Gadis-gadis itu tengah berkumpul di sebuah kafe pinggir pantai. Dua hari yang lalu Audrey pulang dari rumah kakeknya. Jadi hari ia menepati janji untuk mentraktir sahabat-sahabatnya.
Menikmati cemilan dan minuman ringan, mereka mengobrol dengan riang. Mengacuhkan tatapan-tatapan lapar para pemuda di sekitar mereka.
"Hai, boleh bergabung?" akhirnya ada yang nekat.
Audrey dan teman-temannya hanya saling memandang.
"Maaf, sudah pas empat orang." tolak Isabela.
"Aku ingin berkenalan dengan si kaos orange." pria itu menunjuk dengan dagunya.
"Hai orange, ada yang mau berkenalan tuh." sahut Nabila asal. Audrey yang mengenakan kaos orange hanya menatap.
"Hai putih, aku orange." Audrey menyebut berdasarkan warna baju yang dikenakan pemuda itu.
Menyadari keengganan gadis di depannya, ia hanya tersenyum manis.
"Jangan jual mahal begitu dong Orange. Kan hanya berkenalan, hmm." pemuda itu menatap dengan tatapan menggoda.
"Bukankah kita sudah berkenalan?"
"Baiklah orange, aku harap kita akan segera bertemu lagi." pemuda itu mengerling dan beranjak pergi.
"Eh pink, tambah kentang goreng donk." kata Nabila pada Yura.
"Kok jadi nyebut warna baju sih." Yura merengut.
"Kedengarannya seru sih." Nabila tergelak.
Akhirnya mereka melanjutkan obrolan dengan memanggil warna baju yang dikenakan.
Keseruan mereka harus segera berakhir karena telpon mendadak dari orang tua Isabela. Nabila mengantar Isabela dan Yura terlebih dahulu, Audrey jadi yang terakhir karena rumah mereka searah.
Saat keluar dari kompleks apartemen Yura, tiba-tiba mobil yang mereka kendarai mulai berjalan tersendat-sendat. Nabila segera menepikan mobil di depan area pertokoan dan keluar untuk memeriksa, Audrey pun ikut turun dan berdiri di trotoar.
"Kita berdua nggak ngerti soal mobil, mending kita telpon montir langganan saja." kata Nabila dan disetujui Audrey dengan anggukan.
Baru saja mengeluarkan ponselnya, Nabila dikejutkan dengan dering ponselnya sendiri, setelah melihat layar ia segera menjauh dari Audrey untuk mengangkat telepon.
Audrey memilih melangkah maju meninggalkan mobil untuk melihat-lihat toko di sekitar tempat itu. Saat sudah agak jauh dari posisi semula.
"Hai." suara berat seorang pria, Audrey menoleh dan mendapati seorang pemuda menggunakan jas sedang menatapnya.
Audrey mengerjap,"Hai." balasnya setelah menemukan suaranya yang sepertinya sempat hilang beberapa detik.
"Aku selalu lupa ingin berkenalan denganmu saat bertemu." Pria itu tanpa malu-malu mengutarakan keinginannya.
"Sepertinya kau harus mengatasi masalah pelupamu itu tuan." ada nada geli di kalimat itu.
"Yahh, kurasa juga begitu. Aku akan mengukir namamu di batu itu agar tidak lupa." sahutnya sambil menggerakkan dagu menunjuk ke belakang Audrey.
Pria itu tetap menatap Audrey dengan intens sementara Audrey menoleh ke belakang melihat yang ditunjuk pria itu.
Matanya membola sempurna, kemudian ia berbalik dengan wajah bingung, kedua alisnya menyatu.
"Anda ingin mengukir namaku di-di batu ni-san?" agak sedikit terbata saat Audrey mengucapkannya, karena terkejut dengan benda yang dimaksud pria tadi.
"Apa?"pria itu mengedarkan pandangan melalui pundak Audrey. "Astaga, bukan itu maksudku." sambungnya sambil menepuk dahinya.
Karena terlalu fokus pada Audrey, ia tak melihat dengan jelas benda yang di jual oleh toko di belakang mereka.
"Maaf, maksudku..bukan...aku..." Aaron kehilangan kata-kata, kalimatnya jadi berantakan.
"Tuan Aaron, mobil pengganti sudah tiba. Mari tuan, kita bisa terlambat." pria lainnya muncul menginterupsi obrolan aneh itu.
Aaron menoleh dan menatap Gustaf dengan tajam. Gustaf terkejut, tapi mereka memang tidak punya banyak waktu lagi. Aaron menoleh lagi menghadap Audrey.
Jadi namanya Aaron, batin Audrey.
Hampir diwaktu yang sama...
"Aku..." kata-kata Aaron terhenti saat ingin melanjutkan pembicaraan.
"Audrey, nunggu di kafe sebelah sana yuk." Nabila memanggil dan mengajak duduk di kafe dekat mobil mereka berhenti.
Audrey menoleh melihat Nabila dan mengangguk, kemudian menatap pria di depannya dan membungkuk memberi hormat kemudian berbalik menuju Nabila.
Jadi namanya Audrey, nama yang cantik, seperti orangnya. Gumam Aaron sambil tersenyum.
Merasa sedang diperhatikan, Audrey menoleh ke belakang dan tersenyum manis pada Aaron.
Melihat senyuman itu Aaron merasa seluruh kegiatan di sekitarnya berhenti, dan hanya degub jantungnya saja yang terdengar.
"Tuan." Gustaf menyadarkannya. Ia hanya menatap Gustaf kemudian menyebrangi jalan menghampiri mobil yang sudah menunggu.
Flasback on
Aaron dan Gustaf sedang dalam perjalanan menuju sebuah Restoran untuk menghadiri jamuan makan malam bersama klien.
Tiba-tiba mobil yang ditumpanginya bermasalah dan berhenti di tepi jalan, Aaron duduk di dalam mobil memainkan ponselnya.
Karena terlalu lama ia pun merasa bosan, mengantongi ponsel dan memandang keluar jendela. Saat itulah ia melihat Audrey sedang berjalan-jalan di depan pertokoan di sebrang jalan.
Ia segera berlari menyebrangi jalan satu arah itu, berhenti sejenak menenangkan gemuruh di dadanya dengan memegang batang pohon yang ditanam di pembatas jalan. Kemudian menyebrangi jalanan satu arah itu untuk menghampiri Audrey.
Gustaf yang melihat kejadian itu geleng-geleng kepala. Padahal kan ada jembatan penyebrangan orang, kenapa malah membahayakan diri sendiri.
Flashback off
Sepanjang perjalanan Aaron tak berhenti tersenyum. Hal ini membuat Gustaf jadi penasaran, namun ia mengurungkan niatnya untuk bertanya.
"Aku beruntung bertemu dengannya lagi Gustaf." tak disangka Aaron sendiri yang berinisiatif untuk cerita.
"Namun aku sempat berkata ingin mengukir namanya di batu agar tidak lupa, tak kusangka batu yang kutunjuk adalah batu nisan." Aaron jadi geli sendiri mengingat itu.
"Audrey, kau selalu membuatku gugup hingga bertingkah konyol." Aaron mendesah.
"Audrey?"
"Ya, aku dengar temannya menyebut nama itu saat memanggilnya." Aaron menjelaskan sambil tersenyum. "Aku ingin bertemu gadis lagi." Aaron menatap keluar jendela.
"Anda yakin nona Audrey juga ingin bertemu lagi?" Gustaf memicingkan matanya.
"Apa maksud perkataanmu Gustaf?" Aaron menegang.
"Tuan, tiga kali pertemuan kalian selalu diwarnai hal aneh. Pertama anda bilang bunga orang mati cocok untuknya. Kedua anda melempar kepalanya dengan potongan batu karang, yahh walaupun itu tidak sengaja. Ketiga anda ingin mengukir namanya di batu nisan." Gustaf meremang. "Anda tidak sedang mengutuknya agar segera mati kan tuan?"
"Tentu saja tidak." sanggah Aaron dengan cepat. "Aku juga tak mengerti, mengapa otakku seperti berhenti bekerja, aku sangat gugup dan jantungku berpacu semakin kencang."
Wahh, curhat nih, batin Gustaf.
"Aku pun tak ingin bertingkah aneh dihadapannya." Aaron tertunduk.
"Anda sedang jatuh cinta." Gustaf memberikan pernyataan. Aaron mendongak, netranya melebar.
"Ah, mungkin aku hanya terpesona dengan kecantikannya." kilahnya.
"Sampai tiga kali seperti itu?" Gustaf menggeleng. "Jika hanya sekali terjadi, wajar anda mengambil kesimpulan anda terpesona, tapi yang terjadi tak seperti itu kan tuan."
"Dan maafkan pendapatku tuan. Banyak gadis yang lebih cantik dari nona Audrey sudah anda rayu, dan anda tidak gugup saat melakukannya tuan." Gustaf melanjutkan.
Aaron hanya diam mendengar semua itu, dalam hati ia membenarkan ucapan Gustaf.
.
.
.
Audrey dan Nabila masih setia menunggu montir menyelesaikan pekerjaannya.
"Kau dan pria bernama Aaron itu sangat aneh. Ada saja hal konyol yang terjadi." kata Nabila setelah mendengar cerita lengkap dari Audrey.
"Aku tidak aneh, Aaron itu yang aneh." Audrey protes.
"Ya ya ya, terserah dirimu. Asalkan kau bahagia." Nabila mengibaskan tangannya kemudian ia beranjak masuk ke kafe memesan sesuatu.
Audrey beranjak dari tempat duduknya mendekati montir.
"Masih lama pak?"
"Sedikit lagi kok non." jawab montir itu tanpa menoleh.
Dari arah depan terdengar teriakan dan terlihat beberapa orang mengejar seorang pria.
"Copet..copet.."
Saat pria yang dituduh copet melintas, Audrey sengaja memajukan kaki kanannya. Pria itu jatuh terguling terkena jegalan kaki Audrey.
Para pengejar yang marah segera mengepung dan menghakimi pria itu. Beruntung mobil patroli polisi melintas, pria itu langsung diamankan.
Seseorang mendekati Audrey yang sedang mengawasi montir, pura-pura tak melihat peristiwa tadi.
"Hai orange, terima kasih ya."
Audrey menoleh, ternyata yang ia tolong adalah pria yang mengajaknya berkenalan tadi.
"Aku tak melakukan apapun."
"Jangan begitu, ada orang yang melihat kakimu terjulur ke depan."
"Terserah kau saja." Audrey ingin pergi menyusul Nabila.
"Namaku Toni." pria itu mengulurkan tangan sambil menghalangi langkah Audrey.
hhhh..Audrey mendesah. Dengan berat hati ia menyambut uluran tangan Toni.
"Audrey." singkat dan jelas.
"Nama yang cantik, secantiknya orangnya." jurus rayuan maut mulai diluncurkan.
Audrey hanya menatapnya tajam, ia memilih bungkam dan meninggalkan Toni.
Sementara Toni menatapnya sambil tersenyum dan kemudian pergi menyusul polisi untuk menyelesaikan masalahnya.
Aku yakin ini bukan pertemuan terakhir kita Audrey, Toni menyeringai saat mulai menjauh dari kafe.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Hulatus Sundusiyah
toni..toni...
audrey lg mikirin aaron tu...
2024-08-25
0