Di sebuah pinggiran kota, tampak Leon baru saja keluar dari kedai coffee sambil membawa sekotak kopi dingin.
Hari ini dia tidak ditemani oleh para teman wanita, dia terlihat sendiri dengan raut wajah yang murung. Dia sedang gelisah memikirkan perkataan Tuan Kenzo semalam.
Tuan Kenzo tidak pernah menegurnya tentang teman-teman wanitanya.
"Apa aku sudah keterlaluan?" bantin.
Tiba-tiba ada seseorang yang berlari menabraknya sampai dia terjatuh.
"Sial, siapa yang menabrakku!"
Saat Leon bangkit, dia melihat seorang wanita sedang dikejar oleh tiga pria.
Leon juga ikut mengejar keempat orang itu, tapi bukan untuk menolong wanita itu, melainkan ingin meminta pertanggungjawaban karena mereka telah menabraknya dan mengotori bajunya dengan tumpahan kopinya.
Dia terus mengejar keempat orang itu, sampai di sebuah gang kecil. Dia berhenti dengan nafas yang terengah-engah.
Dia melihat wanita itu sedang bertengkar dengan tiga pria, mereka mencoba melecehkannya.
"Lepaskan aku!" teriaknya memberontak.
Yang tadinya dia ingin datang untuk meminta pertanggungjawaban mereka, hatinya tergerak melihat wanita itu mau di lecehkan berlari menolongnya.
"Lepaskan wanita itu!" teriaknya berdiri di belakang ketiga pria itu.
Ketika tiga pria itu berbalik ke belakang, Leon menendang perut mereka dengan sekali tendangan.
Mereka semua mundur selangkah memegangi perutnya. Sedangkan wanita itu berlari ke samping membiarkan Leon dan ketiga pria itu bertarung.
Wanita yang ditolong Leon ternyata pelayan bar yang kemarin malam.
Leon mengalahkan ketiga pria itu dengan cepat. Mereka terbaring di aspal dengan tubuhnya yang kesakitan karena pukulan Leon.
"Itu pelajaran karena sudah mengotori pakaianku!"
"Pergi kalian dari sini!" teriaknya sambil menendang-nendang ketiga pria itu.
Mereka bertiga bangkit dan berlari sempoyongan pergi meninggalkan tempat itu dengan raut wajah yang ketakutan.
Wanita itu menghampiri Leon yang mau pergi.
"Terima kasih Tuan, kau sudah menolongku."
Leon berbalik kebelakang. Dia baru sadar ternyata wanita itu adalah pelayan tempo hari.
"Kau?" terkejut.
Leon yang langsung teringat dengan Jasnya yang diberikan Alice pada wanita itu.
"Kembalikan Jas kesayanganku!" ucapnya berjalan mendekati wanita itu.
"Tuan tolong mundur selangkah."
Leon tidak sadar kalau tubuhnya terlalu dekat wanita itu sampai bibir Leon dan wanita itu hampir bertemu. Dia langsung mundur selangkah menjauh dari wanita itu.
"Cepat kembalikan Jasku."
Leon ngotot meminta kembali Jasnya.
"Bagaimana yah..."
Leon langsung memotong pembicaraan wanita itu.
"Bagaimana apanya? jangan-jangan kau sudah menjualnya."
"Aku tidak mau tau hari ini juga kau harus mengembalikannya!" ucapnya marah memelototi wanita itu.
"Bukan seperti itu, Jasmu ada di rumahku."
"Ayo kita ke rumahmu sekarang!" ucapnya menarik tangan wanita itu keluar dari lorong.
Leon terus berjalan tanpa henti sambil menarik tangan wanita itu.
Tiba-tiba wanita itu berhenti.
"Kenapa kau berhenti?, kita harus cepat sampai di rumahmu!" ucapnya menarik tangan wanita itu untuk berjalan kembali.
Wanita itu menarik tangannya.
"Memangnya kau tau di mana rumahku?"
Karena Leon terlalu terburu-buru, dia lupa kalau dirinya tidak tahu sama sekali di mana rumah wanita itu.
Wanita itu tersenyum tipis melihat Leon yang terdiam. Dia menarik tangan Leon.
"Jalan rumahku bukan lewat sana, tapi lewat sini." Ucapnya berbalik berjalan dengan arah yang berbeda.
Leon dan wanita itu berjalan kaki pergi ke rumahnya, Leon yang sudah berjalan terlalu jauh membuat tubuh kelelahan, ditengah perjalanan mereka Leon tiba-tiba berhenti.
"Kapan kita sampai?" ucapnya dengan nafas tidak beraturan.
"Sebentar lagi, kira-kira 5 kilometer kedepan." Ucapnya tersenyum lebar.
Leon terkejut setengah mati, dia yang tidak pernah berjalan kaki dengan jarak jauh, membuat dirinya duduk pasrah menyandarkan tubuhnya di pagar jalanan.
"Aku sudah tidak sanggup berjalan, rasanya kakiku mau patah."
"Kalau aku tau rumahmu sangat jauh, mending kita naik mobilku."
Leon menarik nafas panjang, dia tidak kepikiran menggunakan mobilnya untuk pergi ke rumah wanita itu. Dia pikir rumah wanita itu ada di sekitar kedai kopi.
Gadis itu yang sudah terbiasa berjalan kaki, tidak merasa capek sama sekali. Wanita itu datang duduk di samping Leon.
"Atau kau pulang saja dulu, nanti kau datang mengambil Jasmu di klub."
Leon langsung berdiri.
"Tidak bisa, Jas itu harusku ambil hari ini."
"Kalau begitu kita harus tetap berjalan."
"Kenapa kita tidak naik taksi saja?" ucapnya melihat ke sana kemari.
Tapi tidak mungkin bagi wanita itu, dia tidak punya uang untuk bisa naik taksi.
"Aku tidak punya uang sama sekali. Kita hanya bisa berjalan kaki."
Leon tiba-tiba tertawa.
"Kenapa kau tertawa?" ucapnya bingung.
"Kau pikir aku pria miskin, membayar uang taksi itu gampang."
Saat Leon mau mengeluarkan dompetnya dari kantong celana, tiba-tiba dompetnya hilang.
"Ke mana perginya?" ucapnya melihat ke sana kemari.
"Apa yang kau cari?"
"Dompetku hilang."
Leon berpikir untuk untuk menelpon seseorang di rumahnya, tapi dia tidak menemukan ponselnya.
"Astaga aku menyimpannya di mobil."
Dia lupa sebelum turun dari mobil dia tidak membawa ponselnya karena dia tidak mau ada yang mengganggunya.
Leon pasrah tidak mungkin balik ke kedai coffee mengambil mobilnya, itu hanya akan membuatnya lebih cape.
Leon terpaksa harus jalan kaki bersama wanita itu, walaupun kakinya sudah tidak sanggup berjalan.
Sesekali Leon berhenti sejenak untuk mengistirahatkan tubuhnya yang cape.
Melihat wanita itu yang tidak mengeluh sama sekali, membuat Leon heran. Padahal dia seorang wanita tapi tidak banyak mengeluh seperti wanita yang sering ditemuinya.
"Kau tidak capek?" ucapnya mengerutkan dahi dengan keringat yang bercucuran di wajahnya seperti orang habis berolahraga.
"Tidak, aku sudah terbiasa seperti ini." Ucapnya tersenyum.
Wanita itu berdiri, kembali berjalan.
"Rumahku sudah dekat, ayo kita jalan lagi."
Wanita itu kembali tersenyum pada Leon. Leon yang melihat senyuman itu kebingungan, kenapa dalam keadaan susah wanita itu masih saja tersenyum dan tidak menunjukkan raut wajah yang cape.
Leon bangkit untuk berjalan kembali setelah beristirahat sekitar 5 menit, dia sudah tidak sabar mengambil jasnya.
Akhirnya mereka sampai di depan rumah wanita itu.
Tampak rumah kecil dengan halaman rumput depan tanpa pagar yang mengelilingi rumah itu. Leon dan wanita itu masuk ke dalam rumah.
Leon tampak terkejut melihat isi dalam rumah wanita itu berantakan seperti kapal pecah, dimana-mana ada barang yang berserakan di lantai mulai dari pakaian kotor sampai bungkusan makanan.
"Ini rumahmu?"
Leon menoleh ke samping wanita itu dengan raut wajah yang terkejut.
Wanita itu dengan santai menjawab.
"Iya ini rumahku, maaf kondisi rumah setiap hari seperti ini."
Wanita itu bernama Larissa setiap hari bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhannya. Dia tidak punya waktu membereskan rumahnya yang berantakan akibat ulah Ayahnya.
Setiap harinya Ayahnya mabuk-mabukan dan berjudi menggunakan uangnya dan pulang di pagi hari, kadang ayah sampai tidak pulang berhari-hari.
Sekali pulang dia pastikan akan meminta uang pada Larissa kalau dia tidak memberikan uangnya padanya, Larissa pasti dipukuli oleh Ayahnya.
Ayah sering mengajak teman-temannya untuk berpesta alkohol di rumahnya, setelah selesai berpesta mereka akan meninggalkan rumah dalam keadaan yang berantakan.
Setiap Larissa pulang, jika masih ada waktu sebelum pergi bekerja dia akan menyempatkan waktunya untuk membersihkan rumah.
Larissa mengajak Leon masuk ke dalam rumahnya.
"Ayo masuk."
Leon berjalan masuk dengan tatapan aneh melihat rumah yang kotor, dia tidak habis pikir wanita ini bagaimana dia bisa tinggal disini.
Menurutnya ini bukan rumah melainkan seperti bak sampah.
Leon berdiri di ruang tengah, sambil melihat-melihat barang yang ada disana.
Tidak lama kemudian wanita itu datang membawa Jas Leon sudah bersih, dia langsung memberikannya pada Leon.
Leon melebarkan jasnya di udara memastikan tidak ada kotoran ataupun ada jahitan yang rusak. Setelah melihatnya jasnya baik-baik saja, hatinya baru tenang.
Sebenarnya malam itu Loen benar-benar frustasi setelah Alice memberikannya pada Larissa, mereka tidak tau ternyata jas ini adalah satu-satunya pemberian ibunya sebelum dia meninggal dunia.
Itulah sebabnya Leon ingin cepat-cepat wanita itu mengembalikannya.
Larissa menawarkan minuman pada Leon.
"Apa kau mau minum sesuatu?"
"Tidak, terima kasih." Ucapnya datar.
Leon langsung pulang, dia tidak mau berlama-lama berada di tempat Larissa.
Yang terpenting sekarang jas pemberian ibunya sudah ada bersamanya lagi.
🌹🌹🌹
Di rumah sakit.
Setelah ditangani Dokter Rangga Alice kini sudah membaik, dia juga sudah diperbolehkan pulang karena penyakitnya bukan hal yang serius.
Dokter Rangga hanya memberikan beberapa resep obat untuk Alice.
Terlihat Tuan Kenzo dan Alice yang berjalan di lorong rumah sakit.
Mereka berdiri menjaga jarak satu sama lain, suasana tampak dingin dari pancaran aura mereka. Semenjak keluar dari ruangan pemeriksaan mereka belum bicara satu sama lain.
Tuan Kenzo dan Alice terlihat sangat dingin untuk memulai obrolan.
Tuan Kenzo yang sudah tidak tahan dengan kondisi seperti itu, memulai percakapan.
"Aku minta maaf soal tadi pagi dan kemarin malam."
"Kemarin malam tidak perlu dibahas lagi."
"Aku tidak tau kalau kamu alergi dengan serbuk bunga."
"Tidak apa-apa, kau juga tidak sengaja melakukan itu." Ucapnya dengan santai.
Tuan Kenzo dan Alice pergi ke apotek rumah sakit untuk mengambil obat yang diresepkan oleh Dokter Rangga.
"Kamu duduk saja disini, aku akan mengambilkan obatmu."
Tuan Kenzo lalu pergi membawa resep obat itu ke penjaga Apotek, dia menerobos masuk ke dalam antrian.
Pada saat semua orang duduk menunggu antriannya, Tuan Kenzo dengan mudah mendapatkan obatnya.
Karena semua pekerja rumah sakit mengetahui dia adalah keponakan dari Dokter Rangga sekaligus pemilik rumah sakit.
Tuan Kenzo berbalik membawa plastik obat, tiba-tiba plastik obat itu terjatuh ke lantai.
Dia tercengang melihat kursi Alice yang kosong. Alice menghilang entah kemana.
Sontak Tuan Kenzo berteriak memanggil nama Alice.
"Alice!"
Bersambung.
Jangan Lupa dukung author dengan cara😊
- Like
- Komentar
- Vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments