Audrey menatap cermin, ia mengingat bagaimana Aaron memeluk pinggangnya dan satu tangan memegang dagunya.
Sesi pemotretan setelah berganti busana yang kedua terasa lebih menyesakkan bagi Audrey. Karena ia lebih sering bertatapan dengan Aaron.
Terkadang terlintas di benaknya bahwa pengarah gaya sedang mempermainkannya. Tapi jika ingat tema perhiasan untuk pasangan, maka wajar jika pose mereka seperti itu.
Semakin diingat Audrey semakin merasa malu, ia memilih melanjutkan kegiatan membersihkan wajah dari sisa make up.
Sementara itu, Aaron tengah berbincang serius dengan Tika di dalam ruang kerja Tika.
"Arneta benar-benar tak dapat menahan diri lebih lama lagi." Tika mengepalkan tangannya. "Berapa banyak pemegang saham yang mengikuti arahannya?"
"Sekitar tiga sampai empat orang." Aaron memijit pelipisnya.
"Tapi tante tidak habis pikir apa hubungan perusahaan dengan pernikahan?" Tika menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Menurut mereka pernikahan adalah sistem yang lebih berat dibanding perusahaan, karena masalahnya lebih kompleks. Jika aku sudah menikah dan bisa mengatasi masalah dalam rumah tanggaku, maka aku dianggap bisa mengatasi masalah perusahaan."
"Bod*h, mereka menyebut diri berpendidikan tapi kenyataannya mereka sangat bod*h!" Tika marah. "Alasan aneh, dan yang lebih anehnya lagi, bagaimana Arneta bisa meyakinkan mereka dengan perkataan itu." wajah Tika memerah menahan amarahnya.
"Kau tidak boleh menikahi Juliana, apapun yang terjadi. Tante tidak akan menyetujuinya Aaron." imbuhnya.
"Kau cari gadis lain, pura-pura saja kalian sudah menikah. Urusan surat pernikahan biar aku tangani." Tika mencetuskan ide gila.
"Tante! yang benar saja. Pernikahan dibuat jadi mainan?" Aaron menatap tak percaya.
"Ada ide lain? Atau kau benar-benar akan menikahi gadis parasit itu?" mata Tika menyipit.
"Tentu saja tidak." Aaron mengusap wajahnya dengan gusar.
Tringgg...
Tika mengambil ponselnya untuk membaca pesan yang masuk.
Audrey:
Tante, Audrey langsung pulang ya. Maaf tidak pamitan secara langsung.
Tika tersenyum dan membalas pesan Audrey dengan emoticon jempol.
"Sepertinya Audrey malu untuk bertemu denganmu." Tika mengulum senyum.
"Dia sudah pulang?"
"Ya, baru saja dia pamitan."
Aaron terlihat murung mendengar berita itu, kemudian menatap cincin di jari manisnya.
"Cincinnya." ia melepas cincin itu, namun diurungkan karena Tika memberi kode dengan tangannya.
"Simpan saja dulu, pengantinmu juga belum melepasnya kan." raut wajah Tika seperti remaja yang sedang usil.
"Yahh, dan pengantinku pergi meninggalkanku tanpa berpamitan." Aaron tersenyum miris. "Boleh aku minta nomor ponselnya?"
"Oh tidak bisa." Tika menggoyang-goyangkan telunjuk di depan hidungnya. "Privasi karyawan harus tetap dijaga."
Aaron mencebik mendengar hal itu.
"Tapi tante akan menghubungimu jika ia datang. Secepat kilat kau harus segera tiba. Bagaimana?"
"Deal." Aaron menerima penawaran tantenya.
.
.
.
Yura membuka pintu apartemen saat mengetahui Audrey datang sambil menenteng belanjaan dalam bungkusan kertas berwarna cokelat.
"Belanja apa?" tanya Yura.
"Fillet salmon, aku yang masak."
"Syukurlah, aku sangat sibuk jadi belum sempat masak."
"Sibuk apa?" tanya Audrey sambil membereskan belanjaannya.
"Seorang kakek memintaku untuk memasang sistem keamanan di mansion majikannya. Dan harus berbeda dengan sistem keamanan yang sudah ada."
"Aneh, kenapa harus membuat pengamanan ganda?"
"Aku sendiri tak mengerti. Karena tawarannya menggiurkan, jadi aku terima." Yura mengangkat bahu.
"Sejak kapan kau kekurangan uang?" Audrey mengernyit menatap sahabatnya itu.
"Sejak aku berencana membeli drone senjata keluaran terbaru. Yang sudah pasti tidak disetujui mama." Yura cemberut.
"Kau seperti berencana ikut perang?"
"Tidak, hanya buat jaga-jaga saja. Menambah koleksi senjata di ruang penyimpanan." Yura nyengir.
"Hahaa, gadis lain mengoleksi tas, kau mengoleksi senjata."
"Oh ayolah....siapa yang mengajari, hmm?" Yura mengangkat kedua alisnya.
"Baiklah, baiklah. Akulah yang meracuni otakmu." Audrey mengalah dan mulai memasak. "Lanjutkan pekerjaanmu, aku akan memanggilmu setelah semua siap."
.
.
.
Perlahan Audrey membuka mata, suasana di sekelilingnya remang-remang. Kemudian ia duduk, mengusap wajah dan mencari ponselnya. Seketika ia membelalakkan matanya.
"Ra, Yura..."
"Iya, jangan teriak-teriak gitu." Yura muncul dari dapur dengan membawa segelas air putih dan memberikannya pada Audrey.
"Kok nggak bangunin sih? Sudah jam 8 malam gini." ujar Audrey setelah meneguk minumannya sampai tandas.
"Oh heloooowwwww....udah lebih sepuluh kali nona besar." Yura mencebik. "Lagian. Kamu itu tidur atau pingsan?"
"Hehe, iya deh maaf."
Drrttt...drrttt...drrrttt
"Halo kak." Audrey segera mengangkat telpon setelah mengetahui Rangga yang menghubunginya.
"Drey, dimana? Cepat datang ke RS Mitra sekarang. Riana kritis." ucap Rangga.
"Apa? Oh iya, Audrey datang." Audrey bergegas mengemasi tasnya. "Ra, ikut yuk. Kak Riana kritis nih."
"Ya ampun, dia kenapa?"
"Nggak tahu, kak Rangga nggak ngomong apa-apa."
"Ok, tunggu bentar ya." Yura melesat masuk ke dalam kamar.
Tak butuh waktu lama kedua gadis itu sudah ada di dalam mobil Audrey menuju Rumah sakit yang disebut Rangga.
"Kak, apa yang terjadi?" tanya Audrey setelah menghampiri kakaknya di depan pintu UGD.
"Riana mengalami penganiayaan, sekuriti perumahan yang sedang patroli menemukannya tergeletak di depan pintu rumah, bersimbah darah."
Audrey menutup mulutnya karena terkejut, sedang Luna langsung memegang dadanya.
"Trus, bagaimana kakak bisa tahu?" Audrey lanjut bertanya setelah bisa mengatasi keterkejutannya.
"Sekuriti itu tahu dimana Riana bekerja dan langsung menghubungi kantor. Riswan tidak ada di dalam rumah, mobil Riana pun hilang. Sedangkan sekuriti itu yakin, mereka yang membuka portal saat mobil Riana masuk, pulang kerja tadi sore."
Rangga mengacak-acak rambutnya sendiri dengan kesal.
"Kerahkan orang-orang di base aja kak." usul Audrey.
"Tidak bisa drey. Tersisa lima pengawal saja. Akhir-akhir ini banyak yang menggunakan jasa pengawalan dengan durasi agak lama dari biasanya. Lima orang itu harus dalam kondisi prima di base, untuk berjaga-jaga."
"Aku bisa bantu, beri nomor plat kendaraan kak Riana dan nomor ponsel suaminya." kata Yura.
"Nomor plat mobil saja yang ada Ra, ponsel suaminya ada di dalam rumah mereka. Sepertinya sengaja ditinggalkan." kata Rangga.
"Yang ada saja kak." Rangga mengangguk dan mengirim sebuah foto yang diambil dari belakang, foto Riana yang sedang berdiri di samping mobilnya. Sepertinya itu foto yang diambil diam-diam.
Yura menatap foto itu, kemudian menatap Rangga.
"Jangan tanya apa-apa." ucap Rangga ketus.
Mendengar itu Yura terkekeh, ia mengerti apa yang terjadi tanpa harus diucapkan Rangga.
"Kamu pulang pakai mobilku." Audrey menyerahkan kunci.
"Pergi dulu ya, doakan aku berhasil melacak kak Riswan."
Audrey mengangguk dan menatap punggung sahabatnya itu sampai Yura tak terlihat lagi.
"Keluarga pasien atas nama Nyonya Riana." seorang perawat memanggil, Rangga berlari mendekat.
"Anda suaminya?"
"Bukan, saya Rangga sahabatnya."
"Ada keluarga dekat yang lain?"
"Tidak ada, hanya kami berdua." Kata Rangga sambil menunjuk Audrey dan dirinya.
"Baiklah, dokter akan melakukan operasi. Ada pendarahan di dalam perutnya, Tuan Rangga silahkan ikut kami untuk mengurus administrasinya."
"Kamu nggak apa-apa kakak tinggal?" Rangga menatap Audrey.
Audrey hanya mengangguk sambil mengusap air matanya. Kalimat perawat tadi membuatnya menangis.
Saat melihat perawat keluar mendorong brankar, ia segera mendekat. Ia masih bisa mengenali wajah Riana walau pun wajah wanita itu bengkak di beberapa bagian.
Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan untuk meredam isakannya, dan memaksa kakinya untuk melangkah mengikuti rombongan itu menuju ruang operasi.
Kak Riswan brengsek!!! Pasti dia pelakunya. Audrey mengumpat dalam hati.
Rangga mendekati Audrey yang sibuk mengusap air matanya. Walaupun Rangga dan Riana sudah tak bersama lagi, Audrey masih tetap menyayangi bahkan menjaga hubungannya dan Riana.
"Kak, kenapa mereka lama sekali?" Audrey meletakkan kepala di bahu Rangga yang duduk di sampingnya.
"Kan baru beberapa menit yang lalu mereka masuk drey. Kamu gimana sih."
"Perasaan sudah lama sekali."
"Perasaan kamu saja." Rangga mengusap-usap bahu adiknya itu.
"Drey, sebenarnya besok kakak harus menyusul papa. Tapi Ri..."
"Audrey yang akan jaga, kakak tenang saja." Audrey memotong ucapan kakaknya.
"Terima kasih, mungkin kakak hanya semalam disana. Kakak usahakan pulang secepatnya."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
kasihan riana...
2024-08-25
0