Audrey:
Tante, Audrey mau datang bawa cincin.
Tante Tika:
Iya sayang, tante tunggu.
Audrey:
Ok deh.
Tika tersenyum membaca chat dari Audrey. Kemudian mengetik sesuatu.
...
"Gustaf, aku ingin kau pergi memeriksa resort di tepi pantai itu. Aku tak bisa ikut karena harus segera menemui Bram." titah Aaron.
"Baik tuan, besok pagi-pagi saya akan berangkat.
Tring....
Tante Tika:
Gadismu akan datang mengembalikan cincin.
Aaron tersenyum membaca pesan masuk itu.
"Akhirnya, beberapa hari ini aku merindukanmu." kata Aaron pada foto Audrey di ponselnya.
Aaron ingin segera berlari menuju mobilnya tapi tidak bisa. Ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.
...
"Selamat siang tante."
"Hai Audrey, selamat siang. Masuklah." kata Tika saat melihat Audrey di ambang pintu.
"Maaf Audrey baru bisa kembalikan cincin ini." Audrey duduk di sofa depan meja kerja Tika.
"Pasti kau sangat sibuk ya."
"Tidak juga sih tante. Hanya temani kerabat di rumah sakit."
"Sakit apa?" Tika menutup laptop dan duduk di hadapan Audrey.
"Tiga hari yang lalu ia dianiaya suaminya, dan sampai hari ini belum siuman."
"Oo, itu sebabnya kau buru-buru pulang setelah pemotretan?" selidik Tika.
"Bu-bukan tante." Audrey merona. "Kejadian penganiayaannya sore hari."
"Kenapa wajahmu memerah begitu. Hmm? Aku kan hanya bilang pemotretan." goda Tika.
"Tante ihh."
Tika terkekeh melihat Audrey yang salah tingkah.
"Kenapa harus malu sayang?"
"Audrey jarang sedekat itu dengan lawan jenis selain kakak dan papa, jadi gugup tante. Kalaupun dekat sama laki-laki, palingan pas latihan." Audrey berkata jujur.
"Bukan gugup karena jatuh cinta?" Tika mengerling.
"Emang jatuh cinta rasanya seperti apa tante?" tanya Audrey polos.
Hahahahahhahaha....
Spontan Tika tertawa mendapat pertanyaan seperti itu.
"Tante, jangan begitu. Audrey kan jadi malu." wajah Audrey semakin merah.
"Maaf sayang, maaf." Tika menghentikan tawanya." Baiklah, dulu waktu Tante jatuh cinta sama suami tante, rasanya....."
"Ada yang sedang jatuh cinta?" tiba-tiba Aaron menyela, dengan senyuman penuh arti ia menatap Audrey.
Tangan kanannya yang berada di dalam kantong celana mengepal, menahan gejolak di dalam dadanya saat bertatapan dengan mata Audrey.
"Hai Aaron, kebetulan sekali. Ada angin apa kau mampir?"
"Aku ingin mengembalikan cincin ini tante." Aaron mengeluarkan kotak kecil dari dalam saku jasnya. "Tak kusangka pengantinku juga ada disini." Audrey hanya bisa menunduk.
"Sama dong, Audrey juga mengembalikan cincinnya." Tika tersenyum geli. "Masuklah."
"Ah ya, ini cincin Audrey." katanya sambil mengeluarkan kotak dari dalam tas ranselnya. Tika menerima dan langsung keluar ruangan membawa kedua cincin itu.
"Apa kabar Audrey?" sapa Aaron setelah duduk di hadapan gadis itu.
"Baik kak. Kakak apa kabar?"
"Tidak terlalu baik."
"Oo. . ."
Aaron bingung, hanya itu yang meluncur dari mulut Audrey.
"Kau tak ingin tahu kenapa?"
"Apakah aku harus tahu?"
"Tentu."
Audrey mengernyitkan dahi, menatap Aaron dengan serius.
"Aku rasa aku tak perlu tahu kak. Kan tidak ada hubungannya denganku."
"Ada." Aaron menatap tajam, Audrey terkesiap.
"Baiklah kalau begitu." Audrey mengalah, ia tak tenang dengan tatapan Aaron. "Kenapa kondisi kakak tidak terlalu baik?"
"Karena aku merindukanmu."
Audrey tersentak, rona merah melingkar di area puncak pipinya, lama kelamaan menyebar sampai ke leher dan telinga.
Aaron semakin gemas, ingin rasanya ia mencium pipi Audrey saat ini juga. Namun ia juga merasa kasihan melihat Audrey malu dan salah tingkah seperti itu.
"Maaf Audrey, aku bercanda. Wajahmu sudah memerah seperti tomat." Aaron tersenyum lembut.
"Kak Aaron menyebalkan." Audrey mengerucutkan bibirnya, membuat Aaron sesak nafas.
Sabar Aaron, sabar...Harus kuat, harus kuat, harus kuat. Aaron merapal mantra dalam hati sambil terus menatap bibir Audrey.
"Apakah tante melewatkan sesuatu?" Tika masuk sambil membawa minuman kaleng dan meletakkan di depan kedua tamunya.
Aaron dan Audrey segera mengambil dan segera meminumnya.
"Kalian berdua kehausan ya?" Tika menatap kedua orang itu dengan heran.
"Iya, haus luar dalam."
"Maksudnya gimana Aaron?" Aaron hanya terus menatap Audrey dengan senyum jahilnya.
"Drey?"
"Jangan tanya Audrey tante. Karena Audrey juga tidak mengerti dengan ucapan kak Aaron." jawabnya sambil meletakkan minumannya di meja.
"Maksudnya haus di luar ya haus air minum. Kalau haus di dalam, haus kasih sayang." ia mengedipkan sebelah matanya ke Audrey.
Melihat itu Audrey refleks melempar bantal sofa ke arah Aaron. Dengan sigap Aaron menangkapnya.
"Oo, kamu sudah berani ya sama kakak." Aaron pura-pura marah, ia berdiri sambil tetap memegang bantal itu.
"Siapa suruh gombal terus dari tadi." Audrey mencebik.
Aaron melempar balik bantal tadi ke Audrey. Namun Audrey berhasil menangkis bantal itu. Kemudian ia cepat-cepat mengambil bantal yang tergeletak di lantai dan kembali melempar Aaron.
Aaron kembali berhasil menangkap bantal. Audrey tertawa, ia segera berdiri dan berlari ke belakang Tika saat melihat Aaron menatapnya dengan gemas.
"Audrey, kemari. Hadapi aku, jangan sembunyi di belakang tante."
"Tidak mau." Audrey menjulurkan lidah.
Tika tergelak melihat interaksi kedua tamunya yang notabene orang dewasa.
"Kau, awas ya." Aaron menatap tantenya dengan tatapan memohon.
Tika tertawa, ia segera bergeser , Audrey terkejut dan cepat-cepat berbalik. Belum sempat kabur Aaron sudah menangkapnya, memeluknya dari belakang.
Dengan sekali gerakan Aaron memutar badan Audrey dan langsung memegang pipi Audrey. Mencubit pipi itu dengan gemas.
"Awww, sakit kak, sakit." Pekik Audrey.
"Itu hukuman karena berani melemparku dengan bantal." ia melepas tangannya dan tiba-tiba ia menjentikkan jarinya di kening Audrey. "Dan itu hukuman karena membuatku susah tidur."
"Awww!" Audrey mengerucutkan bibirnya. "Kakak yang susah tidur kenapa aku yang dihukum." sungutnya.
Duh, bibir itu. Tolong aku Tuhan, keluhnya dalam hati.
"Sudah, sudah. Kalian seperti anak kecil." kata Tika disela-sela tawanya.
Audrey melangkah menuju tempat duduknya sambil merapikan baju dan rambutnya. Aaron menatap gadis itu, rasanya ia ingin kembali memeluk Audrey.
"Tante, Audrey pulang ya. Terima kasih untuk waktu dan minumannya." Ia mengambil tasnya. Ia tak menyadari perubahan wajah Aaron.
"Iya sayang, mau langsung pulang?"
"Tidak tante, Audrey mau ke rumah sakit dulu."
"Hati-hati ya." Tika cepat-cepat berdiri memegang lengan Aaron yang tampak kecewa karena Audrey akan pergi.
"Iya tante. Bye tante, Bye kakak jelek." Audrey tertawa melihat Aaron melebarkan matanya.
"Ada apa tante?" tanya Aaron setelah mereka rasa Audrey telah jauh.
"Sejak kapan kau mulai mencintainya?" Tika tak berbasa-basi.
"Entahlah, yang jelas saat pertama kali menatapnya aku merasa waktu berhenti, dan yang lain memudar. Hanya dia saja yang terlihat sangat jelas di depan mataku."
"Seperti saat kau jatuh cinta pada...Lusi?" suara Tika melambat di akhir kalimat.
"Kurang lebih, tapi ini terasa berbeda. Audrey berbeda." Aaron menunduk.
"Kau masih sedih mendengar nama Lusi?"
"Tidak tante. Orang yang sudah meninggal tidak akan hidup lagi sekalipun aku terus menerus menangis."
Aaron tersenyum melihat tantenya. "Hidupku masih terus berlanjut. Tenang saja tante."
"Tante harap kau tidak mempermainkan Audrey seperti gadis lainnya setelah Lusi."
"Tante, aku hanya sekedar merayu mereka, dan meminta mereka menemaniku minum. Itu saja, tidak lebih. Aku bahkan tak pernah menyentuh tangan mereka apalagi mencium."
"Baguslah, karena aku tak akan merawat luka-lukamu jika kau permainkan Audrey." ancam Tika.
"Maksudnya bagaimana tante?"
"Tidak, nanti juga kau akan tahu."
.
.
.
Audrey menambah laju mobilnya setelah menerima panggilan dari kakaknya. Ia ingin segera tiba di rumah sakit, menurut Rangga, sahabat-sahabatnya juga sudah datang semua.
Ia berlari di sepanjang lorong, hingga tiba di ruang perawatan dengan tersengal-sengal.
"Bagaimana?" tanyanya pada Isabela yang berdiri menyambutnya dengan sebotol air mineral.
"Kak Riana sudah membuka matanya."
Audrey melihat dokter dan perawat sedang mengerumuni Riana, ada Rangga disana.
Namun ia tak mendekat, ia memilih menunggu tim medis menyelesaikan tugasnya.
"Kenapa kau berlari?" Yura menyerahkan tisu pada Audrey.
"Terima kasih Luna." Audrey menyeka peluh di wajahnya. "Aku kira kak Riana kritis lagi."
"Dan kenapa ada bekas merah di pipimu? Seseorang mencubitnya ya?" Nabila mengamati.
"Eh..itu.." Audrey bingung bagaimana harus menjawab.
"Ciee..cieeee...." Isabela menyikutnya dan terkekeh pelan.
Audrey hanya tersenyum malu, sedangkan sahabat-sahabatnya menutup mulut menahan tawa.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
lucunyaaa audrey dan aaron..
maklumlah namanya juga orang lagi jatuh cintaa...😊
2024-08-26
0