Speed yang mereka tumpangi melaju menuju laut lepas, dua puluh lima menit kemudian boat berbelok ke kanan. Dari kejauhan tampak gugusan pulau pulau kecil. Audrey terpesona melihat pemandangan yang memanjakan matanya. Hembusan angin yang kencang tak membuatnya takut, walapun ini adalah pengalaman pertamanya, namun ia tampak sangat menikmati perjalanan itu.
Sebelum mereka bergerak tadi kakeknya memberikan kacamata hitam untuk Audrey, ia tahu cucunya tak membawa persiapan apa-apa.
Lima belas menit setelah berbelok, pulau-pulau itu semakin jelas. Ukurannya pun berbeda-beda. Speed boat mengarah ke kanan, menuju pulau yang tampak memiliki bukit di tengahnya. Di sebelah kanan pulau itu tampak keramba-keramba berjajar rapi. Disisi lain tampak bola-bola besar mengapung di permukaan air dalam satu garis.
Audrey baru sadar, di perairan antar pulau-pulau itu terdapat banyak sekali keramba dan pelampung berbentuk bola. Sepertinya perairan ini adalah lokasi industri perikanan.
Driver sigap menurunkan kecepatan mesin, mengamati arus air laut, dengan perlahan boat merapat ke dermaga.
Saat mereka sudah naik ke dermaga, beberapa orang berdiri menyambut rombongan yang baru datang itu.
"Tempat apa ini kak?" tanya Audrey pada Rangga.
"Ini adalah perusahaan penghasil mutiara milik kakek."
"Kak Rangga sudah sering kesini?"
"Ya, beberapa kali. Kenapa?"
"Huhh,,banyak hal yang kalian sembunyikan dariku." Audrey mencebik.
"Bukan begitu, kami hanya menunggu waktu yang tepat saja." sahut Rangga.
"Umurku sudah 21 tahun, harusnya dari tahun lalu kalian sudah bisa membawaku kemari. Aku kan sudah dewasa kak."
Rangga menghentikan langkahnya dan menatap mata adiknya itu.
"Dewasa tidak bisa dinilai melalui usia. Ayo, jangan biarkan kakek menunggu." Rangga menarik tangan Audrey agar bergegas menyusul kakek yang telah masuk ke dalam sebuah bangunan.
Tempat yang mereka masuki terlihat seperti kantor. Mereka terus melangkah lebih jauh ke dalam, hingga tiba di sebuah pintu dengan tulisan Direktur di bagian atasnya.
Di dalam ruangan hanya ada mereka berempat yaitu Kakek, Rangga, Audrey, serta seorang pria kira-kira seumuran dengan Sebastian yang diketahui bernama Charly.
"Audrey, kenalkan beliau adalah pak Charly, orang kepercayaan kakek yang mengelola perusahaan ini." Kakek membuka percakapan.
"Charly,"
"Audrey" balasnya sambil menyambut uluran tangan pak Charly.
"Apa kabar pak Charly?" sapa Rangga sambil berjabat tangan.
"Kabar baik Rangga." jawab pak Charly sambil tersenyum.
"Silahkan semua duduk." Kakek Satya mempersilahkan. "Audrey, ini adalah perusahaan yang khusus membudidayakan tiram mutiara. Mulai dari pembenihan hingga panen mutiara, semua dilakukan di tempat ini. Bola pelampung yang kau lihat tadi adalah tempat pemeliharaan tiram dengan metode long line."
Audrey mengangguk. "Kenapa kakek menjelaskan ini padaku?"
"Karena PT. Danur Mutiara ini adalah milikmu." jawab kakek seperti tanpa beban.
"Saya siap membantu nona." kata pak Charly.
"Mulut itu tolong dikondisikan, jangan sampai ada lalat masuk." Rangga mengejek Audrey yang sedang kebingungan dengan mulut terbuka. Mendengar itu Audrey menutup mulut sambil melontarkan tatapan tajam pada Rangga.
Mereka terlibat perbincangan seru, Audrey lebih banyak bertanya dan Pak Charly menjawab dengan antusias. Sedangkan kakek dan Rangga sesekali ikut menimpali.
Sebelum mulai berkeliling perusahaan, mereka menyantap makan siang yang dibawa oleh nenek. Tak lupa menu tambahan berupa olahan makanan laut segar yang dimasak ibu-ibu yang bekerja disitu. Mereka sangat antusias menyambut kedatangan nona pemilik perusahaan yang baru.
"Kakek, kita berkeliling naik apa?" tanya Audrey saat mereka keluar kantor untuk mulai melihat-lihat kompleks perusahaan.
"Tentu saja berjalan kaki, sekalian berolahraga. Lihatlah kakek, diusia tujuh puluh empat tahun kakek masih bugar tanpa tongkat dan jarang sakit." ucap Kakek bangga.
"Audrey kan manja kek." celetuk Rangga.
"Aku tidak manja, hanya saja...hehe...aku kekenyangan." Audrey tampak malu-malu. "Habis, makanannya enak-enak sih. Terima kasih ya ibu-ibu." Audrey tulus mengucapkannya kepada beberapa ibu yang berdiri di dekat mereka. Ibu-ibu itu tampak senang dan tersenyum kepada Audrey.
Kunjungan pertama dimulai dari laboratorium sekaligus hatchery untuk pemijahan kerang, dan dilanjutkan ke fasilitas lainnya.
.
.
.
Kunjungan ke pulau ternyata memberi banyak pengalaman baru bagi Audrey. Malam hari setelah tiba di rumah, ia terus saja menempal pada Sebastian agar papanya mendengar semua ceritanya. Hingga pada keesokan harinya, ada saja hal yang diceritakan.
"Apa kau tidak lelah berkotek terus?" Rangga menyindir Audrey yang sedang berbicara pada Sebastian setelah makan pagi.
"Aku bukan ayam."
"Ya, tapi dari kemarin malam aku lelah mendengar ocehanmu. Mau sampai kapan kau cuap-cuap?" Rangga memperlihatkan wajah masam.
"Ah sudahlah, aku mau menemui kakek." Audrey mengucapkan itu sambil berdiri.
Audrey menemui kakek yang sedang duduk di gazebo sambil mengamati mutiara yang dibawanya dari pulau saat kunjungan kemarin. Melihat cucunya datang, kakek menghentikan aktifitas dan tersenyum pada Audrey.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya kakek.
"Aku bahagia tinggal disini, aku bahagia bertemu kakek dan nenek." kata Audrey tulus.
"Syukurlah jika kau merasa begitu." Kakek menarik nafas lega. "Kau lihat mutiara ini Audrey?"
Audrey menjawab dengan anggukan.
"Begitu indah bukan? Ini adalah mutiara alami. Seorang pekerja tak sengaja menemukan tiram di dasar saat sedang menyelam untuk melakukan pemeliharaan. Saat dibuka ternyata ada mutiara di dalam tiram itu."
"Siapa yang sangka, mutiara terbentuk dari rasa sakit." Kakek tersenyum miris, Audrey mengernyitkan dahinya.
"Maksudnya bagaimana kek? Siapa yang sakit?"
"Kerang itu sayang, kerang mutiara itu yang kesakitan." Kakek menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.
"Mutiara terbentuk dari partikel pasir yang tidak sengaja masuk ke dalam kerang. Dalam beberapa kasus, pasir yang masuk juga melukai bagian dalam kerang. Tentu saja hal ini menimbulkan rasa sakit."
"Mantel tiram menanggapi rasa sakit ini dengan melapisi zat asing itu menggunakan nacre. Melapisi sedikit demi sedikit. Setelah terbentuk lapisan, rasa sakit pun dapat berkurang."
"Jadi, maksud kakek, kerang itu mencoba menyembuhkan rasa sakitnya sendiri menggunakan nacre?" Audrey menanggapi.
"Ya, kurang lebih seperti itu."
Audrey diam, ia masih bingung kemana arah pembicaraan ini.
"Pasir terbesar yang masuk dalam kehidupan kakek dan nenek adalah kepergian mamamu untuk selamanya." Kakek tertunduk, menatap mutiara di telapak tangannya dengan sendu.
.
.
.
Aaron menatap berkas di tangannya, kelihatannya ia sedang membaca, tapi Gustaf tahu kalau pikiran bosnya sedang berada di gadis misterius itu.
"Dimana kamu?" gumam Aaron.
"Saya disini tuan." jawab Gustaf.
"Bukan kamu!!!" Aaron kesal.
"Saya tahu tuan, tapi ini sudah waktunya makan siang." Gustaf mengingatkan.
"Kenapa memangnya? Kamu ada kencan?"
"Bukan begitu tuan, saya mau bertemu dengan Paman dan Bibi saya. Hanya sebentar saja tuan." Gustaf menjelaskan dengan hati-hati.
"Oh, maaf. Baiklah, kita pesankan aku makanan kemudian kau boleh pergi."
"Berkas itu bagaimana tuan?" tanya Gustaf tentang dokumen yang sedang dipegang Aaron.
"Setelah istirahat baru kita bahas."
"Bukankah tuan ada janji makan siang dengan nona Ju..." Gustaf tak melanjutkan kata-katanya karena saat itu Aaron sedang berusaha membunuhnya dengan tatapan matanya. "Maaf tuan, saya hanya meneruskan pesan nyonya."
Hhhhhhh...Aaron mendesah kasar kemudian mengusap wajahnya.
"Biarkan saja dia, terserah kau mau memberi alasan apa. Berimajinasilah, jadilah kreatif, buatlah sebuah karya." perintah Aaron asal-asalan.
Gustaf semakin bingung, apa yang harus disampaikan. Dan ia memilih akan memikirkannya sambil pergi memesan makanan.
Kurasa umurku tidak akan lama, Gustaf menggumam.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
Audrey kah yg dicari aaron ?
2024-08-25
0