Duo
107
Chapter 103 - Dendam yang Terpendam
108
Chapter 104 - Kedamaian Abadi Bagi Muridku
109
Chapter 105 - Murid dan Guru
110
Chapter 106 - Zavius dan Utusan Dari Freesia
111
Chapter 107 - Hari Eksekusi
112
Chapter 108 - Menculik Seorang Pengantin
113
Chapter 109 - Awal Dari Dendam Raja Willem
114
Chapter 110 - Payung Hitam di Bawah Rintik Hujan
115
Chapter 111 - Masa Depan Nan Kelabu
116
Chapter 112 - Bala Bantuan
117
Chapter 113 - Kisah Kasih Tak Sampai
118
Chapter 114 - Simbol Kematian
119
Chapter 115 - Getaran Herbras
120
Chapter 116 - Perang Dalam Kabut
121
Chapter 117 - Adik & Kakak
122
Chapter 118 - Tak Terkendali
123
Chapter 119 - Luapan Sihir Hitam
124
Chapter 120 - Salam Perpisahan
125
Chapter 121 - Kenangan Dari Kehidupan Sebelumnya
126
Chapter 122 - Maafkan Aku T'lah Ingkar
127
Chapter 123 - Sang Antagonis
128
Chapter 124 - Sejarah Singkat Lavoisiér
129
Chapter 125 - Puncak Kemarahan
130
Chapter 126 - Namamu Ialah Bentuk Dari Janji
131
Chapter 127 - Reinkarnasi Adalah Rantai Pengekang
132
Chapter 128 - Menjadi Paling Kuasa Bukanlah Berkah Melainkan Kutukan
133
Chapter 129 - Tersemat Dua Pilihan
134
Chapter 130 - Kehancuran Herbras
135
Chapter 131 - Seberkas Cahaya Dalam Keputusasaan
136
Chapter 132 - Hidup Adalah Tentang Apa Yang Kau Pilih
137
Chapter 133 - Teori Akhir Dunia
138
Chapter 134 - Hari Bahagia
139
Chapter 135 - Karena Dia Berharga
140
Extra Part 1 - Yang Mencintai Takkan Melupakan
141
Extra Part 2 - Akhir yang Lebih Baik
142
Pengumuman & Promosi Novel Baru (MNEMONICS Ver~)
143
Spesial QnA
144
Special Chapter - Mirye: "Come Back To Me"
145
Pengumuman Novel Baru!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!