Bel pulang sekolah telah berbunyi satu jam yang lalu dan hampir semua murid TK telah berhamburan keluar dari kelas untuk segera pulang. Namun ada satu siswi perempuan yang sedang menunggu sang Bunda yang janjinya akan menjemputnya ke sekolah siang ini.
Anak itu duduk di post satpam seperti biasanya jika dia sedang menunggu jemputan dari Bunda Freya ataupun Mama Mutia.
Ya anak itu adalah Maura. Maura Hanin Azzahra, gadis cantik bermata biru yang indah dengan rambut panjang berwarna pirang madu yang sudah sedikit berantakan tatanannya dan kini gadis itu usianya menginjak 5th.
Dia menatap ke arah seorang temannya yang dijemput oleh Ayahnya, dia merasa sangat iri melihat itu.
"Kapan Maura sekolah di antar dan di jemput Ayah."
"Maura juga ingin seperti mereka."
"Bisa bermain sama Ayah"
"Digendong Ayah."
"Dimanjain Ayah."
"Maura ingin ketemu Ayah."
Mata Maura berkaca-kaca melihat pemandangan di hadapannya. Dia begitu iri melihat temannya yang memiliki seorang Ayah.
"Kenapa Maura tidak memiliki Ayah."
Maura menangis dan menyembunyikan wajahnya di kedua lututnya untuk meredam suara tangisnya.
Seorang wanita turun dari ojek. "Bang tunggu sebentar ya. Gak lama kok." katanya dan berlari menuju gerbang sekolah.
"Maura.." cicitnya saat melihat anaknya seperti sedang menangis.
Dia mempercepat langkahnya menuju post satpam, dimana Maura duduk disana sendirian.
"Maura...Sayang.."
Maura yang mengenali suara itu sontak mengangkat kepalanya.
"Bunda.." Maura langsung merengkuh tubuh Bundanya yang sudah jongkok di depannya dan menangis sesenggukan.
"Kenapa sayang? Kenapa Maura menangis? Ada yang jahat sama Maura?" tanya Freya dengan lembut dan mengelus kepala Maura dan sesekali di kecupnya kepala sang anak.
Maura menggeleng, "Maura ingin ketemu sama Ayah." ucapnya lirih.
Jlebb
Freya mematung sejenak. Kenapa tiba-tiba Maura ingin ketemu Ayahnya. Padahal Maura sudah tidak menanyakan tentang Ayahnya dalam beberapa hari belakangan ini saat Freya sering lembur. Mungkin saja saat itu Maura tidak ingin mengganggu pekerjaan Bundanya.
"Bunda..Ayah Maura masih hidupkan, Bun?" tanya Maura yang sudah melonggarkan rengkuhannya meski tangannya itu masih melingkar di lehernya.
"Gak seperti Nenek yang sudah meninggal." sambungnya sambil menatap sang Bunda dengan mata yang terlihat sembab.
Freya bingung harus jawab apa. Dia sendiri tidak tahu Ayah Maura masih hidup apa tidak. Masih single atau sudah menikah. Karena dia sendiri tidak memiliki petunjuk dan tidak mengenali tampang pria itu. Yang dia tahu cuma namanya saja. Bryan. Tuan Bryan. Dan nama Bryan di dunia ini tidak hanya satu. Mungkin puluhan atau bahkan sampai ribuan.
"Bunda...Maura ingin ketemu Ayah.." Maura merajuk lagi dan menangis lagi.
"Iya sayang..Kita pulang dulu ya."
"Sudah berhenti dulu nangisnya."
"Abang ojeknya sudah nunggu dari tadi. Kasihan kan, dia juga sedang mencari nafkah buat keluarganya. Seperti Bunda yang bekerja untuk menyekolahkan Maura dan membelikan Maura makan juga baju dan lainnya." Freya mencoba memberi pengertian kepada anak gadisnya itu.
Maura mengangguk dengan muka cemberut dan air mata sesekali masih menetes dari pelupuk matanya.
Mereka pulang naik ojek menuju rumah. Freya segera turun dan melakukan pembayaran setelah sampai rumah.
"Bunda gak kembali kerja?" tanya Maura yang kini sedang duduk di kursi kecil melepas sepatu yang dia pakai.
"Nggak sayang. Bunda hari ini ijin masuk kerja sampai siang saja. Bunda ingin menemani anak gadis Bunda yang besok berangkat ke kota J untuk melakukan kompetesi Juara Olimpiade." kata Freya yang duduk berjongkok di depan Maura sambil membantu Maura melepaskan sepatunya.
"Berarti Bunda besok ikut Maura sama Mama dong ke kota J." seru Maura senang dengan mata berbinar.
"Maaf sayang. Bunda nggak bisa berangkat bareng Maura dan Mama Mutia." sesal Freya karena tak bisa menemani anaknya mengikuti ajang kompetisi Juara Olimpiade Matematika.
Mata berbinar Maura langsung redup saat mendengar perkataan Bundanya. Ini ajang kompetisi Maura yang pertama di kota J dan akan bersaing dengan negara lain. Tapi Bunda Freya tak bisa hadir menemaninya.
"Bunda gak sayang Maura." sentak Maura yang kini mulai menangis lagi dan lari menuju kamar.
Freya menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya. Dia harus bagaimana? Dia bingung. Besok dia harus mempresentasikan hasil laporan keuangan yang dia kerjakan lembur beberapa hari ini kepada Presdir pusat. Besok juga anak semata wayangnya yang dia miliki akan berangkat mengikuti kompetisi Olimpiade Matematika di kota J.
Freya segera menghapus air matanya dan mengatur nafasnya supaya jauh lebih tenang. Dia segera berdiri dan menemui anaknya yang masih terdengar menangis di dalam kamar.
Freya masuk kamar dan duduk ditepi ranjang di samping Maura yang tidur tengkurap dengan menangis sesenggukan.
"Sayang..." Freya mengelus pelan rambut anaknya.
"Kamu masih marah sama, Bunda." Freya mendekatkan wajahnya pada telinga Maura.
"Maafkan Bunda ya, sayang." suara Freya semakin serak karena menahan tangisnya.
"Maafkan Bunda gak bisa menemani Maura ikut kompetisi."
Maura membalikkan badannya dan melihat Bundanya menangis. Dia mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata yang membasahi pipi Bunda Freya.
"Bunda kenapa ikut menangis?" tanya Maura yang suara juga terdengar serak dan masih sesenggukan.
"Gak apa sayang. Bunda hanya menyesal karena tidak bisa menemani anak gadis Bunda yang cantik jelita ini mengikuti ajang kompetisi." jawab Freya dengan memaksakan senyumnya.
"Jadi Bunda benar gak bisa ikut Maura ke kota J?" Freya mengangguk ragu. Diambilnya tangan kanan Maura yang berada di pipinya dan diciumnya lama.
"Insha Allah Bunda usahain waktu finalnya Bunda akan kesana."
"Bunda akan melihat anak gadis Bunda berjuang melawan peserta yang lain dan memenangkan kompetisi Juara Olimpiade Matematika." kata Freya dengan senyum mereka diantara tangis air matanya.
"Bunda janji." Maura mengajaknya janji jari kelingking.
Dengan ragu Freya menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking putrinya.
Maura tersenyum dan langsung memeluk Bundanya itu. Freya memejamkan matanya membuat air matanya semakin deras mengalir.
"Semoga Bunda bisa menepati janji Bunda pada mu sayang." batin Freya menangis.
Maura melepaskan pelukannya dan langsung duduk tegak dan mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. " Ya Allah..Semoga besok saat Maura mengikuti kompetisi Juara Olimpiade Matematika Bunda Maura bisa hadir dan Ayah Maura yang jauh disana bisa melihat betapa hebat dan pintarnya putri cantiknya ini. Maura gak menang gak apa Ya Allah. Maura hanya ingin Bunda hadir disana nanti dan juga Ayah Maura segera pulang untuk menemui Maura juga Bunda. Aamiin."
Freya mengaminkan doa putrinya itu dalam hati. "Semoga Bunda bisa hadir sayang." Freya mencium kening Maura dengan sayang.
"Sudah yuk ganti baju dulu. Habis itu makan, sholat dan bobok siang." ajak Freya dan langsung diangguki Maura dengan semangat. Dia seperti melupakan kalau dia tadi menangis sesenggukan karena Bundanya dan Ayah yang tak diketahui keberadaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
EndRu
cantiknya Maura
2023-09-10
0
QQ
Doa anak baik dan patuh pasti di dengar dan dikabulkan oleh Tuhan jd Maura tenang saja ya nak 👍👍👍
2021-12-06
0
Ꮪིᥰ⃝֟.𝄠༅𝕾𝖆𝖓𝖎𝖞𝖆𝐿 𝗦⃝⃟🦁
bakal terwujud...anak Sholehah...
2021-10-31
0