Nico mengendarai mobil dengan kecepatan penuh menuju Shangri-La The Shard Hotel. Begitu tiba di depan hotel, Nico menepikan mobil miliknya dengan asal, ia melepaskan jas dan menggantinya dengan setelan jas hitam yang lain, kemudian tergesa-gesa turun dari mobil dan berjalan menuju lokasi Daniel berada.
Ternyata langkahnya bukan menuju pada hotel, melainkan sebuah bangunan berlantai dua yang letaknya di belakang Shangri-La The Shard Hotel. Karena tidak ada jalan akses mobil, sehingga Nico menempuh tempat itu dengan berjalan kaki.
Brakk
Nico menendang pintu dengan kasar, sehingga mengalihkan perhatian semua orang di dalam sana, termasuk Keil dan Daniel.
"Jadi selama ini dia bersembunyi disini?" Ekor matanya melirik ke arah Tiger yang sudah babak belur karena sempat baku hantam dengan Keil dan Daniel.
"Hem, karena itu kita sulit melacaknya selama ini," sahut Keil tanpa memandang ke arah Nico dan memusatkan pandangannya kepada Tiger.
"Sebaiknya kita bawa saja dia ke Markas. Pengkhianat sepertinya tidak pantas mati dengan mudah!" seru Daniel. Ia amat sangat geram dengan Tiger, hanya karena masalah kecil, anak buah kepercayaan mereka itu berkhianat kepada Black Lion.
"Kau benar. Aku sangat ingin menyiksanya, misalnya mencungkil kuku dan matanya." Perkataan Nico tentu saja hanya menakuti-nakuti Tiger namun mampu membuat Tiger bergidik ngeri. Ia tidak pernah menyangka jika kini hidupnya harus berakhir di tangan organisasinya sendiri.
"Kalau begitu kita tidak memiliki banyak waktu lagi, sebaiknya kita membawanya saat ini juga." Penuturan Keil diangguki setuju oleh Nico serta Daniel. "Kalian bawa Tiger keluar dari tempat ini," imbuhnya kemudian kepada beberapa anak buah di dalam sana.
"Dan pastikan tidak ada yang melihat kita," sambung Nico saat dua anak buah mencoba memapah tubuh Tiger.
Situasi yang aman mempermudahkan mereka membawa Tiger dari sana. Nico serta Daniel keluar terlebih dahulu, memastikan sekitar mereka benar-benar aman.
"Bereskan mayat-mayat mereka." Keil memperhatikan kedua mayat teman-teman Tiger yang tergeletak dengan bersimpah darah, sebelum kemudian pergi dari sana. Karena keduanya berusaha melawan sehingga anak buahnya tidak memiliki pilihan lain selain melumpuhkan mereka lebih dulu. Jika tidak, maka kekacauan yang mereka buat akan didengar oleh sekitar bangunan tersebut.
***
Splash
Nico menyiramkan segelas air tepat di wajah Tiger ketika pria itu justru tidak sadarkan diri. Dengan kedua tangan yang terikat pada tiang besi, serta luka-luka di seluruh wajah dan beberapa bagian tubuhnya, Tiger menatap Nico dengan tatapan penuh amarah dan seolah ingin membunuh.
"Tiger..... Tiger.... Tiger....." Nico memanggil nama Tiger dengan penuh ejekan, hingga suaranya menggema di dalam ruangan penyiksaan. "Kau sudah mengetahui jika kita tidak akan mudah memaafkan pengkhianatan, tetapi kenapa kau justru menjadi pengkhianat Black Lion, hah?!" Benar-benar tidak habis pikir dengan anak buahnya tersebut. Padahal selama ini mereka selalu diperlakukan sama.
"Karena apa lagi?! Tentu saja dia sudah bosan hidup!" Daniel yang duduk di kursi kayu sembari memperhatikan Nico menyiksa Tiger mengejek anak buahnya yang bodoh itu.
Keil menyunggingkan senyum. "Nico, berikan hukuman yang dia inginkan, mati dengan cara perlahan atau mengenaskan!"
Sungguh tidak ada yang bisa di lakukan oleh Tiger saat ini, pria itu hanya dapat meratapi nasib hidupnya yang berada di tangan ketiga bosnya tersebut. Menyesal pun tidak ada artinya karena ia mengenal Black Lion yang tidak akan memaafkan siapapun yang berkhianat.
"Seharusnya sebelum kau membantu Jerome, kau sudah mengetahui konsekuensinya." Tiger masih tertunduk, tidak menatap Nico yang berbicara padanya. "Sebelum kau mati, aku ingin mendengar apa kau menyesal karena telah mengkhianati kelompokmu sendiri? Melenyapkan teman-teman yang sudah bertahun-tahun bersamamu!"
Terhenyak sudah, Tiger tidak dapat mengeluarkan suaranya yang seolah tercekat di tenggorokan. Sungguh, ia benar-benar menyesal. Dengan keberanian, Tiger mengangkat wajahnya, tidak ada keraguan lagi dalam dirinya. Seharusnya ia rela mati demi melindungi Black Lion, tetapi justru ia mengkhianati organisasinya.
"Saya sangat menyesal bos Nico. Tolong maafkan saya untuk terakhir kalinya." Wajah Tiger memucat, kini ia akan menerima jika harus mati saat ini juga. Kesalahannya yang fatal itu memang tidak bisa dimaafkan. "Bunuh saya sekarang bos!"
"Bagus, kau sudah menyadari kesalahanmu!" Nico mengarahkan senjata tepat di kening Tiger, perlahan menarik pelatuk senjatanya dan kemudian,
Dor!
Satu peluru menghantam kepala Tiger hingga darah segar menyembur ke segala arah. Keil dan Daniel hanya mengangkat kedua bahunya, meskipun sangat disayangkan karena Tiger adalah anak buah mereka yang paling bisa di andalkan tetapi justru harus mati karena pengkhianatan yang dilakukan.
Melihat Tiger yang sudah tidak bernyawa lagi, Nico melemparkan senjata dengan asal, ia menoleh ke arah dua anak buah yang berdiri di sisi ruangan. "Bersihkan tempat ini dan buang mayatnya!"
"Baik....."
Salah satu anak buah, melepaskan ikatan tali yang menggantung di kedua tangan Tiger. Setelahnya menarik tali yang menggantung di leher Tiger. Bagaikan hewan yang tidak bernilai, Tiger di seret begitu saja dengan tali melewati beberapa anak buah keluar dari ruangan tersebut.
Para anak buah menyaksikan apa yang baru saja dilakukan oleh bos Nico. Teman mereka harus mari karena kebodohannya dan itu menjadi pelajaran untuk mereka agar menjaga kepercayaan dan kesetiaan kepada Black Lion hingga akhir.
Nico mengambil salah satu kursi dan mendudukkan tubuh diatasnya. Ia mengambil salah satu batang rokok dan menyalahkannya menggunakan pemantik. "Bagaimana dengan mantan kekasihmu itu, Keil?!" tanyanya, asap menyembul di sekitar wajah. Ia sangat penasaran apa yang akan terjadi dengan Keil saat bertemu dengan wanita itu setelah sekian lama.
Keil tersenyum kecut karena diingatkan akan sesuatu yang menyakitkan. "Dia sudah menikah." Meski tersenyum mengejek pada dirinya sendiri, tetapi menyimpan kesedihan disana.
"Berusahalah merebutnya." Perkataan Nico bukan sekedar lelucon. Tentu saja ia serius memberikan saran itu, mengingat Keil nyaris gila karena wanita itu.
"Benar. Selama ini kau masih memikirkannya bukan. Meskipun hubungan kalian saat itu hanya sebentar tetapi kita tau saat kau bersamanya, kau menolak bermain dengan wanita lain." Daniel adalah orang kedua setelah Keil yang kecewa terhadap Emely. Berani-beraninya wanita itu mempermainkan sahabatnya. Tetapi ia akan mendukung penuh jika Keil ingin memiliki wanita itu.
Terdengar helaan napas panjang yang dihembuskan Kiel. Ingin rasanya tadi ia membawa lari Emely dari hotel, tetapi ia tidak ingin Emely semakin menolak dirinya. "Entahlah.... sepertinya dia membenciku."
"Bagaimana kau tau?" seru Daniel mulai tertarik akan cerita sang sahabat.
"Dia mengusirku."
Nico mengangguk seolah mengerti. "Wajar saja karena suaminya berada disana. Kau tau suaminya adalah-"
"Jonas Fortes." Keil menyela ucapan Nico terlebih dulu.
"Pria biasa yang tidak biasa," gumam Daniel dan Keil serta Nico menoleh bersamaan. "Aku akan menyelidikinya. Jika kecurigaan kita benar, ini akan semakin menarik bukan?"
"Hem, Daniel benar." Dan kemudian Nico menepuk bahu tegap Keil, memberikan semangat pada sahabatnya tersebut. "Dia pasti akan menjadi milikmu lagi!" ucapnya penuh keyakinan dan Keil mendecakan lidah namun terselip senyuman disana.
***
Kota London nampak padat menjelang sore. Mobil berlalu lalang saling mendahului, terlihat Keil yang tengah mengendarai mobil Jimny Jeep membelah keramaian kota besar tersebut menggunakan mobil yang selalu berada di Markas. Dengan kecepatan penuh Keil mendahului mobil hitam di depannya, pikirannya berkecamuk saat ini, ingatannya membawa dirinya pada memori beberapa tahun silam dengan Emely.
Entah apa yang sedang merasuki hati wanita itu, Emely nampak berbeda, wajahnya tidak menampakan keceriaan seperti sebelumnya. Apa wanita itu tidak bahagia?
"Aarrggh...." Keil memukul stir kemudi berulang kali untuk menumpahkan rasa sesak di dadanya. Ia memacu kecepatan penuh ketika melewati jembatan, namun sesaat kemudian menepikan mobil secara mendadak, hingga mobil yang melaju di belakangnya membunyikan klakson karena terkejut mobil Keil menepi secara tiba-tiba.
Keil tidak peduli, kemudian turun dari mobil dan duduk di tepi jembatan. Dengan masih menggunakan setelan jas, Keil melepaskan jas yang membalut di tubuhnya.
Langit mematulkan sinar matahari sore yang terlihat menyapu sekitar wajah Keil. Pandangannya menatap aliran sungai yang entah berujung kemana. Ia hanya ingin menenangkan diri. Menyerah? Oh tentu tidak, saat itu Keil sudah bertekad, jika suatu saat nanti ia bertemu dengan Emely, ia tidak akan pernah melepaskannya. Mungkin dulu ia telah gagal hingga kehilangan wanita itu tanpa bisa dilacak keberadaannya. Jauh di dasar hatinya, ia yakin jika ada sesuatu yang disembunyikan oleh wanita itu.
Kilasan masa lalu tentang kebersamaan mereka memenuhi isi kepala. Keil ingat saat mereka pergi liburan ke Paris yang hanya memakan waktu singkat, serta hari-hari kebersamaan mereka yang dilalui bersama. Memang kebersamaan mereka terbilang singkat hanya 6 bulan, tetapi semua itu sangat sulit untuk dilupakan. Terlebih lagi mereka seringkali melakukan hubungan intim, meskipun tidak berakhir di atas ranjang.
"Aarrggh...." Keil mengacak rambutnya frustasi, sulit sekali rasanya Keil mengingat kejadian sebelum Emely menghilang. Seingat dirinya ia sangat mabuk dan tidak ingat setelahnya.
Sebuah mobil sedan mewah berwarna merah menepi di belakang mobil milik Keil, terlihat kaki jenjang seorang wanita yang mengenakan high heels, kemudian melangkah menghampiri Keil dengan mengulas senyum.
"Keil?"
Keil menolehkan kepala begitu suara yang tidak asing menyelinap di pendengarannya. "Ternyata benar kau, ku pikir aku salah melihat. Sedang apa kau disini?" sambungnya. Wanita tersebut adalah Mia, ia mengalihkan sejenak pandangannya dari Keil, memperhatikan tempat dimana pandangan Keil tertuju, hanya ada hamparan sungai. Apa yang dilakukan Keil di tempat mengerikan seperti ini, pikirnya. Namun sepertinya Keil tidak tergugah dengan pernyataan wanita itu.
"Keil?" Mia kembali memanggil Keil ketika tidak mendapati jawaban dari pria itu.
Keil menghela napas, menatap Mia dengan tatapan tajam. "Aku sedang tidak ingin di ganggu, Mia. Sebaiknya kau pergi saja!"
Merasa Keil menjadi lebih dingin, Mia menjadi tidak rela. Sudah beberapa hari ini baik Keil dan yang lainnya tidak datang ke Club sehingga ia dan sahabatnya menjadi kesal karena khawatir jika mereka dibuang begitu saja, padahal mereka belum mendapatkan apa yang diinginkan, yaitu belum berhasil tidur dengan pria-pria Cassanova tersebut.
"Tapi Keil-"
"Ingat batasanmu! Jika aku tidak memanggilmu, jangan muncul di depanku!" Keil yang sudah terlanjur kesal memilih pergi dari sana, masuk ke dalam mobil mengabaikan panggilan Mia yang berteriak memanggil namanya.
"Sial! Kenapa sulit sekali mengambil hatinya," gerutunya menatap mobil yang di kendarai Keil berlalu begitu saja.
.
.
To be continue
.
.
Penampilan Daniel
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Berdo'a saja
baca lg meski lupa cerita awal nya
2024-01-04
0
Kuro
kuatt nahan keil
2023-12-27
0
Ruk Mini
geumeusszzzzzz
2023-05-20
1