Sore itu di dalam sebuah apartemen. Arneta berdiri di balkon sambil menikmati sebatang rokok.
"Apa yang kau pikirkan sayang?" seorang pemuda tampan memeluk Arneta dari belakang dan mencium leher Arneta.
"Tidak ada. Eumm...Billy, hentikan. Kita sudah melakukannya dari tadi siang." Arneta berusaha mengendalikan gejolak hasratnya.
"Aku tak bosan." Pemuda bernama Billy itu tak menghentikan aksinya, ia mengambil rokok di tangan Arneta dan meletakkan di atas meja.
Kemudian tangannya mulai beraksi, masuk ke balik kaosnya yang dikenakan Arneta. Wanita itu tak memakai pakaian d*l** lagi seusai melakukan aktifitas panas mereka tadi.
Billy menarik tubuh Arneta dengan lembut agar menjauh dari pagar balkon, kemudian ia membopong tubuh wanita itu dan melemparnya ke atas ranjang.
Arneta menahan nafas, diusianya yang tak lagi muda, ia merasa sangat kewalahan melayani Billy yang usianya setengah dari usia Arneta.
Tapi cumbuan Billy membuatnya melayang, lupa kalau tubuhnya sudah sangat lelah. Setelah pelepasan Arneta langsung terlelap.
Drttt....Drttt...Drttt...Drttt...
Billy yang baru selesai mandi mengernyitkan dahi melihat nama yang tertera disana. Ia lantas melihat Arneta yang sedang terlelap. Akhirnya ia memilih masuk ke walk in closet untuk menerima telpon disana.
"Ya sayang, ada apa?"
"Aku rindu padamu, aku ada di depan pintu." suara wanita diujung sambungan.
"Baiklah, aku akan segera keluar."
Billy tak merasa takut saat ada kekasihnya yang lain datang berkunjung, ini bukan pertama kalinya terjadi.
Aku akan benar-benar puas malam ini, pikirnya.
"Hai, lama sekali buka pintunya." seorang gadis muda yang cantik tampak mengerucutkan bibir setelah Billy membuka pintu.
Billy menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan me**m*t bibirnya dengan lembut.
"Maaf, aku baru selesai mandi." ucapnya setelah melepas p**ut*nnya.
Mereka melangkah masuk setelah Billy mengunci pintu.
"Mau makan sesuatu? Aku akan masak." tawar si gadis.
Billy nampak berpikir. "Ya, aku mau makan." katanya sambil tersenyum menggoda.
Kemudian ia menggendong gadis itu dengan gaya bridal style dan membawanya ke kamar tamu.
"Kenapa kamar tamu?"
"Ibuku sedang tidur di kamarku." Billy beralasan, dan gadis itu dengan mudahnya percaya.
Billy menyalurkan hasrat liarnya dengan gadis itu, hal yang tak bisa dilakukannya dengan Arneta karena faktor usia.
.
.
.
Arneta perlahan membuka mata, ia menggapai ponsel di nakas untuk melihat jam. Astaga, sudah hampir jam 9 malam. Mengapa Billy tak membangunkanku?
Ia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, kemudian keluar kamar setelah mengenakan pakaiannya dengan benar.
Nampak Billy sedang berada di dapur mencuci peralatan masak. Gadis yang tadi bersamanya sempat memasak usai pergulatan panas mereka, kemudian segera pulang.
"Hai sayang, sudah bangun?" sapa Billy saat berbalik.
"Kau tak membangunkanku."
"Aku tak tega sayang, kau tampak sangat lelah." mata Billy memandang dengn penuh kelembutan.
"Kau penyebabnya." Arneta merajuk, Billy hanya terkekeh.
"Ayo makan, kau butuh tenaga untuk kembali ke mansion."
Arneta mengangguk dan menikmati makan malam berdua dengan berondongnya itu.
"Bagaimana kabar sepupuku?" Billy memulai percakapan saat mereka menikmati segelas anggur setelah makan.
"Tak ada perubahan, tetap menganggapku tak ada." Arneta tersenyum.
"Bagus, tak ada ikatan batin, setidaknya kau tak akan sedih saat merebut semua hartanya." Billy mengelus punggung tangan Arneta.
"Selama kau tetap tutup mulut." Arneta meletakkan jarinya di bibir Billy.
"Kau bisa mengandalkanku." Billy meraih jari kemari Arneta dan mengecupnya.
Setelah kepergian Arneta, Billy duduk di balkon dengan segelas wine di tangannya. Ia adalah anak dari saudara tiri Papanya Aaron.
Mamanya adalah anak hasil hubungan gelap kakek mereka dengan staf di kantor.
Billy memang tak pernah mendapat intimidasi dari keluarga Aaron. Tapi kakek jelas sangat tidak adil mengenai harta.
Usianya dan Aaron sama, tapi Aaron bisa menjalankan bisnis keluarga, sedangkan ia tak pernah diijinkan bergabung.
Uang bulanannya dan mama pun ditanggung oleh Aaron. Mamanya tidak menuntut karena ia cukup tahu diri akan posisinya.
Namun Billy menginginkan lebih dari yang sudah diberi. Oleh sebab itu ia memilih tinggal di kota, jauh dari sang mama.
Karena jika mama tahu yang dilakukannya, maka mama akan marah besar.
"Maaf sepupu, harta bagianmu terlalu menggiurkan."
.
.
.
Arneta melangkah ke dalam mansion dengan wajah sumringah, setelah seharian bersama Billy ia merasa lebih segar.
"Hai Jul, kau belum tidur." Arneta melihat Juliana di ruang tengah sedang melihat-lihat majalah fashion.
"Belum, aku belum mengantuk. Bibi darimana? Sepertinya bahagia sekali." Juliana melihat gurat bahagia pada wajah wanita di hadapannya.
"Itu rahasia." Arneta mencolek ujung hidung Juliana.
"Bibi, lihatlah gaun pengantin ini. Ini rancangan terbaru desainer favoritku." Juliana menunjuk gambar di majalah itu.
"Iya, sangat cantik. Kau akan memakainya saat akan menikah dengan Aaron."
"Mengenai itu, aku..."
"Kita sudah sering membahas ini Jul, tak ada penolakan. Bibi tidak suka dibantah." Arneta terlihat marah.
"Sudahlah, bibi mau ke kamar." Arneta pergi, ia tak mau suasana hatinya saat ini rusak karena Juliana.
Juliana menatap kepergian Arneta dengan kesal.
"Huh, dia yang bodoh. Kenapa tak membunuh orang itu saat telah mendapat seluruh hartanya. Kalau seperti ini kan aku yang jadi korban." gerutunya pelan, ia takut Arneta masih dapat mendengarnya.
Juliana tak sadar sejak tadi Edward berada di belakang mereka.
Edward diam saja, ia berbalik menuju sayap kiri mansion, bagian bangunan khusus keperluan Aaron.
Tok...Tok...Tok...Tok...
"Masuklah." terdengar suara Aaron memerintah, Edward memang sedang ditunggu tuan mudanya.
"Selamat malam tuan muda." Edward membungkuk.
"Duduklah Edward." Aaron menunjuk sebuah kursi dihadapannya.
"Kau sudah mendapatkan informasi mengenai Audrey?" Aaron langsung bertanya setelah Edward duduk.
"Tidak tuan. Informasi mengenai gadis ini sulit didapatkan. Bukan dihapus dari data, tapi dikunci. Membutuhkan otoritas tinggi untuk membuka dokumennya." Edward menjelaskan.
"Bahkan pegawai di toko bunga sampai tutup mulut. Yahh, sepertinya dia bukan hanya gadis biasa."
Aaron menutup matanya. "Apakah pemindaian wajah juga tak membuahkan hasil Edward?"
"Tidak tuan, karena tiba-tiba virus menyerang."
Aaron mengernyitkan dahi, sampai seperti itu identitas Audrey dirahasiakan.
"Tapi aku mendapat potongan berita kriminal tuan, peristiwa enam belas tahun yang lalu. Tentang pembunuhan istri seorang pengusaha. Wanita itu diculik bersama putrinya yang baru berumur lima tahun. Penculik membunuh wanita itu dan melarikan diri, mereka belum sempat mengeksekusi putrinya."
"Apa hubungannya dengan Audrey?"
"Gadis kecil itu bernama Audrey tuan. Ada kemungkinan identitas nona Audrey disembunyikan karena takut pembunuh itu menyelesaikan pekerjaannya."
"Apakah kau yakin mereka adalah Audrey yang sama Edward?"
"Saya tidak yakin tuan." Edward menunduk.
"Dari mana kau mendapat potongan berita ini?"
"Dalam arsip elektronik seorang psikiater. Namun saat kami berusaha menggali lebih dalam, arsip itu tiba-tiba tak dapat diakses."
Aaron memijat kepalanya yang sedikit berdenyut.
"Jika tuan mengijinkan saya akan...."
"Tidak perlu Edward. Tidak perlu memaksa. Aku akan berusaha menikmati situasi ini. Semakin penuh misteri, semakin aku menginginkannya."
"Bagaimana jika nyonya Arneta mengetahui hal ini?"
"Apa yang bisa dilakukannya? Kalau kita saja tak dapat menyentuh gadis itu, apalagi dia. Patahkan semua kaki tangannya, namun jangan biarkan ia tahu." Aaron tersenyum licik.
"Biarkan dia mengira aku hanya orang yang gila kerja, tak mengurusi hal yang lain." imbuhnya.
"Baiklah tuan, sesuai perintah." Edward berdiri dan pamit meninggalkan Aaron.
Audrey...Audrey...Audrey...aku tak akan melepasmu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments