Jennifer terlonjak kaget ketika tangan seseorang melingkar di lehernya. Ia sangat mengenal wangi parfum yang menguar di indera penciumannya.
"Astaga, apa yang kau lakukan?!" Buru-buru Jennifer menepis kedua tangan pria yang melingkar di lehernya tersebut. Sebelum kemudian beranjak dari kursi dan berdiri saling berhadapan.
Pria tersebut terkekeh. Reaksi yang menggemaskan, pikirnya. Hingga membuat Jennifer melayangkan tatapan kesal.
"Kenapa kau bisa berada disini? Bagaimana jika ada yang melihatmu?!" Jennifer melirik ke arah pintu, memastikan ada atau tidaknya tanda-tanda seseorang yang akan masuk ke dalam ruangan. Hubungan mereka memang tidak diketahui siapapun kecuali Jane. Ya, Jennifer dan Billy sudah menjalin kasih selama enam bulan lamanya. Sebelumnya mereka sudah saling mengenal saat keduanya menempuh pendidikan di universitas yang sama. Billy lebih dulu menyukai Jennifer yang saat itu menjadi juniornya, hingga akhirnya mereka dipertemukan kembali, dan betapa terkejutnya Billy, wanita yang ia cintai selama ini adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja.
"Tenang saja sayang, tidak ada yang melihatku masuk ke dalam ruangan ini." Sungguh sikap Billy terkesan sangat santai, ia tidak peduli dengan kehadiran orang lain. Untuknya yang saat ini adalah bisa bertemu kekasihnya sudah cukup, mengingat sudah tiga hari mereka tidak saling bertatap muka.
"Ck, kau ini." Jennifer menyilangkan kedua tangan. "Apa pekerjaanmu sudah selesai? Bukankah kau masih harus melakukan pemotretan?" Jennifer ingat betul jadwal kekasihnya itu, karena ia sudah mencari tahu dari Jane.
Sikap Jennifer yang tidak seperti biasanya membuat Billy menjadi paham, meskipun tidak diungkapkan oleh Jennifer, ia tahu benar jika kekasihnya yang seorang Direktur itu tidak menyukai kedekatannya dengan Clarisa. Billy meraih kedua tangan Jennifer, lalu membawa ke dalam dekapannya.
"Maaf untuk yang kemarin, pasti kau melihatku dengan Clarisa." Diusapnya punggung Jennifer dengan penuh kasih sayang. Billy sempat melihat Jennifer yang mengamati dirinya di dalam mobil, hubungan backstreet membuat keduanya kerap kali tersiksa dan tidak bisa bebas bertemu di depan banyak orang, sehingga mereka seringkali bertemu di tempat tertentu, seperti makan bersama di private room.
Jennifer terpaksa menyembunyikan hubungannya dengan Billy dari sang kakak. Ia merasa cemas jika kakaknya itu akan melakukan sesuatu kepada Billy, mengingat kekasihnya itu adalah seorang publik figur yang akan selalu berhubungan dengan wanita-wanita sesama profesi.
Jennifer mengurai pelukan mereka. "Memang apa yang kau lakukan kemarin sehingga meminta maaf kepadaku?" Meskipun berkata lembut, tetapi tidak dengan sorot mata Jennifer yang mendelik tajam. Jennifer berbeda dari wanita pada umumnya, jika wanita lain jika merasa cemburu akan marah-marah atau menggerutu sepanjang hari, akan tetapi Jennifer tidak seperti itu, wanita itu akan bersikap santai seolah apa yang dilihatnya bukanlah masalah besar.
Billy menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal. Seperti inilah sikap kekasihnya, seringkali ia dibuat ragu dengan perasaan Jennifer padanya.
"Karena aku terlihat sangat dekat dengan Clarisa di lokasi syuting, lalu tadi pagi aku juga melakukan pemotretan mesra dengannya," jelas Billy ragu-ragu, mengamati ekspresi apa yang akan ditunjukkan kepadanya.
Tatapan Jennifer yang menajam perlahan mulai memudar. "Aku tau, kau hanya bersikap profesional kerja saja. Lagi pula aku percaya denganmu, kau tidak mungkin memiliki hubungan dengan Clarisa."
Tersemat senyuman tipis di sudut bibir Billy karena Jennifer mempercayai dirinya. Inilah yang selalu membuatnya merasa nyaman berada di dekat Jennifer, kekasihnya itu selalu bersikap dewasa dari usianya, bahkan di usianya yang masih muda, Jennifer bisa pemimpin perusahaan dengan baik.
"Kau benar sayang, aku dengan Clarisa hanya sebatas teman kerja saja," ucapnya dan kemudian memberikan usapan lembut pada rambut Jennifer. "Karena sudah waktunya makan siang, aku pergi dulu."
"Hem...." Jennifer mengangguk. Billy mengulas senyum, sebelum kemudian keluar dari ruangan setelah Jennifer mengiyakannya.
Ekor mata Jennifer melirik ke arah pintu, dimana Jane baru saja memasuki ruangan. "Nona maaf, saya tidak bisa menolak saat Tuan Billy ingin masuk ke dalam menemui Nona." Jane sempat melarang Billy untuk menemui Nona Direkturnya, mengingat bisa saja beberapa pasang mata melihat Billy bersama dengan Nona Jennifer di satu ruangan, akan tetapi pria itu tetap bersikeras sehingga Jane tidak memiliki pilihan lain.
"Tidak apa-apa Jane." Jennifer tersenyum, ia tidak akan menyalahkan Jane, memang selama menjadi kekasih Billy sudah membuatnya cukup paham sikap pria itu.
***
Suasana hati Billy menjadi membaik ketika sudah bertemu dengan kekasih tercintanya. Menyembunyikan hubungan mereka tidak jarang membuatnya tersiksa dan kerap kali merasa kesal, pasalnya kekasihnya adalah wanita muda dan sangat cantik. Terlebih lagi pemilik perusahaan, sudah pasti banyak yang menginginkan kekasihnya itu. Berbeda dengannya, keluarganya hanya memiliki dua perusahaan dan terbilang sangat jauh jika dibandingkan dengan Keluarga Romanov.
Seorang wanita cantik dan seksi berjalan mendekat dan menepuk bahu Billy. "Billy, kita makan siang bersama." Hingga membuat Billy menoleh ke arahnya.
"Bukankah kau akan makan dengan managermu, Clarisa?" Ya, wanita itu adalah Clarisa, salah satu teman wanita yang dekat dengannya, tetapi entah kenapa di sekelilingnya mendukung hubungan mereka yang jelas-jelas hanya rekan kerja saja.
Sebelum Billy memberikan jawaban, suara kegaduhan memenuhi ruangan studio. Entah apa yang terjadi sehingga para staf wanita dan para model lainnya gaduh mengenai sesuatu.
Billy serta Clarisa serentak menolehkan tubuh mereka ke arah pandangan semua mata berpusat. Sosok pria tampan dan gagah, penampilannya jauh berbeda dari pertama kali ia menjejakkan kaki di perusahaan Romanov Ent. Pria yang tengah menjadi pusat perhatian tidak lain ialah Nico Jefferson, bodyguard tampan milik Jennifer.
Dengan gaya angkuhnya, Nico melewati begitu saja para staf wanita dan pria yang berpapasan dengannya. Mereka semua kembali berbisik ketika Nico masuk begitu saja ke dalam ruangan yang hanya boleh orang-orang tertentu saja memasuki ruangan tersebut, sehingga banyak menimbulkan beragam pertanyaan di benak mereka. Tidak terkecuali Billy.
"Siapa pria itu? Kenapa masuk ke dalam ruangan....." Oh, shitt di dalam ruangan itu terdapat kekasihnya, tidak mungkin pria itu memiliki hubungan dengan Jennifer.
"Billy, ada apa?" Melihat Billy yang tercenung sesaat, Clarisa menyadarkan Billy dengan tepukan telapak tangan di bahu kirinya.
Wajah Billy seketika memucat, bayang-bayang akan kekasihnya bersama dengan seorang pria tampan dan gagah di ruangan yang semua membuat hatinya bergejolak tidak tenang.
"Tunggu sebentar." Billy hendak melangkah, bermaksud memastikan hubungan pria itu dengan Jennifer, namun detik kemudian ia kembali memutar arah. "Ayo, kita makan siang," ucapnya pada Clarisa. Mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam ruangan tersebut, Billy tidak ingin Jeniffer dalam kesulitan karenanya. Biar bagaimanapun mereka sudah sepakat untuk merahasiakan hubungan mereka hingga Jennifer siap untuk mengumumkan akan status mereka.
Clarisa tersenyum, ia tidak akan membuang kesempatan untuk makan siang bersama dengan Billy, pria tampan yang sudah membuatnya jatuh hati.
***
Jennifer terperangah di tempatnya, pasalnya Nico tiba-tiba sudah berada di dalam ruangan yang sama dengannya dengan penampilan Nico yang lebih rapih dari sebelumnya.
"Ke-kenapa kau berada disini?" Masih dengan keterkejutannya, karena seingatnya tidak memberitahukan keberadaan dirinya kepada pria itu.
Nico tersenyum, lalu melepaskan kacamata hitam yang bertengger di hidungnya dan menyelipkannya di saku jas. "Tentu saja aku berjalan kaki untuk menemui Nona," ujarnya. Pria itu dengan santai masih menyandarkan punggung di depan pintu yang tertutup, hingga Jennifer baru menyadari keberadaannya. Karena sejak lima menit yang lalu, Nico masuk tanpa bersuara karena Jennifer dan Jane tengah memeriksa suatu dokumen.
Jennifer memutar bola matanya dengan malas. "Iya, aku tau kau berjalan dengan kakimu tapi aku belum menghubungimu untuk segera menjemputku." Bibir Jennifer mengerucut hingga Nico semakin dibuat gemas.
"Bagaimana caranya Nona menghubungiku, bukankah Nona tidak memiliki nomor ponselku?" serunya dengan nada ejekan.
Jennifer tersentak. Benar juga, ah kenapa dirinya melupakan hal itu? "Lalu bagaimana caramu mengetahui jika aku berada disini?" Jennifer tetap tidak ingin mengakui kebodohannya tersebut.
"Tentu saja dari sekertaris Nona." Sontak saja membuat Jennifer menoleh ke arah Jane yang tersenyum kepadanya.
"Kau memberikan nomor ponselmu padanya?" tanyanya pada Jane dengan tatapan datar.
Jane mengangguk. "Benar Nona, Tuan Nico mengatakan untuk mempermudah mengetahui keberadaan Nona. Tadi juga Tuan menghubungi saya, sehingga saya memberitahukan jika Nona sedang berada di studio lantai tiga."
Penjelasan Jane tidak bisa membuat Jennifer mengeluarkan sepatah katapun. Jadi bodyguardnya itu selangkah lebih maju, dan benar-benar membuktikan bagaimana caranya berlaku menjadi seorang bodyguard. Sementara Nico menatap wajah Jennifer yang tertekuk, ia hanya tersenyum simpul.
"Sudah waktunya jam makan siang Nona. Sebaiknya Nona makan terlebih dahulu. Jika tidak, Nona akan menjadi lebih kurus dan...."
"Tutup mulutmu." Jennifer memotong perkataan Nico, kedua matanya membeliak, ia tidak terima dengan ucapan Nico yang mengatakan jika dirinya kurus.
"Hehe......" Lagi-lagi Nico hanya terkekeh, hingga benar-benar membuat Jennifer kesal setengah mati.
Jennifer menarik napas panjang, kenapa pria itu sangat menyebalkan. "Jane, carikan tempat makan siang untuk kita." Dan kemudian beranjak dari tempat duduk.
"Baik Nona."
"Menyingkirlah...." Jennifer terlihat kesal, wanita itu ingin keluar dari ruangan tetapi justru Nico masih menyandarkan punggung pada daun pintu.
Nico terkesiap, kemudian menyingkir dan membukakan pintu untuk Jennifer. "Silahkan Nona...."
Sementara Jennifer hanya melirik dengan ekor matanya. "Ck, berpura-pura bersikap manis," gumamnya namun terdengar jelas oleh Nico, sebelum kemudian berlalu dari ruangan itu.
Nico terkekeh. Astaga, menggemaskan sekali, batinnya.
Nico serta Jane sesegera mungkin mengekori Jennifer yang semakin menjauh. Mereka menjadi pusat perhatian kembali, terlebih lagi Nico tidak berjalan di belakang Jennifer, melainkan di samping Nona majikannya itu.
Aishh, apa pria ini sengaja? Jennifer hanya membatin, ia bisa mendengar para staf berbisik tentangnya dan juga tentang Nico.
Berada di depan perusahaan dan berpapasan dengan Billy serta Clarisa. Jennifer menghela napas, kenapa harus disaat seperti ini berpapasan dengan mereka.
"Selamat siang Nona." Tentu saja Clarisa harus menghormati Nona Direktur, meskipun sejujurnya ia sangat benci dengan kecantikan yang dimiliki oleh Direkturnya karena melebihi kecantikan dirinya.
"Siang...." Jennifer dengan tatapan datarnya. Sekilas melirik ke arah Billy yang juga menatapnya dengan tajam.
Pasti dia salah paham.
Jennifer kembali melangkah, diikuti oleh Nico dan juga Jane. Sebelum berlalu, ekor mata Nico melirik singkat kepada Billy yang ternyata juga tengah menatap tajam kepadanya. Nico menyunggingkan senyum penuh arti, hingga kedua tangan Billy mengepal di sisi kedua pahanya.
"Nona sebaiknya duduk di depan saja," ujar Nico.
Kening Jennifer berkerut bingung. "Kenapa? Aku ingin duduk di belakang bersama Jane." Jennifer membuka handle pintu mobil.
"Tapi Nona...." Namun Nico kembali menahannya.
Jennifer mendengkus kesal. "Ada apa? Kenapa aku tidak boleh duduk di belakang?"
"Hem, itu...." Nico menggaruk keningnya, dan kemudian membisikan sesuatu. "Aku belum membersihkan kursi belakang, sepertinya masih ada serangga disana."
"Apa?!" Tentu saja Jennifer terkejut, ia paling benci dengan serangga jenis apapun. "Kenapa kau tidak mengatakannya sejak tadi?!" gerutunya.
Nico menarik kedua sudut bibirnya. Tangannya membukakan pintu mobil depan samping kemudi untuk Nona majikan yang menggemaskan itu. Setelah Jennifer masuk, Nico kembali menutup pintu dan Jane juga segera masuk ke dalam mobil, duduk di kursi belakang. Jane terheran, karena tiba-tiba saja Nona Direktur duduk di depan, tetapi ia tidak mempermasalahkannya.
Namun tidak dengan Nico yang tersenyum senang. Serangga seperti apa? Bahkan jika memang terdapat serangga di dalam mobilnya, ia sudah lebih dulu membakar mobilnya tersebut. Tidak mungkin ia membiarkan serangga bersarang di dalam mobilnya yang mahal dan terawat itu. Ia sengaja melakukan hal itu, karena saat ini Billy masih memperhatikan mereka di sisi mobil pria itu. Keyakinan Nico entah kenapa mengatakan jika Nona Jennifer dengan pria itu memiliki hubungan, nampak jelas di raut wajah pria itu yang menunjukkan kecemburuan dan ketidaksukaan.
"Jangan mengharapkan apapun dari Nona Jennie!" Bibir Nico memberikan kalimat tersebut, sebelum kemudian masuk ke dalam mobil meninggalkan gedung Perusahaan Romanov Ent.
.
.
To be continue
.
.
Billy Torres
Dah segitu dulu ya man teman.. terima kasih yang masih setia sama babang tampan Nico 💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Totok Tok
bang nico
2023-12-19
0
Maia Mayong
wahh Nico ,, maju trussss ....
2022-03-12
1
NADIRAH
semangat Nico demi mengambil hati xavierdan jeniyye
baru aelasi baca nopel tahanan bos mapia meluncur ke 3 bang" ganteng
2022-01-24
0