"Jadi maksud kamu dia itu pria breng sek yang telah ngehamilin kamu?" tanya Mutia dengan nada tinggi. Dia terlihat marah bercampur emosi.
Kini mereka sudah berada di hotel yang disediakan oleh pihak penyelenggara Kompetisi Olimpiade. Maura juga sudah tidur. Tadi setelah Freya memastikan kalau gelang yang dipakai Maura itu sama persisi dengan yang dia punya namun hilang, dia buru-buru meninggalkan rumah sakit dan kembali ke hotel.
"Jangan ngegas gitu Mut kalau ngomong. Nanti Maura bangun." tegur Freya khawatir Maura bangun dan mendengar pembicaraan mereka.
"Jadi benar pria tadi yang bernama Bryan?" tanya Mutia lagi namun kali ini dengan nada normal.
"Aku gak tahu. Tapi kenapa gelang aku ada sama dia dan sekarang dipakai Maura." Freya bingung dengan pikirannya sendiri. Apa Tuan Bryan itu Tuan Muda Abrisam apa bukan. Kalau pun iya sekarang dia harus sembunyi. Freya gak mau Maura diambil darinya saat Bryan tahu kalau Maura itu anaknya.
"Kamu yakin gelang kamu hilangnya saat tragedi tahun baru itu?" Freya mengangguk mantap. Karena saat dia berhasil keluar dari kamar yang terkunci itu dia langsung pergi dan dia tahu kalau gelangnya tidak ada saat sudah ada di lift.
"Kata mu tadi dia juri. Dan kamu tahu nggak nama lengkapnya siapa?" tanya Freya pada Mutia yang sedang terlihat berfikir.
"Tuan Abrisam Bryan Al...Siapa aku lupa." jawab Mutia sedetik kemudian.
"Bryan!!!" seru Mutia dan Freya bersamaan.
"Bisa jadi mereka orang yang sama Frey." kata Mutia serius. Freya juga berfikiran seperti itu.
"Kita harus pergi dari sini sekarang."
"Aku nggak mau Maura sampai ketemu sama orang itu dan diambil nantinya."
"Hanya Maura yang aku punya saat ini."
"Hanya dia yang bisa membuat aku untuk tetap bertahan hidup dengan cacian dan hinaan yang aku terima selama ini." Freya menangis mengingat perjuangannya menghadapi gunjingan-gunjingan dari masyarakat sekitar tentang dia dan Maura.
Mutia lantas memeluk teman juga sahabatnya itu. Dia bisa merasakan apa yang Freya rasakan saat ini. Karena dia sempat merasakan juga saat dia juga mengaku Mama dari Maura. Dia juga mendapat gunjingan dari masyarakat.
"Apa kamu masih punya nomornya Kak Evan?" tanya Mutia saat dia mengingat ada seorang kakak senior yang juga ada di Kota J.
Freya menggeleng tidak tahu. Dia sudah lama tidak berhubungan dengan Evan.
"Buat apa?" tanya Freya yang heran kenapa disaat seperti ini Mutia justru menanyakan nomor Evan.
"Minta bantuan Kak Evan."
"Mana HP kamu?" Freya menunjuk nakas di samping tempat tidur.
Mutia dengan segera mengambil HP Freya dan mencari nomor Evan.
"Kamu namain apa?" tanya Mutia yang tidak kunjung menemukan nama Evan.
Freya hanya diam saja. Dia masih memikirkan bagaimana caranya dia menyembunyikan Maura. Dia sendiri sudah lelah untuk terus bersembunyi. Apalagi sekarang Maura sudah tampil di depan TV. Pasti banyak yang tahu keberadaannya.
Freya sebenarnya tahu kalau Bara yang dimaksud tunangan dari Shelin itu tengah mencarinya saat itu. Dan Bara tahu kalau Shelin tidak menemuinya justru meminta orang lain untuk menemuinya. Dan orang lain itu Freya sendiri. Makanya dia dan Ibunya bersembunyi ke kota Y saat itu.
"Kak Evan siap membantu. Besok habis subuh dia langsung menjemput kita disini." kata Mutia setelah menelepon seniornya Evan.
Freya hanya menganggukkan kepala lemah.
"Kita harus bersiap sekarang. Biar besok kita tinggal check out." sambung Mutia.
"Kamu jangan seperti ini, Freya."
"Kamu harus kuat demi menjalani hidup ini." geram Mutia saat melihat Freya yang hanya diam saja.
"Kasihan Maura. Kamu mau Maura diambil Bryan?" Freya menggeleng lemah.
"Kalau gak mau kamu harus bangkit."
"Ayuk..Freya yang aku kenal gak seperti ini."
"Freya yang aku kenal itu mampu menghadapi kerasnya hidup."
"Nggak lemah seperti ini."
"Makasih Mutia. Kamu selama ini selalu ada disaat aku seperti ini." Freya memeluk sahabatnya itu dan dibalas Mutia sambil mengelus pundak Freya pelan.
"Sudah ayuk.." ajak Mutia dan segera diangguki Freya.
...............
Bryan menggeliat saat HP nya berbunyi berkali-kali. "Berisik" umpatnya. Namun tangannya menjulur ke nakas dekat ranjang dan segera mengambil HP nya. Dengan mata yang masih terpejam dia mengangkat HP nya.
"Hal...." Sial!!! umpatnya saat dia lupa belum menggeser tombol hijau dan mengakibatkan telinganya berdengung karena nada dering HP nya.
Bryan melihat siapa yang menelephon nya di pagi buta. "Bara" batinnya saat nama Bara memanggil.
"Ada apa?" sentak Bryan setelah menggeser tombol hijau.
Bryan sontak bangun sambil mencengkeram erat HP yang dipegangnya juga selimut untuk menutupi tubuh bawahnya saat mendengar laporan yang Bara berikan padanya.
"Kamu yakin gak salah lagi?" tanya Bara yang tak ingin ada kekeliruan.
"Aku yakin, dan akun sudah mengirimnya ke e-mail kamu. Kamu cek saja sendiri."
"Berhubung mereka masih di kota J."
"Segera temui mereka."
Setelah panggilan terputus Bryan beralih melihat e-mail lewat HP nya untuk memastikan kebenarannya.
Cukup lama dia membaca isi laporan yang diberikan Bara hingga akhirnya di segera menghubungi Rendy untuk datang ke rumah segera.
"Mau kemana kamu, Bry?" tanya Papa Abri saat melihat putranya menuruni tangga dengan pakaian formalnya.
"Ada urusan penting, Pa."
"Bryan berangkat dulu." pamit Bryan, dengan langkah lebar dia segera keluar rumah.
"Perasaan gak ada masalah di kantor." gumam Papa Abri.
"Kita ke hotel xxx. Cepat!!" perintah Bryan setelah dia masuk kedalam mobil.
Tanpa banyak tanya lagi Rendy melajukan mobil yang dikendarainya dengan kecepatan tinggi untuk segera sampai di hotel xxx. Hotel milik keluarga Abrisam.
Rendy tadi juga sudah dikasih tahu sama Bara tentang pengintaian nya. Jadi dia sudah siap saat Bryan memintanya untuk menjemputnya di pagi buta.
Bryan dan Rendy langsung bergegas turun saat sudah sampai di hotel. Dengan langkah lebar setengah berlari mereka menuju lantai 9.
"Kamar berapa?" tanya Bryan saat mereka sudah keluar dari lift.
"309 Tuan." Bryan dan Rendy melihat kanan kiri mencari nomor kamar 309.
"Disini Tuan." panggil Rendy setelah menemukan kamar yang dicari.
Bryan segera mendekat dan menanti kamar itu dibuka oleh penghuni di dalamnya setelah diketuk berulang kali sama Rendy.
Bryan mengerutkan keningnya saat tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar. Bahkan Rendy sudah berulang kali mengetuk pintu namun tak ada sahutan dari dalam.
Rendy segera menghubungi pihak hotel untuk menanyakan keberadaan penghuni kamar 309.
"Bagaimana?" tanya Bryan dengan wajah datar menghadap pintu kamar 309. Pikirannya sekarang cuma ingin segera bertemu dengan Freya dan Maura. Gadis kecilnya sudah ketemu dan sekarang bertambah ada gadis cantik yang begitu menggemaskan, Maura.
"Maaf Tuan. Nona Freya sudah check out tadi sesaat sebelum kita sampai." jawab Rendy menunduk. Dia lupa meminta pihak hotel untuk menahan Freya untuk tidak pergi terlebih dahulu.
Bryan memejamkan matanya. Rahangnya mengeras dan kedua tangannya mengepal kuat. Dia menahan amarahnya karena dia belum bisa bertemu Freya dan Maura sekarang.
"Cek CCTV, cari kemana dia pergi." perintah Bryan dan segera dilaksanakan oleh Rendy.
"Saya permisi dulu Tuan." Rendy pergi meninggalkan Bryan yang tampak masih berdiri mematung memandang kamar 309.
"Apa kamu sudah tahu sampai kamu akhirnya menghilang lagi Freya?"
"Aku pastikan secepatnya aku akan menemukan keberadaan mu dan anak kita."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
tinggal tlp lah, karyawan sendiri jg
2023-08-17
0
Death angel
tancapgas trus 😊
2021-10-22
0
Dewi Dewanti
semga nga akan ketemu dengan ayahnya ter lalu bejat
2021-08-22
2