Dua hari sebelumnya
Mendapati sang kakak yang duduk di sofa menunggu dirinya membuat Jennifer menelan saliva dengan susah payah.
"Kak....." Suaranya tercekat, bahkan panggilan 'Kak' yang terlontar tenggelam dalam ketakutannya. Jennifer berusaha tersenyum dan bersikap tenang, namun yang dilayangkan senyuman justru memasang wajah horor. Begitu menyeramkan dan siapapun akan menciut jika melihat tatapan yang bagaikan mata elang.
Jennifer semakin terkesiap saat Xavier beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arahnya.
Habislah aku...
Wanita itu tetap memasang wajah tenang dengan senyum termanisnya. "Kenapa Kak Vie pagi-pagi sekali sudah berada di mansion utama?" tanyanya dengan raut wajah polos.
"Tentu saja mencarimu, karena kau tidak pulang tadi malam." Masih dengan tatapan tajam dan tidak membiarkan adiknya itu melarikan diri. "Jangan karena Dad dan Mom sedang berada di L.A, lalu kau bisa bebas. Ada Kak Vie yang selalu mengawasimu, Jenn." Xavier berbicara selembut mungkin, berbeda dengan tatapannya yang tajam.
Jennifer berdecak, ia menyilangkan kedua tangan di depan dada. Entah sampai kapan kakaknya itu berhenti over protektif padanya. "Aku menginap di apartemen Alice kak, dia hanya ingin aku menemaninya karena...." Ada jeda beberapa saat.
Ck, bodoh kau Jenn, ayolah pikiran alasan yang tepat supaya Kak Vie tidak mencurigai dirimu.
"Patah hati..... Ya benar, Alice baru saja berpisah dengan kekasihnya, jadi dia memintaku datang dan mendengarkan semua rasa sakit hatinya." Akhirnya Jennifer memiliki alasan yang tepat, meskipun kakaknya tidak akan mudah percaya begitu saja tetapi alasan itu sangat masuk akal untuk saat ini.
Sorot mata Xavier kian menajam, bahkan ia meneliti wajah Jennifer yang mungkin saja terdapat kebohongan disana. "Kak Vie tidak masalah jika kau bermain dengan teman-temanmu, asalkan kau bisa menjaga dirimu dengan baik. Ingat, kakak paling tidak suka jika kau-"
"Pergi ke Club malam dan mabuk," potong Jennifer. Ia selalu ingat perkataan yang satu itu karena sang kakak sudah memberitahunya ribuan kali hingga dirinya bosan mendengar perkataan tersebut.
"Ehm, kau harus selalu mengingatnya. Karena kakakmu ini yang akan membawamu jika itu sampai terjadi!" Pandangan Xavier penuh dengan peringatan. Ia akan turun tangan jika menyangkut dengan keluarganya.
Jennifer mengangguk, entah kenapa sepertinya ia merasakan jika sang kakak sedang mencurigai dirinya. "Baik kak, aku akan selalu mengingatnya."
"Kalau begitu, mulai besok Kak Vie akan memberikan bodyguard untuk menjagamu," seru Xavier tidak terbantahkan.
"What?!" Sungguh reaksi yang berlebihan. "Apa Kak Vie benar-benar akan memberikan bodyguard untukku?"
"Iya, seperti yang sudah kukatakan sebelumnya. Dua hari lagi Kak Vie akan kirimkan salah satu anak buah kepercayaan untuk menjagamu."
Jennifer menggigit bibir bagian bawahnya. Tentu saja ia harus protes. "Tapi kak....."
"Kau tidak bisa menolaknya, Jenn. Apa kau tidak ingat, seminggu yang lalu ada seseorang yang ingin mencelakaimu. Jika bukan karena anak buahku yang mengikuti mobilmu, mungkin mereka sudah mencelakaimu." Xavier ingat benar, bagaimana anak buahnya melaporkan jika ada sebuah mobil hitam yang mengikuti mobil adiknya, kemudian ia memberi perintah untuk menyingkirkan mobil yang berusaha menghadang mobil Jennifer.
"Itu hanya sebuah kebetulan saja kak, mereka hanya ingin merampokku." Mengingat kejadian mengerikan seperti itu, tubuh Jennifer kembali bergetar. Ia ingat bagaimana dirinya berteriak meminta tolong saat kedua pria yang berniat merampok dirinya menarik paksa pergelangan tangannya untuk dibawa masuk ke dalam mobil mereka. Terlebih lagi ingatan akan wajah kedua pria yang nyaris menghunuskan senjata tajam padanya membuatnya bergidik ngeri. Malam itu adalah malam mengerikan untuknya.
"Perampok atau siapapun itu tetap berbahaya jika mereka memiliki senjata tajam seperti malam itu, dan bagaimana jika mereka berhasil membuatmu terluka?!" Beruntung malam itu, para anak buahnya segera menghabisi para perampok tersebut sebelum mereka berhasil membawa Jennifer.
Mendengar penuturan Xavier, Jennifer tidak dapat membantah. Bibirnya terkatup rapat, ia yang tidak pandai bela diri kemungkinan besar akan terluka dan di bawa paksa pada malam itu.
"Baiklah, aku tidak akan menolak jika Kak Vie ingin memberikan bodyguard untuk menjagaku." Tidak ada pilihan lagi, terpaksa Jennifer mengiyakannya. "Tapi ada syaratnya." Tatapan Jennifer mendelik tajam, ia akan menerima siapapun yang akan menjadi bodyguardnya asalkan sang kakak tidak menolak syarat darinya.
"Apa?"
"Siapapun yang akan menjadi bodyguardku, tidak boleh mencampuri urusan pribadiku, dan sebisa mungkin berjaga jarak denganku saat aku sedang bersama teman-temanku. Dan selama berada di kantor, pastikan dia tidak mengganggu pekerjaanku." Untuk saat ini, Jennifer hanya bisa mengajukan syarat seperti itu, entah kedepannya mungkin ia akan memberikan syarat tambahan.
"Hem, baiklah. Tapi Kak Vie tidak bisa menjamin untuk tidak ikut campur dalam urusan pribadimu, selama kau berada baik-baik saja dan tidak ada yang berusaha menyakiti dirimu."
"Baiklah, seperti itu juga tidak masalah."
"Ehm, kalau begitu Kak Vie akan kembali ke Mansion. Kau mengganggu hari liburku bermesraan dengan kakak iparmu!" Xavier megambil kembali ponsel yang ia letakkan di atas meja kaca.
"Astaga, Kak Vie sudah memiliki dua putra dan satu putri. Apa mereka tidak cukup?" Apa kakaknya itu tidak pernah puas?
"Ck, kau akan mengerti jika sudah menikah." Dan kemudian melangkah menuju pintu.
"Tanpa menikah aku sudah mengerti, kak!"
Langkah Xavier terhenti seketika dan membalikkan tubuhnya. "Jangan berbuat macam-macam selama kau belum menikah."
Glek. Jennifer kembali tercekat. Kenapa yang keluar dari mulut sang kakak selalu sebuah ancaman?
***
Pucat pasi. Itulah gambaran wajah Jennifer saat ini ketika melihat sosok pria yang bersama dengannya di dalam kamar hotel. Dan sudah pasti pria yang akan menjadi bodyguard dirinya mengetahui jika ia pergi ke Club malam diam-diam pada malam itu.
Apalagi ini, kenapa bisa kebetulan seperti ini? Aku harus memperingati pria itu untuk tidak membocorkan tentangku yang berada di Club malam dua hari yang lalu. Jika tidak, tamatlah aku!
Jennifer terus berperang dengan pikirannya. Berbeda dengan Nico yang tidak menunjukkan ekspresi apapun, ia memang cukup terkejut tetapi sedetik kemudian ia kembali memasang wajah datar, seolah hari ini adalah pertemuan pertama mereka.
"Perkenalkan namaku Nico, Nona. Senang bisa bertemu dengan adik dari bos." Nico mengulurkan tangannya, dan berharap jika uluran tangannya akan disambut baik oleh Jennifer.
Ada senyum masam yang tersemat di sudut bibir Jennifer. Ia tentu saja harus menyambut baik uluran tangan pria yang bernama Nico. "Panggil aku Jenn atau Jennie."
"Baik Nona...." jawabnya disertai senyuman. Senyuman yang entah kenapa sangat menyebalkan bagi Jennifer. Keduanya saling melepaskan jabatan tangan.
"Apa kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?" tanya Xavier, ia melihat sesuatu gelagat keduanya yang terasa aneh.
Jennifer tersedak saat mendengar pernyataan sang kakak. " Te-tentu saja tidak kak, aku baru pertama kali bertemu dengannya, benar bukan?" Pandangan Jennifer teralihkan pada Nico penuh dengan peringatan.
Nyaris saja Nico tidak bisa menahan tawanya melihat ekspresi wajah wanita di hadapannya yang ketakutan. Sudah dapat dipastikan jika malam di Club itu bos sama sekali tidak mengetahuinya. Ah, apa dirinya harus memberitahu bos? pikirnya.
"Ehm...." Nico berpura-pura tengah berpikir. "Sepertinya aku pernah melihat Nona Jennie sebelumnya."
Duaarrr
Dasar, pria kurang ajar. Tidak bisakah kau berpura-pura saja tidak mengenalku?
Sebisa mungkin Jennifer menahan rasa geram di hatinya, karena Nico terlihat tidak ingin bekerja sama dengannya.
"Dimana?" Tentu saja Xavier mendesak dengan tidak sabar. Setau dirinya mereka belum pernah bertemu, bahkan pada saat di pesta pernikahan, Xavier memang tidak mempertemukan mereka.
"Tentu saja di salah satu majalah. Bukankah Nona Jennie berada di majalah bisnis satu bulan yang lalu." Tentu saja bohong. Ah Nico, kau menggali lubang kuburmu sendiri, bagaimana jika pada akhirnya bos mengetahui pertemuan pertama kalian, kau bisa saja dihabisi. Tidak ada pilihan lain, terlebih lagi ia tidak tega melihat wajah Jennifer yang seperti penuh permohonan padanya.
Masuk akal. Xavier hanya mengangguk membenarkan. Satu bulan yang lalu dirinya dan beserta kedua orang tuanya mengungkap jati diri Jennifer sebagai anggota keluarga Romanov. Mengingat selama ini mereka menyembunyikan identitas Jennifer demi keselamatan adiknya. Sebab itu, selama ini Jennifer bisa pergi bebas kemanapun tanpa pengawalan.
Mendengar perkataan Nico, diam-diam Jennifer menghembuskan napas kelegaan di udara. Ternyata Nico tidak membocorkan kejadian malam itu pada sang kakak, senyuman samar terlihat di sudut bibir Jennifer.
"Baiklah, kalau begitu silahkan kalian duduk terlebih dahulu. Aku akan mengambil dokumen yang tertinggal di meja Jane." Tanpa menunggu jawaban dari keduanya, Jeniffer buru-buru keluar dari ruangan, ia mengusap dadanya penuh kelegaan sesaat ketika sudah menutup kembali pintu ruangan.
"Ada apa, Nona?" Entah sejak kapan Jane sudah berada di hadapannya dan mengejutkan dirinya.
"Tidak ada apa-apa. Aku hampir ketahuan oleh Kak Vie ."
"Lalu?" Raut wajah Jane berubah panik.
"Tentu saja semuanya aman terkendali." Jennifer berucap bangga pada dirinya sendiri dan hal itu membuat Jane juga menghembuskan napas lega.
"Lalu siapa pria yang bersama dengan Tuan Xavier dan Tuan Jack, Nona? Dia tampan sekali." Jane tidak bisa menutupi kekagumannya pada sosok pria yang berpapasan dengannya di depan pintu saat dirinya keluar dari ruangan.
"Dia yang akan menjadi bodyguardku."
"Apa Nona tidak sedang bercanda?" Jane berpikir jika Nona Direkturnya hanya asal berbicara saja.
"Apa wajahku terlihat sedang bercanda, Jane?" Dan dijawab gelengan kepala oleh Jane.
"Tampan saja tidak cukup. Belum tentu pria itu adalah pria baik-baik." Jika mereka bertemu di Club malam, bukankah pria itu juga bukan pria baik-baik, mungkin saja memiliki banyak simpanan diluar sana.
Jane tertawa kecil. "Tapi Nona, jika pria itu datang bersama dengan Tuan Xavier, sudah pasti pria itu adalah orang kepercayaan Tuan. Tidak mungkin kakak Nona membiarkan Nona dijaga oleh sembarangan orang."
Sejenak diam, detik kemudian Jennifer mengangguk membenarkan. "Kau benar, tetapi dia sangat menyebalkan."
"Kenapa Nona bisa menyimpulkan seperti itu?"
"Jane, sudah diam jika kau tidak ingin dipecat!" serunya berpura-pura mengancam. Sontak Jane menutup rapat mulutnya. "Aku ingin minum, entah kenapa bertemu dengannya lagi membuatku sulit bernapas dengan baik," gumamnya kemudian yang dapat di dengar oleh Jane. Sekretaris cantik itu hanya menatap punggung Nona Direktur menuju pantry. Panggilan Nona Direktur adalah panggilan Jennifer di seluruh kantor, karena wanita itu tidak menyukai jika dipanggil Ibu Direktur yang terkesan terlalu tua untuknya.
***
Setelah kepergian Jennifer dari ruangan, kini Xavier dan Jack serta Nico sudah mendaratkan tubuhnya di sofa. Nico dan Jack duduk saling bersisian, sementara Xavier duduk di sofa single.
"Bos, aku tidak berpikir jika kau benar-benar memberikan tugas ini kepadaku." Suara Nico membelah keheningan yang terjadi selama beberapa saat.
"Kenapa? Apa kau keberatan?" Seketika Xavier menjadi dingin. Ia menduga jika Nico akan menolak tugas yang akan ia berikan.
"Bukan begitu bos, aku hanya terkejut. Karena yang kami ketahui, Nona Jennie memiliki wajah yang lebih bulat dan aku hampir tidak mengenalinya tadi." Bahkan foto yang dikirimkan oleh bos beberapa tahun silam masih tersimpan di galeri ponsel miliknya.
Mendengar penuturan Nico, Xavier terkekeh. "Tentu saja, aku mengirimkan foto Jennie kepada kalian saat dia berusia 18 tahun. Saat itu dia masih sering menguncir dua rambutnya."
"Sudah 5 tahun berlalu, tentu saja Jennie banyak berubah. Saat itu aku hampir saja tidak mengenali perubahannya," timpal Jack. Mengingat bagaimana sikap Jennifer lima tahun yang lalu.
Nico mengangguk mengerti. Pantas saja aku tidak mengenalinya saat di Club, Nona Jennie benar-benar berbeda dari yang di foto. Dan pantas saja aku seperti terintimidasi ketika dia berbicara, dia benar-benar adik bos, batinnya.
Sepertinya hari-harinya akan lebih menarik dari sebelumnya. Seperti ada tantangan tersendiri untuknya. Tanpa sadar sudut bibir Nico tertarik dan hanya pria itu yang tahu apa yang sedang dipikirkannya.
.
.
To be continue
.
.
Kalau kalian suka sama cerita babang-babang tampan, jangan lupa dukungannya ya 💕
Yang kangen babang Zayn bisa baca ulang Tawanan Bos Mafia wkwk 🤭🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Kuro
Nico pekerjaan yg menyenangkan....dpt uang jg bakal dpt jodoh kayaknya
2023-12-16
0
Liana Rismawati
dari sekian byk kisah msfia yg paling aq suka adalah kisah bang zayn, the best pokoknya
2022-06-07
1
Tya R Aditya
cerita seru begini ko like nya dikit, q suka karyamu ka, keren²
2022-02-08
1