Saat ini, aku sedang menunggu ayah pulang dari tugasnya di perbatasan wilayah sambil bermain bersama puluhan boneka milikku. Aku selalu mencuri lihat ke luar jendela, ingin tahu apakah ayah sudah pulang atau belum. Sudah kutanyakan hal ini beberapa kali pada ibu tentang kapan ayah akan pulang. Dan ibu pasti akan menjawab kalau ayah pasti pulang, jadi tunggulah saja. Selalu saja begitu, sampai aku bosan bertanya.
Kalau aku mengacau di kamar kakak, pasti kakak akan menegurku karena aku membuat kamarnya sangat berantakan. Meski menegur dan menggerutu, kakak sendiri yang akan membereskan semua kekacauanku. Kakak tidak akan meminta bantuan pelayan kalau dia bisa mengerjakannya sendiri.
Jadi, aku hanya bisa menunggu ayah di kamar sekarang.
“Ayah, cepatlah pulang. Memangnya ayah ke mana saja hingga selama ini?”
Aku hanya bisa bergumam sendiri.
Tahun ini usiaku mencapai sebelas tahun. Biasanya seluruh keluargaku akan bersamaku saat hari spesial itu datang. Tapi, ternyata kemarin ayah belum bisa pulang dari perbatasan.
Kapan ayah akan pulang?
Aku memangku tanganku dan mencoret-coret lembaran kertas yang seharusnya ku isi dengan tata krama seorang gadis bangsawan dari bangun pagi hingga tidur kembali. Aku ini ‘kan masih muda, mengapa perlu mempelajarinya secepat ini? Gurunya memang ramah padaku, tapi aku tahu dia punya topeng yang tebal.
Biasalah, keluarga Duke memang cukup diincar oleh orang-orang dengan status di bawahnya. Aku muak dengan kebohongan itu, tetapi aku tidak bisa melakukan apapun terhadap mereka.
Berteman dengan para anak bangsawan malah membuatku merasa seperti jika menjadi angkuh dan tinggi diri adalah hal yang tidak aneh sama sekali. Makanya aku berinteraksi secukupnya dengan mereka.
Aku tidak ingin tumbuh menjadi pribadi yang sombong.
Namun, kebaikan dan kemurahan hati terkadang berbalik kepada pemiliknya sebagai racun. Mereka akan memanfaatkan kebaikan itu sebagaimana keinginan mereka.
“Kakak! Ada apa kemari?” Aku menghampiri kakakku yang berada di ambang pintu.
“Ayah sedang dalam perjalanan pulang. Mau menunggu?” Kakakku mengatakan itu sambil tersenyum.
Dia empat tahun lebih tua dariku, dan karena perbedaan usia kami yang cukup jauh ini, kakak sering memanjakanku. Juga, sebagai penerus gelar Duke, kakak sudah diberikan pelatihan khusus agar dia siap lebih awal.
“Wah! Apakah masih lama?” Tanyaku.
“Ayah sudah sampai di perbatasan, mungkin sebentar lagi. Lagipula ayah mengendarai kuda, kakak rasa.”
Hng? Sepertinya ada sesuatu yang terlewat di sini.
“Bukankah ayah memang bertugas di sana? Kenapa kakak malah bilang ayah baru sampai di sana?”
Kakak malah terlihat canggung dan seperti berusaha menyembunyikan sesuatu. Aku tahu dia akan berbohong, tapi aku takkan percaya semudah itu. Sehebat apapun manusia berbohong, mereka tidak akan bisa menyembunyikan reaksi fisik mereka ketika berbohong. Aku tidak akan percaya!
Namun, bukannya berbohong, kakak malah melemparkan senyumannya padaku. Ah, mungkin anak perempuan sepertiku tidak boleh tahu apa-apa tentang tugas yang diemban ayah sekarang. Baiklah, aku akan baik-baik saja dengan ini.
“Ayo kakak! Kita menunggu ayah bersama ibu juga!” Aku menarik tangan kakak menuju ke gerbang utama kediaman Duke Wayne.
Saat kami sampai di sana, ternyata ibu sudah menunggu. Tidak ku sangka, meskipun usia mereka sudah tua, tapi keharmonisan yang ditunjukkan ayah dan ibu tidak berkurang. Saat aku dewasa, aku akan mencari seseorang seperti ayah, supaya keluargaku tetap harmonis!
“Ibu, apakah ayah masih lama?” Aku menatap ke kejauhan gerbang besar di ujung kediaman kami.
Ibu tersenyum sambil menatapku, “Ayahmu akan datang sebentar lagi. Dia akan datang lebih lambat mungkin.”
“Yah...” Kutatap kecewa ibuku.
Aku memeluk ibuku dan merengek layaknya anak usia enam tahun. Kakak hanya terus menatap gerbang tersebut, kakak mungkin merindukan ayah juga. Bagaimanapun, mereka selalu bersama.
“Hng? Ayah!”
Saat aku baru memulai drama rengekan, ayah pulang. Aku pun berlari menuju ayah dengan semangat tinggi. Namun, ternyata ada seorang anak perempuan yang juga pulang bersama ayah.
Siapa dia?
Anak perempuan itu mungkin seumuran atau lebih muda dariku. Dia punya surai seputih salju dan mata safir yang mengkilat. Itu fisik yang mengagumkan. Bahkan di pelajaran tata krama saja tidak ada yang secantik dia.
Ayah memegang tangan anak perempuan itu. Dan di sanalah aku melihat bahwa kulitnya sangat pucat. Kecantikan yang dia miliki begitu serasi dengan langit berbintang malam ini. Kilatan matanya seperti bintang. Benar-benar cantik, aku yakin ketika dewasa nanti dia akan tumbuh menjadi wanita yang punya rupa begitu indah. Berbeda dengan mata emas dan rambut coklat milikku. Bukannya apa, aku takut ayah diambil dariku. Aku sangat tidak menginginkan hal itu terjadi.
“Namanya adalah Clara-“
Ayah menatap penasaran pada anak perempuan itu saat dirinya menarik tangan ayah seolah memberi isyarat.
“Baiklah, dia adalah Clara Scoleths.”
Anak itu menundukkan sedikit kepalanya tanda penghormatan.
“Mulai sekarang dia akan tinggal di sini. Hellen, sekarang kau punya teman.”
Teman? Benarkah aku akan punya? Anak perempuan cantik ini yang akan menjadi temanku?
“Benarkah?” Aku menyembunyikan kesenangan diriku yang teramat dalam.
“Tentu.”
“Yeay!”
Ibu dan kakakku tersenyum saat melihatku yang berjingkrak kesenangan. Kemudian menarik anak perempuan itu masuk ke dalam kediamanku.
“Selamat datang di rumah kami, Clara! Eh, aku boleh memanggilmu Clara ‘kan?”
Anak perempuan itu mengangguk.
Astaga, betapa bahagianya aku mendapat teman pertamaku. Kuharap pertemanan kami bisa awet selamanya.
-Hendrick POV-
Anak perempuan bernama Clara itu serta adikku melewatiku, nampak sekali kalau Hellen sangat senang dengan keberadaan Clara Scoleths- Hng?
Apakah ada sesuatu terjadi sebelum mereka datang ke sini?
Apa ini hanyalah delusiku?
Saat Clara Scoleths melewatiku, sedikit, hanya sedikit saja. Aku mencium bau menyengat yang sudah sering kucium saat menjalankan misi ke wilayah lain. Kelima inderaku memang punya tingkat sensitivitas yang tinggi. Terutama indera pengecapku, ini kusembunyikan dari keluargaku. Karena itulah aku terlihat seperti orang yang pilih-pilih makanan.
Ini bau amis darah.
Aku yakin ibu dan adikku tidak menyadarinya karena mereka bukan orang yang terbiasa dengan itu. Lagipula, sudah kubilang bahwa bau itu sangat samar. Sebenarnya apa yang terjadi sebelum mereka datang ke sini?
“Ayo Hendrick.”
Ibuku masuk setelah kedua orang itu, ayahku masih bersama denganku di luar kemudian mengajakku untuk masuk.
Ini tidak akan aneh kalau bau tersebut tercium dari ayahku. Namun, anak perempuan itulah yang menjadi objek utama terciumnya bau amis darah. Anak perempuan ini tidak sesederhana yang kubayangkan.
“Baik, ayah.”
Aku berjalan di belakang ayahku masih dengan ribuan pertanyaan. Haruskah aku mengawasi anak perempuan bernama Clara itu? Kesan pertamanya sangat mencurigakan bagiku.
-Author POV-
Saat hari sudah memasuki pagi. Terdengar kabar bahwa mantan Raja Ranunculus ditemukan tewas di perbatasan antara Ranunculus dan Freesia. Kemudian raja saat itu, atau anaknya mulai mencari tahu penyebab kematian ayahnya di Freesia.
Mulai hari itu, Freesia menjadi lebih gencar untuk menghancurkan Ranunculus serta Duke Wayne. Mereka akan melakukan segala cara supaya senjata mereka, Clara Scoleths kembali menjadi milik Freesia.
TBC
Jangan lupa like dan komen ^-^
See you in the next chapter~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
Yuli
tetap baca aj dlu walau msih dlam keadaan binguung 😊krna blum tau alurnya🤗🤗
2022-05-09
3
NN
thor crita mu udh q bca berualng2 tetap seru
2022-03-21
0
Ida Blado
gk mudeng,,,
2022-02-27
2