Markas menjadi tujuan Nico saat ini setelah menyelesaikan tugas menjaga Nona Jennifer, hingga mengantarnya ke Mansion utama. Langkah tegas menuntun tubuhnya menuju ruangan kerja, dimana terdapat Keil dan Daniel disana.
Nico menjatuhkan tubuhnya di atas sofa setelah berada di dalam ruangan tersebut. "Bloody hell!!" umpatnya kemudian.
Keil dan Daniel yang sebelumnya fokus pada layar komputer mereka masing-masing menoleh ke arah Nico secara serentak.
"Apa yang terjadi?" tanya Keil, ia memutar kursinya menghadap sahabatnya tersebut.
"Wajahmu terlihat sangat kacau, apa sesulit itu menjadi bodyguard seseorang yang dikatakan oleh bos?" Tidak hanya Nico, Daniel turut memutar kursi bersisian dengan Keil, lantaran penasaran dengan hari pertama Nico menjadi seorang bodyguard.
"Semua karena permainan kalian! Tidak lama lagi nyawaku akan melayang!" Tentu saja semua bermula dari permainan kedua sahabatnya tersebut.
Keil dan Daniel gagal mencerna apa yang disampaikan oleh Nico. "What's up?" seru Daniel.
"Wanita yang aku temui di Club dan yang kalian targetkan untukku mendekatinya adalah Nona Jennie, adik dari bos!"
Hah? Baik Kiel dan Nico tercengang selama beberapa saat. "Are you kidding?" tanya Keil memastikan, jiwanya nyaris mencelos keluar dari dalam tubuhnya. Pun dengan Daniel yang nyaris saja terkena serangan jantung.
"Damn it!" Apa itu suatu kebetulan?" seru Daniel kembali. Kini Keil dan Daniel mendadak gusar.
Nico tersenyum kecut. "Setidaknya jika bos menebas leherku, dia juga akan menggantung kalian. Jadi aku tidak akan mati sendirian!" Terselip nada sindiran untuk Keil dan Daniel.
"Fuckk it!" umpat Keil. "Daniel, kau membawaku masuk ke lubang yang sama denganmu!" Menyesal sudah Keil mengikuti permainan sahabatnya itu, biasanya apapun yang Daniel lakukan, dirinyalah yang tidak akan mudah terprovokasi.
Melihat kedua sahabatnya menyudutkan dirinya, Daniel hanya menghela napas disertai senyum masam. "Ck, kalian ini! Yang terpenting kita harus memikirkan cara supaya bos tidak mengetahui rencana yang kita lakukan." Tidak ingin mengambil resiko, Daniel lebih memilih mengakhiri permainan mereka, padahal dua hari yang lalu mereka masih merencanakan untuk menemukan keberadaan wanita yang bersama dengan Nico di Club.
"Lupakan! Nona Jennie sudah mengurusnya, dia juga tidak memberitahukan tentang keberadaannya pada malam itu."
"Maksudmu?" tanya Daniel.
"Nona Jennie berpura-pura tidak mengenalku, dan aku mengikuti apa yang disampaikannya."
Keil dan Daniel saling mengangguk. "Jadi kau benar-benar menjadi bodyguard Nona Jennie?" Keil kembali memastikan, dan dijawab anggukan kepala oleh Nico.
"Tetapi kenapa saat malam itu kita tidak mengenali Nona Jennie?" tanya Daniel, ia menjadi penasaran akan sosok adik dari bos mereka.
"Nona Jennie banyak berubah. Aku sangat terkejut saat bertemu dengannya, dia menjadi lebih dewasa dan..... cantik... " Terselip nada pujian untuk wanita itu. Kenyataannya memang Nona Jennie terlihat lebih dewasa dan anggun.
Keil dan Daniel saling pandang, lalu menyunggingkan senyum. "Aku sudah tidak menginginkan mobil terbaru darimu."
"Memang seharusnya kita akhiri permainan konyol itu!" sahut Nico sembari meluruskan kakinya di atas meja kaca.
Namun kedua sudut bibir Daniel melengkung dengan penuh arti. "Tapi sebagai gantinya, aku akan mencoba mendekati Nona Jennie." Apa yang baru saja diucapkan oleh Daniel, membuat Nico menoleh ke arah sahabatnya yang satu itu, tidak lupa dengan melayangkan tatapan tajam.
Dan kemudian Nico beranjak berdiri. "Daniel, kau akan mati!! Jangan menyentuh Nona Jennie jika kau tidak ingin mati di tanganku!" Menunjuk wajah Daniel dengan sarkastik.
Nada penuh peringatan itu justru membuat Daniel dan Keil terkekeh. Mungkin sebenarnya Nico sudah memiliki perasaan terhadap Nona Jennie sejak pertemuan pertama mereka, pikir Keil dan Daniel.
***
Keesokan harinya.
Derap langkah kaki seorang wanita yang mengenakan high heels berbenturan dengan lantai marmer menghasilkan suara ketukan yang membuat para seisi ruangan menoleh serentak ke arahnya. Pandangannya mengamati satu persatu para staf dan juga beberapa model-model perusahaannya yang sedang bekerja.
Seluruh staf juga para model menganggumi kecantikan Nona Direktur mereka. Bagaimana tidak, hari ini Jennifer berpenampilan berbeda dengan curly hair style dipadukan kemeja dan celana panjang bahan berwarna rose gold, dan itu semakin membuat penampilannya menarik dan terlihat fresh, hingga mereka tidak hentinya berdecak kagum.
"Selamat pagi Nona," sapa beberapa dari mereka.
"Pagi...." jawabnya. Tidak lupa Jennifer menyelipkan senyuman. Ia dan Jane berkeliling di ruangan tersebut, sebagian dari mereka sudah kembali fokus pada pekerjaan masing-masing.
"Jane, kau pastikan merchandise untuk brand ambassador perusahaan kita sesuai dengan visi misi perusahaan." Jennifer ingin yang terbaik untuk nama baik perusahaan yang dibawah kepimpinannya, menunjukkan kualitas perusahaan yang menaungi banyak model dan artis, mengingat pemberian penghargaan itu pernah dilakukan tiga tahun yang lalu.
"Baik Nona. Saya dan yang lainnya sudah mengurus hal itu dengan baik." Diberi kepercayaan oleh Direktur, tentu saja Jane harus selalu berusaha melakukan yang terbaik.
Jennifer mengangguk. Kaki jenjangnya kembali melangkah, tatapannya tertuju kepada dua wanita yang tengah melakukan pemotretan bersama.
"Selamat pagi semuanya." Terdengar suara seorang pria yang baru saja datang, suara bariton pria itu menggema dan mengguncang telinga Jennifer. Lantas wanita itu menoleh, bertepatan dengan pria tersebut yang juga berjalan ke arahnya.
"Selamat pagi...." Dengan menyematkan senyuman, pria itu menyapa penuh kehangatan. Beberapa para staf menggeleng heran karena hanya Billy yang berani secara terang-terangan menyapa Direktur mereka.
Jennifer memasang wajah datar. "Hem, selamat pagi...." Namun tetap menjawab sapaan pria di hadapannya tersebut.
"Billy bersiap-siaplah, sebentar lagi giliranmu bersama Clarisa." Salah seorang staf wanita berteriak di ujung sana sembari membawa beberapa helai pakaian untuk dikenakan oleh beberapa model.
Tanpa menjawab staf tersebut, pria yang bernama Billy hanya memusatkan pandangan kepada Jennifer lalu kembali menyelipkan senyuman, sebelum kemudian berlalu dari hadapan Jennifer.
Jennifer masih dengan tatapannya yang datar hingga keberadaan Jane tidak dihiraukan olehnya.
"Nona, kita sudah harus kembali ke ruangan," bisiknya pada Jennifer. Ia tahu apa yang sedang dirasakan oleh Nona direkturnya tersebut.
"Tunggu 10 menit lagi, Jane." Dan Jane mengangguk mengerti.
Kini sorot mata Jennifer tertuju pada sosok Billy yang baru saja keluar dari ruangan ganti. Pria itu meskipun mengenakan casual, tetap terlihat tampan. Beberapa menit kemudian, Jennifer membuang pandangannya ke arah lain.
"Jane, kita kembali ke ruangan," ucapnya dan memutar badan hingga memunggungi pria yang kini menatap ke arahnya.
Jennifer melangkah meninggalkan ruangan diikuti oleh Jane di belakangnya.
"Billy, kau lihat kemana? Lihatlah ke depan kamera." Seorang fotografer menegur, karena mendapati Billy yang mendadak menjadi tidak fokus.
"Maaf....." Billy merasa tidak enak. Dan kemudian kembali merangkul pinggul Clarisa, seorang model cantik yang belakangan ini menjadi partner kerjanya.
***
Jennifer mendaratkan tubuhnya di sofa begitu masuk ke dalam ruangan miliknya. Wajahnya masih terlihat kesal jika mengingat bagaimana kedekatan Billy dengan wanita yang bernama Clarisa itu.
"Nona, aku akan mengambilkan dokumen yang harus di tanda tangani." Suara Jane begitu lembut dan berhati-hati, takut-takut jika Nona Direkturnya semakin bertambah kesal.
Kenapa ia bisa melupakan pekerjaannya saat ini. Tidak bisa seperti ini, ia harus profesional dalam bekerja. Urusan pribadi dan pekerjaan adalah hal yang berbeda, itulah yang diterapkan oleh kakaknya Xavier. Ingatan Jennifer membawanya pada saat kedua orang tuanya menceritakan hubungan sang kakak dengan teman lamanya yang bernama Lukas, meskipun keduanya pernah saling bersitegang tetapi Jennifer sangat bangga karena sang kakak dengan temannya itu mengesampingkan urusan pribadi dengan saling bekerja sama. Dan ia akan mencontoh hal tersebut dari sang kakak. Ya, biar bagaimanapun Billy adalah salah satu model di perusahaannya, sehingga wajar saja jika pria itu berbaur dengan wanita lain.
"Jane, bawa semua dokumen yang harus aku tanda tangani." Kemudian Jeniffer beranjak dari sofa dan berjalan menuju kursi kebesarannya.
Jane tersenyum tipis, tentunya ia merasa senang jika mood Nona Direktur kembali membaik. "Kalau begitu akan saya ambilkan terlebih dahulu, Nona." Jane segera berlalu dari ruangan.
Tak selang beberapa lama, Jane kembali memasuki ruangan dengan membawa beberapa dokumen, lalu menyerahkannya kepada Jeniffer.
"Apa saja jadwalku hari ini, Jane?" tanya Jennifer tanpa menatap ke arah Jane. Pandangannya tertunduk, fokus pada selembar demi selembar yang harus ia tanda tangani.
"Jam 11 siang nanti, kita akan menemui beberapa model yang baru lulus seleksi di ruangan rapat, studio lantai tiga."
"Hem, baiklah." Sembari mengangguk, Jennifer menyerahkan beberapa dokumen yang sudah selesai ia tanda tangani seluruhnya, dan kemudian Jane pamit undur diri.
***
Jennifer dan Jane kembali menuruni lift menuju ke lantai tiga. Saat ini para model sedang beristirahat sejenak, hingga tidak begitu banyak staf yang berlalu lalang. Langkah Jennifer menuju ruang rapat yang selalu digunakan untuk para model.
Terlihat beberapa model yang sudah menunggu dirinya, beranjak berdiri dan menyapa Jennifer bersama-sama.
"Kalian pasti sudah membaca surat kontraknya," ucap Jennifer sesaat setelah berhasil mendaratkan tubuhnya di salah satu kursi.
"Sudah Nona....." jawab keempat model wanita.
"Kalau begitu, selamat bergabung di perusahaan kami!"
"
Terima kasih Nona...." keempatnya kembali menjawab bersamaan.
Jennifer mengangguk. "Jane, kau sudah bisa menjelaskan kepada mereka."
"Baik Nona...." Jane berpindah dari posisinya, ia duduk di kursi bersisian dengan Jennifer dan menjelaskan peraturan selama bekerja di Romanov Ent.
Hingga 20 menit, Jane mengakhiri penjelasannya. Keempat model tersebut mengangguk mengerti dan kemudian masing-masing dari mereka pamit undur diri setelah Jennifer mengizinkan dan Jane mengantar mereka hingga ke depan pintu.
Jennifer tidak tergugah dari posisinya untuk sekedar berdiri, hingga tangan seseorang yang melingkar di lehernya membuatnya terlonjak kaget.
"Astaga, apa yang kau lakukan?!" Buru-buru Jennifer menepis kedua tangan pria yang melingkar di lehernya tersebut.
.
.
To be continue
.
.
Jennifer
Billy Torres
Seorang model berparas tampan dan memiliki kharisma. Digilai oleh beberapa model wanita karena ketampanannya itu. Tetapi hatinya telah tertambat pada satu nama wanita sejak beberapa tahun lalu.
Btw kalian jangan oleng ke babang Billy ya, udah kalian Nico aja wkwk 😅😅 hayuk hayuk di dukung babang-babang tampannya.💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Disya♡💕
kok mirip muka boneka Ben itu ya
2024-06-15
0
Totok Tok
waow....berani bangett tuhh
2023-12-19
0
Berdo'a saja
siapa tuh
2021-10-19
2