Bab 18
🌼Titik Terang Tentang Orang Misterius Itu
Mentari memeluk bumi dengan kehangatannya.
Memancarkan warna cerah yang membangkitkan semangat baru kepada setiap penghuni bumi.
Aku sekarang sedang menggoreng nasi untukku dan Arum.
Tak lama kemudian Arum menyusul kedapur. Dia masih menguap beberapa kali.
"Baru bangun?" tanyaku sambil menuangkan nasi goreng kepiring kami masing-masih yang sudah terlebih dahulu kusiapkan diatas meja makan.
"Iya. Maaf ya. Jadinya tidak bisa bantuin kamu masak." Jawabnya tak enak hati.
"Gak apa-apa, Rum. Kamu disini kan tamu. Kita makan yuk!" Aku lalu duduk dikursi disusul oleh Arum yang duduk dihadapanku. "Aku buatin jus jeruk buat kamu." Tambahku sembari meletakan jus jeruk kedekat piring Arum.
"Makasih ya, Sea." Ucapnya.
Aku hanya mengangguk. Kami lalu lanjut makan.
🌼🌼🌼🌼
Siang ini matahari sangat terik. Sesekali aku mengucap peluh yang keluar dari kening.
Sudah berkali-kali aku menghubungi nomor Kai, namun belum juga direspon olehnya.
Tiba-tiba beberapa anak kampus berjalan cepat menuju kearah koridor tengah. Ada apa disana?. Kenapa ramai?.
Karena penasaran aku langsung menyusul ketempat yang ramai dikerumuni orang tersebut.
Aku berjalan agak menyamping mencoba mencari celah untuk bisa melihat apa yang terjadi.
Ternyata yang kulihat sangat mengejutkan.
Kai dan Nathan berkelahi. Saling tinju meninju satu sama lain. Beberapa orang berusaha melerai, namun Kai nampaknya sudah tersulut emosi, meski pun kulihat Nathan sudah mencoba menghindar.
"Kai. Berhenti!" Teriakku keras. Sehingga mereka berdua sama-sama menoleh.
"Apa yang kamu lakukan? Apa kau sudah hilang akal? Apa kau mau membunuhnya?" ucapku dengan suara meninggi.
Kai terdiam. Ia lalu melepaskan cengkeraman tangannya dikerah baju Nathan. Nathan terlihat meringis kesakitan. Bibirnya berdarah, begitupun pipinya, nampak memar.
Beberapa orang membantu Nathan berdiri.
Sementara aku menatap tajam kearah Kai.
"Apa yang kamu lakukan? Dia sepupu mu. Walau pun ada masalah, cobalah untuk bicara baik-baik." Ucapku sedikit tenang.
Kai menarik tanganku lalu membawaku pergi dari tempat kejadian. Sementara kulihat Nathan tersenyum menyeringai.
Kami masuk kedalam mobil.
Kai menatap lurus kedepan.
Hening beberapa saat. Terdengar Kai mengatur nafas pelan, lalu berucap, "Aku minta maaf!" Ucapnya pelan sembari menatapku.
"Aku sering dengar kamu minta maaf. Untuk apa? Biar kamu bisa mengulanginya lagi, iya?" Jawabku penuh emosi.
Kai menunduk.
"Kalau terjadi apa-apa dengan Nathan bagaimana? Kalian itu saudara. Tidak sepantasnya berkelahi, apalagi ditempat umum." Tambahku lagi.
Untuk beberapa saat Kai terdiam.
Lalu menatapku sembari berkata, "Orang yang berusaha masuk kerumahku malam itu memang benar Nathan." Jawabnya.
Aku tertegun sejenak.
"Ka-kamu tau dari mana?" tanyaku pelan.
"Aku tau, Sea. Bahkan sebelum kamu mencurigainya kemarin pun, aku sudah tau." Jawabnya tenang. "Malam itu, setelah kamu menelpon, aku langsung keluar dari rumah. Aku sempat melihat dia berada didepan rumahmu, melihat kekiri kekanan seperti takut ketahuan. Saat aku mencoba mendekat, kaki tidak sengaja menginjak ranting pohon kering ditanah. Dia terkejut lalu menoleh kearahku, lalu lari kebelakang rumah. Aku sudah mencoba mengejar namun aku kehilangan jejak. Setelah itu lalu aku mengetuk pintu rumahmu. Pandangan kami sempat bertemu, Sea. Dan aku yakin itu benar Nathan. Aku sangat mengenalinya." Jelas Kai panjang lebar.
Aku terdiam sejenak lalu berkata, "Apa kamu punya bukti yang kuat?"
"Sebelumnya aku sempat bertanya secara baik-baik. Tapi, jawaban dia membuat emosiku naik. Dia seolah memang ingin mempermainkan emosiku. Lalu ... terjadilah perkelahian itu." Jelasnya lagi.
Aku menghirup nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
"Ya sudah. Sekarang jangan pikirkan masalah itu lagi. Sekarang yang terpenting adalah kita harus mengobati lukamu, sebelum membengkak." Kulihat bibir Kai ternyata juga berdarah.
Kai mengangguk lalu menghidupkan mesin mobil.
Kami lalu menuju apotek terdekat untuk memberi obat merah.
Setelah mendapatkan obat yang dicari, aku lalu masuk kembali kedalam mobil.
Aku meneteskan obat kekapas lalu mengoleskannya perlahan kearea luka dibibir Kai.
"Awww, pelan-pelan, sayang!" Kai meringis kesakitan.
"Ini juga udah pelan-pelan, sayang." Jawabku.
"Maksudnya, lebih pelan lagi. Perih!" Katanya sembari mengusap pelan bibirnya.
Aku terkekeh melihatnya.
"Kamu senang ya melihat aku begini?" Ucapnya.
Aku tersenyum, "Kamu lucu. Tadi aja dengan bringasnya memukul Nathan. Sekarang malah meringis kesakitan."
"Sekarang kan sedang cari perhatian lebih dari kamu!" Ucapnya pelan sembari tersenyum.
"Ooh. jadi cuma cari perhatian ini." Jawabku berpura-pura marah.
Kai malah terkekeh. Dielusnya pipiku pelan.
"Kalau sedang dengan kamu itu bawaannya mau dimanja terus." Ucapnya kemudian.
"Dasar modus!" Jawabku sebal. Sebenarnya diiringi rasa senang juga sih.
🌼🌼🌼🌼
"Kenapa dengan wajah Kai itu, Sea? Nampak bengkak seperti itu. Tadi saya tanya gak di jawab sama dia." tanya Bu Meta saat kami sedang duduk bersama dihalaman belakang rumahnya.
Ya, setelah pulang dari kampus, bu Meta menjemputku kerumah. Dia mengajakku untuk makan bersama dirumahnya.
Lalu setelah makan kami duduk dihalaman belakang rumahnya untuk mengobrol.
Aku terdiam sejenak mencari jawaban yang tepat.
"Hmm, tadi pas dikampus ada yang lari dari arah depan, terus tidak sengaja menabrak Kai. Mungkin bibir Kai terkena bahu orang tersebut." Jawabku berbohong. Semoga saja bu Meta percaya.
"Oh, gitu. Kai ... Kai, bilang seperti itu saja susah sekali." Ucap bu Meta sembari melirik Kai yang berada disampingnya.
Kai hanya tersenyum, "Lagian gak penting gitu, ma. Kenapa harus bilang." Jawabnya.
"Ya kan mama mau tau aja apa sebab bibir kamu luka sampai bengkak gitu." Jawab bu Meta pelan. " Oh ya, Sea. Malam ini tidur disini aja ya!" tambahnya kemudian.
"Hmm, malam ini aku ditemenin sama Arum, bu." Jawabku sopan.
"Kamu jangan panggil saya ibu terus dong. Panggil mama aja, seperti Kai. Kamu kan udah saya anggap anak sendiri." Ucap bu Meta lembut.
Aku sedikit terkejut mendengarnya. Kulihat Kai tersenyum simpul kearahku.
"Saya panggil tante aja dulu, gimana? Soalnya kalau manggil dengan sebutan mama, saya belum terbiasa." Jawabku pelan.
Bu Meta tersenyum, "Terserah kamu aja. Yang penting jangan panggil ibu. Kayak sama orang asing aja."
Kami mengobrol hingga hampir senja.
Kai mengantarku hingga kedepan rumah.
Ternyata Arum sudah menunggu dikursi depan rumah.
"Aku pulang dulu ya. Langsung masuk kedalam rumah, kunci semua pintu dan jendela. Jangan ada yang terlewat. Telpon aku kalau ada apa-apa." Ucap Kai.
"Iya. Siap bawel!" Jawabku mengejek.
"Tapi sayangkan?" tanyanya sembari menaikan sebelah alisnya keatas.
"Ih ge-er." Jawabku terkekeh geli.
Kai lalu kembali kerumahnya.
Sementara kulihat Arum senyum-senyum melihatku.
"Kamu kenapa, Rum? Kesambet?" Aku pura-pura menyentuh keningnya.
"Apaan sih, Sea. Orang aku lagi bahagia liat teman aku mesra-mesraan sama pacarnya." Jawabnya sembari tersenyum.
"Ih kamu, kayak gitu aja dibilang mesra."
"Bagi aku itu udah termasuk mesra tau. Aku mana tau membedakan, kan belum pernah pacaran." Sahutnya malu-malu.
"Serius belum pernah pacaran, Rum?" tanyaku tak percaya.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari sebelah rumah.
"Masuk ... masuk!" ternyata Kai masih mengintai dari halaman rumahnya.
Aku dan Arum lalu bergegas masuk kedalam rumah sebelum ada yang "ngamuk".
Aku menceritakan kejadian tadi siang pada Arum ketika kami sudah berada didalam kamar.
Arum terlihat terkejut.
"Serius kamu?" tanyanya penasaran.
"Serius lah, Rum. Aku gak ngerti kenapa Nathan melakukan itu." Jawabku serius.
"Mungkin tidak kalau Nathan itu suka sama kamu." tanya Arum dengan mimik wajah bingung.
"Suka sama aku? Gak mungkin deh, Rum. Masa cuma ketemu beberapa kali langsung naksir. Aneh kamu!" Jawabku tak percaya.
"Bisa saja, Sea. Namanya juga perasaan, tidak mudah ditebak. Datang dengan sendirinya." Sahut Arum serius.
Dasar Arum, katanya tidak pernah punya pacar, masa tau soal perasaan orang.
Aku mengalihkan pembicaraan dengan Arum. Tidak mau berpikiran yang tidak-tidak tentang Nathan. Bisa jadi fitnah nantinya.
🌼🌼🌼🌼
Mama bilang kondisi kakek mulai membaik. Mungkin besok mama akan pulang. Aku senang sekali mendengarnya. Akhirnya mama kembali kerumah dan bisa menemaniku.
Hari ini aku tidak ada jadwal kuliah.
Setelah sarapan aku kembali kekamar untuk membaca buku novel. Sudah lama aku tidak melakukan hobiku itu.
Saat sedang serius membaca, terdengar ketukan pintu dari depan.
Mungkin Arum, pikirku. Mungkin saja ada barangnya yang ketinggalan.
Aku beranjak dari tempat tidur lalu menuju pintu depan.
Saat aku membuka pintu ternyata sudah ada Kai didepan.
"Ada apa?" tanyaku.
"Kamu sibuk?" tanyanya balik.
"Hmm, tidak. Memangnya kenapa?" Jawabku.
"Bisa temenin aku ambil barang pesanan mama dikota?" tanyanya penuh harap.
"Bisa. Tunggu sebentar aku ganti baju dulu ya." Kai mengangguk. Aku lalu menuju kamar untuk ganti baju dan mengambil tas selempang kecil untuk menaruh ponsel dam dompet.
Setelah itu aku keluar menemui Kai.
"Sudah siap?" tanyanya ketika melihatku.
"Siap. Ayo pergi!" Jawabku cepat lalu mengunci pintu dan menuju mobil Kai yang sudah terparkir dihalaman depan rumahku.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang.
Kami sampai ditempat tujuan, sebuah butik besar yang terletak dipusat kota.
"Memangnya mau ambil pesanan apa?" tanyaku setelah turun dari mobil.
"Baju resmi untuk dipakai keacara peresmian kantor baru papa disini. Mama juga nyuruh kita untuk fitting baju."
"Ha buat apa?" tanyaku terkejut.
"Ya biar bisa kita pakai saat acara peresmian nanti." Jawabnya tersenyum sembari menaikan sebelah alisnya keatas.
"Jadi, aku harus ikut?" Jawabku ragu.
"Ikut dong! Masa aku gak bawa pasangan disana. Ayo kita masuk. Mau sampai kapan kita berdiri didepan mobil?" ucapnya lagi.
Aku baru menyadari ternyata dari tadi berbicara tepat didepan mobil.
Kami pun masuk kedalam butik.
.
.
.
.
To be continued ...
Jangan lupa vote, like dan komen ya. Biar makin semangat nulisnya.
Terimakasih.
SELAMAT MEMBACA!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments