Dimanakah kamu? Siapa namamu? Aku ingin bertemu.
Sekali lagi Aaron mendengkus, entah sudah berapa kali ia melakukannya. Ia memungut potongan karang mati yang berada di antara pasir putih. Bentuknya indah, seperti ranting kayu dengan banyak cabang dalam ukuran mini.
Ia mengamati sejenak, kemudian menimang benda itu sebelum akhirnya ia melemparkannya ke belakang, melambung di atas kepalanya.
Arrgghhhhhh....suara seorang gadis berteriak.
Aaron menoleh ke belakang, tampak seorang gadis tengah meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya dengan tangan kiri. Kemudian ia memungut benda yang tadi mengenai kepalanya dengan tangan kanan, ternyata potongan karang mati yang jatuh menimpanya.
Mata Aaron melebar, itu adalah karang mati yang tadi ia lempar asal ke belakang. Dan yang lebih mengejutkan, gadis yang terkena lemparannya adalah gadis yang sedang ia cari.
Ia segera berdiri menatap gadis itu, ternyata sang gadis juga sedang menatapnya. Gadis itu menatap Aaron, kemudian menatap potongan karang, seperti mengerti apa yang terjadi, raut wajah gadis itu berubah kesal.
Aaron mengangkat sebelah tangannya ingin mengatakan sesuatu, tapi ia urungkan. Entah kenapa Aaron menjadi sangat gugup.
Kemudian ia melangkah hendak menghampiri sang gadis. Baru dua langkah berjalan, ia dikejutkan dengan segerombolan anak-anak yang sedang bermain kejar-kejaran.
Anak-anak itu bahkan menjadikan tubuh Aaron seperti tameng, menghindari kejaran lawan. Aaron bingung, ia tak dapat melangkah lagi.
Ia mendongak, ternyata gadis tadi sudah melangkah pergi. Saat dapat melepaskan diri dari kerumunan, Aaron bergegas mengejar gadis itu.
Sayang, ia harus menelan kekecewaan karena kehilangan jejak targetnya.
"Tuan, ada apa? Siapa yang tuan kejar?" Gustaf terengah-engah. Saat melihat Aaron berlari, ia segera mengikuti.
"Gadis itu Gustaf, gadis penjual bunga itu. Aku melihatnya, tadi dia melintas di belakangku." jawab Aaron sambil mengatur nafasnya.
"Dia lewat di belakang? Bagaimana tuan bisa tahu jika tuan membelakanginya?" Gustaf bingung.
"Karena dia menjerit kesakitan terkena lemparanku. Aku melempar potongan karang mati ke belakang dan benda itu jatuh di atas kepalanya, aku kira tak ada orang disana."
"Karang mati? Kena kepala?" Gustaf mengulanginya, seakan tidak mempercayai telinganya sendiri. Kemudian ia menunduk menahan tawa. Sial sekali nasib gadis itu, gumamnya.
Aaron menarik rambutnya kuat-kuat, ia berusaha melampiaskan kekesalannya.
Arghh..bodoh!!!kenapa kau bodoh sekali Aaron!!! rutuknya dalam hati.
"Tuan, mari kita kembali ke resort. Kita harus bertemu kepala tukang sekali lagi sebelum kembali ke kota." Gustaf mengingatkan. Aaron hanya diam saja, tapi kakinya melangkah berbalik menuju resort.
.
.
.
Rangga sedang berkutat dengan laptopnya, ia memilih duduk di gazebo yang berada di pekarangan depan rumah. Ada beberapa hal yang menunggu persetujuannya, dan berkas itu dikirim oleh Juan melalui surel.
Drrttt...drrttt...drrtt...drrtt...
Rangga mengambil ponselnya, ternyata panggilan video dari Riana, salah satu staf di tim Sekretariat Kantor Direktur Utama yang membantu tugas Juan, Sekretaris pribadi Rangga.
Sebastian sengaja membentuk tim khusus Sekretariat untuk melancarkan pekerjaan, ia tak ingin membunuh sekretarisnya dan Rangga perlahan-lahan dengan beban pekerjaan yang besar.
"Ya Riana, ada apa?" jawab Rangga sambil memandang layar ponsel.
"Tim audit menemukan kejanggalan di laporan keuangan anak perusahaan di kota Y pak. Kami meminta ijin untuk memberi perintah penyelidikan mendalam kepada tim audit." kata Riana tanpa basa basi.
"Lakukan sekarang juga, bila perlu kau ikut kesana." Rangga memberi perintah.
"Baik pak."
"Tunggu dulu, ada apa dengan sudut matamu?"
"Tidak ada apa-apa pak." sahut Riana cepat.
"Hai kak Ri." sapa Audrey yang tiba-tiba muncul di belakang Rangga.
"Halo nona Audrey. Apa kabar?" Riana berbasa-basi agar terlihat sopan.
"Aku baik. Kak Riana habis dipukul siapa? Kok sudut matanya lebam gitu?." Audrey langsung memajukan wajahnya ke layar saat melihat keanehan pada wajah Riana.
"Ti..tidak nona, mungkin efek cahaya saja. Pak Rangga, saya dan Pak Juan harus segera ke bagian keuangan. Permisi nona Audrey." Riana menundukkan kepala memberi hormat kemudian memutuskan sambungan.
"Kamu yakin itu lebam?" Rangga berbalik menatap adiknya.
"Yakin dong kak. Kan aku sering lihat." Audrey nyengir kuda. "Kalau dilihat dari warnanya, lebam itu berusaha ditutupi dengan makeup." jelasnya lagi.
"Akhir-akhir ini aku sering melihat keanehan pada wajah dan tangan Riana. Tapi setiap kali ditanya, jawabannya hanya karena kecelakaan kecil seperti tak sengaja menabrak atau menyenggol sesuatu." Rangga menjelaskan sambil membersihkan pasir di rambut Audrey. "Kenapa ada pasir di rambutmu?"
Audrey yang mendengar penjelasan kakaknya hanya manggut-manggut sambil menyedot jus jeruk yang dipegangnya, ia tak berniat menjawab pertanyaan sang kakak.
"Mau juga dong." Rangga berusaha merebut minuman itu.
"Eittt, beli sendiri." jawab Audrey sambil berlari masuk ke rumah.
Rangga menatap Audrey dengan perasaan jengkel. "Dasar pelit!!!" Entah Audrey mendengar teriakannya atau tidak. Rangga terdiam, ia menatap laptopnya, tapi pikirannya sulit untuk fokus. Ia memutuskan mengakhiri pekerjaannya.
Pikirannya melayang, berusaha mencerna kata-kata Audrey mengenai lebam di wajah Riana. Ia tak pernah membahas lebih lanjut hal ini dengan Riana. Selama ini jika Rangga bertanya dan mendengar nada enggan dalam jawaban Riana, maka ia memutuskan untuk tak mengikuti rasa penasarannya.
Sekitar dua tahun yang lalu Riana menikah dengan kekasihnya, dan selama itu semua baik-baik saja. Namun beberapa bulan belakangan, kinerja Riana sedikit menurun, bahkan muncul luka pada tangan atau kulit wajah yang warnanya jadi sedikit aneh.
Jangan-jangan warna aneh di wajahnya karena ia berusaha menutupi lebam dengan make up? Siapa yang memukulnya? Apakah suaminya yang melakukan itu? Tapi kenapa Riana dipukuli?
Begitu banyak pertanyaan berkecamuk di hatinya, sampai Rangga bingung sendiri. Untuk apa aku penasaran? Itu kan urusan rumah tangga orang. Rangga mengacak-acak rambutnya kesal.
"Ada apa Rangga? Kau bertengkar lagi dengan Audrey?" sapa Sebastian yang sedang berjalan mendekati gazebo.
"Ah, tidak pa. Ehmm, pa. Riana melaporkan ada kejanggalan di laporan keuangan kota Y. Aku sudah mengutusnya kesana bersama tim audit."
"Papa serahkan padamu. Papa yakin kau bisa mengatasinya." kata Sebastian sambil menepuk pundak Rangga.
"Kapan kakek dan nenek akan memberi pencerahan pada Audrey?"
"Entahlah, ada apa?" tanya Sebastian sambil duduk.
"Aku merasa mereka harus segera berbicara dengannya. Jangan sampai ada hal mendadak yang mengharuskan dia pulang bersama kita."
"Aku percaya kakek dan nenekmu tahu kapan waktu yang tepat untuk berbicara dengan Audrey."
Rangga diam, selama ini mereka sudah berusaha menasehati Audrey, tapi adiknya itu keras kepala. Harapan terakhir adalah kakek dan nenek, Rangga dan Sebastian berharap nasehat dari para sepuh dapat membuka pemahaman Audrey.
.
.
.
Sudah satu minggu Sebastian dan keluarganya tinggal bersama orang tua Tiara. Hubungan Audrey dan kakek neneknya pun semakin baik. Audrey tampak menikmati setiap curahan kasih sayang uang diberikan kedua orang tua mamanya itu.
"Kamu disini sayang?" sapa nenek saat melihat cucunya sedang melamun diantara bunga-bunga di halaman samping.
"Eh, nenek. Iya, setelah makan pagi aku bingung mau kemana." kata Audrey.
"Kakek ingin pergi ke suatu tempat bersamamu, pergilah ke depan, dia sudah menunggu. Nenek sudah menyiapkan bekal."
"Baiklah nek."
Audrey menuju ke teras depan, terlihat kakek dan kakaknya telah siap.
"Ayo naik, keburu angin kencang trus ombak besar." kata kakek.
Angin? Ombak? Kita mau kemana sih. Audrey memiringkan kepalanya
"Cepetan!! Lelet banget sih." kata Rangga tak sabaran.
Audrey hanya diam kemudian masuk ke dalam mobi.
"Papa nggak ikut?" entah pertanyaan itu ditujukan kepada siapa.
"Papa lagi ada meeting online." jawab Rangga.
Mobil bergerak menjauh meninggalkan rumah, dan berhenti di sebuah dermaga yang terletak di kompleks perkantoran. Mereka turun dan segera menaiki speed boat. Audrey diam, dia melihat ke arah boat, kemudian melihat bajunya.
"Ada apa?" tanya kakek.
"Lihat bajuku, apakah tidak apa-apa seperti ini?"
Kakek mengamati cucunya itu. Audrey memakai kaos oversize warna hijau muda dan celana jeans hitam di atas lutut, serta sepatu sneakers berwarna hijau tua.
"Tak ada yang salah dengan bajumu, kita tidak akan pergi ke acara formal." jawab kakek santai.
"Bukan itu, nanti kulitku terbakar, aku lupa membawa sun block."
Hahahahahahahah... Rangga yang mendengar itu langsung terbahak-bahak.
"Sekalipun kulitmu tak terbakar, tak akan ada yang mau pada Singa Gunung sepertimu." kata Rangga disela-sela tawanya.
Audrey cemberut, akhirnya ia memakai jaket pelampungnya sambil bersungut-sungut kemudian turun ke boat.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
suka sama ceritanya
2024-08-25
0
Nur Chasan
bagus ceritanya
2021-10-30
2