Dua minggu kemudian...
"Apa kegiatanmu hari ini Audrey?" tanya Sebastian saat mereka sedang sarapan bertiga.
"Aku akan pergi ke toko bunga baru milik kak Mita pa. Dari sana aku akan pergi ke Base."
"Jangan kau lukai lagi anak buahku. Atau aku tak akan memenuhi permintaanmu lagi." ancam Rangga.
"Ih, siapa suruh kakak merekrut orang-orang lemah." Audrey menipiskan bibir tak suka.
"Kau!!!siapa suruh kau terlalu kuat. Harusnya sebagai seorang gadis kau ini lemah lembut, anggun. Pergilah ke salon, bukan latihan menembak. Kalau seperti ini tak akan ada pemuda yang menikahimu." hardik Rangga
"Hei!! aku tak hanya bisa menembak. Aku juga pandai memasak, aku bisa bersikap anggun. Wajahku juga cantik, pasti akan ada yang menyukaiku." balas Audrey sengit.
"Ya ya ya, mereka tertarik pada wajahmu. Tapi setelah tahu tingkahmu yang sebenarnya, mereka akan kabur. Mereka kira mendapat kucing persia, padahal dapat singa gunung." ejek Rangga.
"Kak Rangga!!!!!" hidung Audrey kembang kempis menunjukkan emosinya yang mulai menggelegak, Rangga yang melihatnya sudah tak mampu menahan tawa."Hmmmpppp.....Papaaa." akhirnya Audrey hanya bisa mengadu ke Sebastian.
Hahahahahahaaa....terdengar gelak tawa Rangga dari ruang makan
"Hentikan Rangga, sudah cukup kau menggodanya hari ini. Baru bertemu sehari, sudah bertengkar." papa menggeleng-gelengkan kepala. Pelayan-pelayan yang melayani mereka hanya bisa menunduk dan tersenyum diam-diam.
.
.
.
Audrey merangkai bunga yang ia bawa dari toko bunga kak Mita dan meletakkannya di meja ruang pribadinya di base. Sekuat apapun dirinya, ia tetaplah seorang gadis yang juga menyukai keindahan.
Hatinya sedang senang hari ini, jadi dia pergi ke lapangan menembak untuk berlatih menjadi penembak jitu. Seringnya latihan ini akan sia-sia, karena ia tak pernah bisa sabar. Tapi Audrey tak mau menyerah, pelatihnya pun tak mungkin menolak.
Lebih baik ia mengajari anak majikannya itu di lapangan tembak dari pada harus melihat ada calon pengawal yang cedera dihajar habis-habisan saat latihan karate bersama Audrey.
Sebenarnya gadis ini makan apa? Wajahnya cantik, tubuhnya mungil, tapi pukulannya, membuat lawan merasakan sensasi ditabrak badak. Apakah ia mengoperasi semua tulangnya dan diganti dengan besi seperti Wolverine? Ah sudahlah, yang penting aku mendapat gaji dan bukan aku yang dipukuli. Begitulah kira-kira isi otak si pelatih menembak.
.
.
.
Di sebuah jalan yang sepi, jauh dari rumah penduduk ataupun bangunan lain. Sebuah mobil Mercedes Benz E Class hitam terparkir di kiri jalan. Tak jauh dari sana minibus Avanza berwarna merah terparkir melintang seperti menghadang mobil mewah itu.
Tampak dua orang pria dengan tangan kosong terlibat baku hantam dengan lima orang pria yang menyerang memakai tongkat bisbol. Perkelahian yang tidak imbang hingga satu diantara dua orang itu tergeletak disertai teriakan kesakitan.
Rekannya yang mendengar teriakan segera menoleh dan ingin membantu, saat itulah ia mendapat pukulan di bagian punggung. Membuatnya tersungkur disisi rekannya yang telah tumbang terlebih dahulu.
Para penyerang segera mendekat dan mengayunkan tongkat untuk memberikan luka yang lebih parah pada korbannya.
Dorr...
Satu tembakan menembus paha salah seorang diantara mereka. Mereka terkejut dan serentak menoleh ke sumber letusan. Belum sempat otak mereka menelaah apa yang terjadi,
Dorrr...
Satu tembakan lagi melesat melukai bahu rekan mereka yang lain. Dengan segera mereka menolong dua orang yang tertembak dan menuju mobil, melarikan diri dari penembak yang tak terlihat.
Dalam keadaan setengah sadar, salah seorang korban pengeroyokan yang terkapar itu melihat sesosok tubuh menggunakan celana dan jaket kulit serba hitam, dilengkapi helm full face berwarna hitam yang menutup seluruh kepala.
Sesosok tubuh itu semakin mendekat, dan berjongkok disamping, dan sejenak memeriksa kondisinya.
"Bertahanlah, bantuan akan segera datang." kata sang penolong.
Suara wanita, penolong itu adalah seorang wanita. Gumam pria itu dalam hati. Samar-samar ia melihat pistol berwarna hitam, sepertinya Glock Meyer 22 dan terdapat ukiran pada pegangannya.
Wanita itu berdiri dan akan melangkah pergi. Dengan sisa kekuatan terakhir pria itu menangkap jari wanita yang telah menolongnya. Karena terkejut wanita itu refleks menarik tangannya, menoleh sebentar dan pergi meninggalkan mereka.
.
.
.
Perlahan-lahan seorang pemuda membuka mata, cahaya lampu terasa sangat menyakitkan memaksa matanya untuk kembali tertutup. Setelah terbiasa ia memulai membuka mata untuk memindai keadaan di sekelilingnya.
Ruangan serba putih, bau-bau yang aneh, dan rasa sakit luar biasa pada kepalanya. Refleks ia mengangkat tangan untuk menyentuh bagian yang terasa sakit.
Tiba-tiba seorang wanita menggunakan seragam putih mendekatinya dan menahan tangannya.
"Pelan-pelan tuan, jangan bergerak dengan mendadak seperti ini." tegur wanita berseragam perawat.
"Dimana ini?" tanyanya.
"Anda berada di Rumah Sakit Internasional Mitra tuan. Tolong jangan banyak bergerak, istirahatlah terlebih dahulu." pinta perawat itu.
Pemuda itu hanya terdiam, dengan pelan menggerakkan kepala untuk melihat ke arah kanannya. Tampak pemuda lain yang ia kenal masih menutup mata, sepertinya masih tidur.
"Kali ini aku sangat beruntung," ujar pemuda tersebut pelan.
"Ya tuan, anda sangat beruntung. Seorang petugas militer membawa tuan dan teman tuan tepat pada waktunya." ternyata perawat tadi mendengar ucapannya.
Hening, perawat tadi memeriksa cairan infus pasien di sebelah kanan kemudian pergi tanpa mengucapkan apapun.
Pemuda itu menatap langit-langit Rumah sakit dengan ribuan pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Tak lama terdengar suara langkah kaki, seorang pria memakai celana jeans, kaos oblong dan jaket kulit mendekati ranjangnya.
"Hai bro, sudah sadar." sapa pria itu.
"Damian, kau disini?" tanya sang pemuda mengenali siapa yang bertanya.
"Tentu saja, aku yang membawamu ketempat ini. Seorang anak kecil melihat kau dan Gustaf tergeletak di pinggir jalan dan pergi ke pos penjagaan untuk meminta pertolongan." jelasnya.
Pemuda itu mengernyitkan dahi. "Anak kecil?" ia tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Yappp, benar. Anak kecil, dia bilang melihat dua orang pria tergeletak tak sadarkan diri di tepi jalan." Damian menegaskan. "Apa yang kau lakukan di dekat batalyon?"
"Batalyon? Aku bahkan tidak tahu kalau jalanan itu mengarah ke markas kesatuanmu. Yang aku tahu Gustaf mencari jalan untuk lepas dari pengejaran. Walaupun akhirnya gagal."
"Ya ampun Aaron, sebenarnya apa yang ada di otakmu? Mengapa pergi tanpa pengawalan?"
"Entahlah, aku bukan Tuhan yang dapat melihat masa depan." pemuda bernama Aaron itu mengangkat bahu.
"Hahhhhh, sudahlah. Silahkan beristirahat, besok aku akan menjengukmu. Dan kau, kau berhutang padaku karena sudah merusak jadwal kencan dengan calon istriku." ujar Damian sambil menunjuk dada Aaron.
"Heiii, apakah Mayor Damian sudah laku sekarang?" Aaron mencibir.
"Ya iyalah, masa ya iya dong. Aku bukan CEO aneh sepertimu yang hanya dianggap dompet berjalan dan partner bercumbu." sindir Damian.
Aaron tersenyum miris mendengar ucapan teman lamanya yang melangkah pergi dengan santainya. Tiba-tiba Damian berhenti dan menoleh padanya.
"Ahh, aku lupa. Tak lama lagi kalian berdua akan dipindahkan ke ruang rawat VVIP. Semua barang pribadimu dan Gustaf sudah kuberikan pada perawat tadi."
"Ya, thanks bro." Aaron tersenyum.
Ia mendesah pelan dan menutup matanya, berusaha mengingat kembali peristiwa yang menimpanya. Bukankah penolongnya adalah wanita dewasa, mengapa Damian mengatakan anak kecil yang mencari pertolongan.
Aaron memutuskan untuk beristirahat, semakin dipikirkan kepalanya semakin sakit. Namun entah mengapa ia tak dapat tidur. Ia meminta perawat untuk memberikan gawainya saat ia dan Gustaf didorong menuju ruang rawat inap.
Ia mengirim pesan kepada seseorang untuk menceritakan kondisinya.
Aku akan mengirim beberapa orang kesana tuan. Dan untuk urusan kantor tuan muda jangan cemas, kami akan mengurusnya, serta menyelidiki penyerangan ini.
Setelah membaca balasan pesan itu Aaron menarik nafas lega, ia bisa beristirahat dengan tenang saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments