"Apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?"
Amanda mengangguk tanpa ragu, dan Jasmine hanya bisa menghembuskan nafasnya.
"Baiklah, kalau kamu sudah yakin dengan keputusanmu. Tapi apa kamu sudah memikirkan apa resiko yang akan kamu terima nantinya?"
Amanda menganggukkan kepalanya. "Iya, aku tahu. Aku pasti akan jadi 'buah bibir' dan akan banyak yang menggunjing dan merendahkan ku. Tapi aku tidak perduli, aku yakin aku pasti kuat menghadapinya, Jas."
"Sekarang kamu bisa saja mengatakan kalau kamu kuat, tapi aku yakin kalau itu hanya tampak luar saja, sedangkan jauh di dalam lubuk hatimu, kamu akan mengalami tekanan batin, dan kamu juga tidak bodoh, untuk mengartikan kalau hal seperti itu sangat tidak baik buat kandunganmu.Ok lah kamu merasa kuat dan bisa melaluinya, tapi bagaimana dengan anak kamu nantinya? Mereka akan digunjing nantinya, dan itu pasti akan mempengaruhi phisikologis anak kamu," jelas Jasmine panjang lebar.
"Jadi aku harus bagaimana, Jas?" Amanda menarik rambutnya sendiri, frustasi.
Jasmine tampak terlihat sedang berpikir. Dia menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya keluar dengan keras dan sedikit panjang. " Begini saja, baiknya kamu pindah kontrakan, agak jauh dari sini." usul Jasmine.
"Tapi bagaimana dengan pekerjaanku? tempat ini sangat dekat dengan tempat kerja kita kan? kalau aku pindah, jarak ke tempat kerja akan sangat jauh, Jas." tolak Amanda.
"Siapa bilang kamu masih bekerja lagi. Kamu, mau tidak mau harus mengundurkan diri, Nda! lambat laun orang -orang di kantor juga akan curiga dengan keadaanmu, dan bisa aku Pastikan kalau kamu juga bakal dipecat nantinya, karena dianggap membawa aib di kantor."
"Jadi kalau aku tidak bekerja lagi, bagaimana aku bisa menghidupi diriku dan bayiku, Jas?" Pipi Amanda kembali basah, karena air matanya kembali merembes keluar.
"Kamu, bisa buka usaha kecil-kecilan, Nda, jualan kue misalnya. Atau kamu juga bisa buka usaha lainnya."
"Tapi, itu butuh modal Jas, dan aku tidak punya cukup modal buat itu." Amanda menggeleng-gelengkan kepalanya, menganggap saran Jasmine tidak masuk akal.
"Untuk modal biar aku yang memikirkannya, kamu tenang saja!" tegas Jasmine.
"Tapi, Jas, aku tidak ...."
"Tidak ada tapi-tapi. Kalau kamu ingin tetap mempertahankan anak ini, dan mau yang terbaik buat mereka, kamu harus ikut kata-kataku! Sekarang kamu istirahat dan tenangkan pikiranmu! aku pergi dulu," Amanda hanya bisa diam, tidak bisa berkata-kata apa lagi, karena akan sangat susah untuk membantah Jasmine. Dia hanya bisa menatap punggung Jasmine yang tidak lama, menghilang di balik pintu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Taksi yang membawa Jasmin, berhenti di depan sebuah rumah mewah bercat gold. Dengan keberanian dan tekad yang kuat, Jasmine melangkah dengan mantap dan berdiri persis di depan gerbang.
"Non Jasmine, anda sudah pulang?" dengan cekatan seorang satpam berlari dan membuka pintu pagar pada nona mudanya yang sudah sangat jarang pulang ke rumah. Sedangkan Jasmine cukup hanya tersenyum sebagai jawaban dari pertanyaan si satpam.
"Pak Karso, apa mamah dan papah ada di dalam?"
"Ada, Non," sahut satpam bernama Karso itu dengan sopan.
"Ya udah! aku masuk ke dalam dulu ya Pak! Jasmine melangkah masuk ke dalam setelah Pak Karso menganggukkan kepala, mengiyakan.
"Mah ... Pah ... aku pulang!" serunya dari arah pintu.
" Ingat pulang juga kamu," suara bariton terdengar menyindir dari arah sofa di ruang keluarga. Sang istri yang merupakan mamah Jasmine mendelik ke arah suaminya, tidak senang dengan apa yang baru keluar dari mulut laki-laki paruh baya itu.
Dia pun bangkit dari duduknya dan menghampiri Jasmine serta mengajaknya untuk duduk. "Udah, kamu gak usah pedulikan papah kamu. Papah kamu itu gengsinya aja digede-gedein, padahal baru kemarin dia ngigau memanggil namamu," Ekor mata Ratna mamahnya Jasmine, melirik ke arah sang suami, dengan senyum meledek yang timbul di sudut bibirnya.
"Ada apa?kamu pulang pasti karena ada sesuatu, tidak mungkin kamu pulang kalau tidak ada yang kamu butuhkan." ujar Johan papah Jasmine to the point, tidak perduli dengan sindiran istrinya.
Melihat sikap dingin papahnya, Ingin sekali Jasmine, beranjak dari rumah tempat dia di besarkan ini.Akan tetapi, mengingat wajah sendu Amanda, membuat dia berusaha menahan diri sambil menghela nafasnya dengan cukup panjang.
"Mah, Pah! kali ini tolong bantu Jasmin! Aku akan menuruti semua kemauan Papah dan Mamah , kalau Mamah dan Papah mau memenuhi permintaan Jasmin" Jasmin buka suara.
"Apa kamu tahu konsekuensinya, kalau kamu meminta bantuan dari Papah?" suara Johan terdengar sangat dingin, pandangannya bahkan tidak lepas dari koran yang ada di depan matanya.
Jasmine mengangguk kan kepala sambil menggigit bibir atasnya. "Iya, Pah! Jasmine tahu,"
Johan menutup koran yang dia baca dan meletakkannya di atas meja. "Bagus, kalau kamu sudah tahu. Sekarang apa yang perlu papah bantu?"
Jasmine mengatur napasnya sejenak, lalu menghembuskan napasnya dengan kasar ke udara. "Pah, Jasmine butuh uang untuk membantu teman Jasmine yang memang lagi butuh sekali uang untuk pengobatan ibunya, apa Papah mau membantu?" ujar Jasmine, berbohong.
"Ya Tuhan, maafkan aku yang sudah berbohong! mudah-mudahan kebohonganku tidak membuat ibu Amanda benaran sakit ya Tuhan, Amin." batinnya.
"Apa temanmu yang meminta padamu?"
Jasmine menggelengkan kepala, menjawab pertanyaan papahnya.
"Dia bahkan tidak tahu, kalau aku memiliki orang tua yang kaya.Dia tahunya, kalau aku sama seperti dirinya yang hanya untuk bisa makan, harus bekerja keras dulu." sahut Jasmine, jujur.
Johan mangut-mangut, kemudian mengangkat gelas yang berisi kopi lalu menyesapnya kemudian meletakkannya kembali.
"Baiklah! papah akan kasih. Tapi itu berarti kamu harus pulang ke rumah lagi, dan mau untuk dijodohkan dengan Ardan."
Jasmine menutup matanya sekilas dengan hembusan nafas, dia pun menganggukkan kepalanya."Baik Pah!" sahut Jasmine mantap dengan keputusannya.
"Papah penasaran dengan temanmu itu, sebaik apa dia, Sampai bisa membuatmu sangat ingin membantunya?"
Jasmine sontak bangkit dari tempat duduknya dan langsung duduk di samping papahnya.
"Pah, please jangan beritahu dia masalah ini.Dia tidak tahu apa-apa. Kalau papah memberitahunya, perjanjian kita batal, dan aku tidak akan bersedia dijodohkan dengan manusia es itu." ancam Jasmine, yakin kalau papahnya akan memenuhi permintaannya, karena tidak mau kalau dirinya menolak dijodohkan dan kabur lagi dari rumah. Ya, Selama ini, tidak ada yang tahu baik itu Amanda maupun Lora serta Radit, kalau Jasmine adalah putri dari Johan Mahendra, pengusaha kaya, yang kalau diurutkan orang terkaya nomor 3 di Indonesia dan nomor satu tentu saja Bagaskara company, milik keluarga Ardan.
"Tidak akan! kamu tenang saja. Yang penting kamu tidak mengingkari janji kamu." Tegas Johan dengan senyum tipis yang muncul di bibirnya.
"Mudah-mudahan nantinya aku kuat, menghadapi si dingin itu. Atau kalau boleh, mudah-mudahan si dingin itu yang menolak perjodohan ini." Jasmine membisikkan doa dan harapannya dalam hati.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 179 Episodes
Comments
Kecombrang
😱
2024-05-15
1
Sani Srimulyani
lah gimana jadinya nanti kalo tau ardan itu ayah dri anak yg dikandung manda.
2023-12-17
2
Lilisdayanti
wah ko aqu yg puyeng mikirin nya ya 🤔 bener bener rumit 😇😇
2023-12-17
0