Taxi yang ditumpangi Freya terjebak mancet. Dia gelisah karena mungkin dia tidak bisa melihat penampilan putrinya di atas panggung kompetisi kejuaraan.
"Masih lama ya Pak?" tanya Freya mencoba untuk bersabar, karena sudah hampir setengah jam dia terjebak mancet.
"Kalau mancetnya gak lama lagi mbak. Tapi kalau menuju tempat tujuan masih lama." jawab Supir taxi yang terlihat fokus dengan kemudinya.
"Mbak mau lihat kompetisi ya?" tebak Pak Supir.
"Iya Pak. Anak saya ikut kompetisi." jawab Freya dengan tersenyum saat mengingat Maura.
"Acara finalnya disiarkan langsung oleh salah satu stasiun TV mbak. Mbak bisa lihat lewat HP." kata Pak supir.
"Makasih pak."
Dengan segera Freya mengambil HPnya dan mencari stasiun TV mana yang menyiarkan acara final kompetisi Olimpiade Matematika yang diikuti putrinya.
Freya menangis terharu melihat kemampuan putrinya yang mampu bersaing dengan kakak-kakak tingkatnya yang usianya jauh dari Maura.
Maura mendapat nilai tertinggi dan hampir semua soal dia jawab dengan mudah dan benar. Entah bagaimana Maura berfikir. Dia begitu cepat dalam menjawab setiap soal yang juri berikan.
"Aduh..Kok mati." keluh Freya saat tiba-tiba HP nya mati.
Dilihatnya sekeliling jalan ternyata taxi yang dia tumpangi sudah berjalan lancar.
"Masih lama pak?" tanya Freya
"Sekitar lima belas menitan lagi Mbak."
Freya menghembuskan nafas lelah. Dia memegang perutnya yang terasa perih. Dia lupa kalau dari pagi dia belum makan.
"Pantas perih banget." gumam Freya lirih sambil menahan perih diperutnya.
"Kenapa berhenti, Pak?" tanya Freya
"Maaf Mbak. Mungkin ada kesalahan dimesinnya." jawab pak supir dan keluar melihat ada masalah apa pada mesinnya.
"Masih lama ya pak?" Freya keluar melihat supir taxi itu terlihat sibuk membenahi mesin mobil.
"Masih mbak, padahal ini sebentar lagi sampai. Gak ada satu kilo lagi kok." kata pak supir.
Freya akhirnya membayar taxi dan memilih berjalan menuju universitas tempat diadakannya kompetisi. Dengan langkah cepat sambil menyeret koper juga menahan sakit diperutnya dia menuju tempat dimana putrinya berjuang merebut medali emas.
Keringat bercucuran di kening dan pelipis Freya. Bukan cuma karena cuaca di kota J yang panas, dia juga menahan sakit yang amat sakit diperutnya. Rasaya dia ingin pingan namun dia mencoba untuk bertahan sebelum bertemu putrinya, Maura.
...............
Acara sudah selesai, Bryan dan Rendy juga sudah terlihat keluar dari tempat acara untuk segera pulang. Bryan menghentikan langkahnya saat melihat Maura menangis meraung menyebut kata Bunda. Bryan yang sedari tadi pikirannya selalu dihantui sosok kecil Maura langsung berjalan kearah gadia kecil itu.
"Hai cantik, Kenapa menangis?"
Maura menoleh dan melihat orang yang tadi memberikan gelang kepadanya.
"Paman.." Maura langsung memeluk kaki Bryan.
"Sayang, lepas. Gak boleh seperti itu." Mutia mencoba meminta Maura untuk melepaskan pelukannya pada Bryan.
"Biarkan saja" kata Bryan dengan tegas.
Bryan menunduk dan mengangkat Maura kedalam gendongannya.
"Kenapa cantiknya Paman ini menangis?" Bryan menggunakan satu tangannya untuk menopang tubuh kecil Maura dan satu tangannya lagi dia gunakan untuk menghapus air mata Maura yang jatuh di pipi chubby gadia itu.
"Bun-dah ing-kar jan-janjih sam-mah Mor-raa." jawab Maura dengan sesenggukan dan air mata yang masih menetes.
Bryan dan Rendy saling lirih kemudian menatap wanita yang ada dihadapan yang membawa tas ransel juga memegang piala serta mendali milik Maura.
Mutia yang ditatap dua pria datar itu bukannya takut justru dia mendelik tidak suka. Menurutnya kedua pria itu sedang menelanjanginya.
"Apa?" kata Mutia tanpa ada suara mendelik tak suka pada kedua pria di hadapannya itu.
"Memang Bundanya Maura dimana?" tanya Bryan dengan lembut sungguh bukan seperti sosok Bryan yang pernah Rendy lihat ataupun orang lain lihat.
Maura melingkarkan tangannya di leher Bryan dan menyenderkan kepalanya di ceruk leher Bryan dan Bryan membiarkan itu.
"Bunda gak jadi datang ke sini. Dia lebih memilih pekerjaannya." jawab Maura dengan wajah cemberut namun itu membuat Bryan semakin gemas pada gadis kecil nan cantik yang ada di gendongannya saat ini.
"Mungkin Bundanya Maura masih sibuk, makanya dia tidak datang." kata Bryan memberi pengertian pada Maura.
"Maura, kita pulang yuk!! Mungkin Bunda sekarang menuju ke hotel tempat kita menginap." Mutia sudah merasa tak enak berada diantara kedua pria itu. Karena banyak pasang mata yang menatap ke arahnya juga kadang terdengar bisik-bisik gak jelas.
"Memang Bunda sudah telephon Mama?" tanya Maura yang masih setia dengan posisinya. Mungkin dia merasa nyaman atau sudah lelah berfikir menjawab soal kompetisi tadi.
Bryan dan Rendy saling tatap lagi. Bunda. Mama. Mereka berfikir kalau Maura memiliki dua Ibu dan satu Ayah. Benar-benar hebat Ayah Maura, Pikir mereka.
"Belum sayang, nomor Bunda gak bisa dihubungi." jawab Mutia yang merasa bingung. Pasalnya sejak pengumuman juara disebutkan, nomor Freya sudah tidak bisa dihubungi. Dia sudah berfikir macam-macam. Semoga tidak terjadi apa-apa sama Freya, harapnya cemas.
"Ini sudah mulai senja. Sebaiknya Maura kembali ke hotel." saran Bryan yang merasa kasihan melihat anak kecil menjelang malam masih berada di luar meski bersama orang tuanya.
"Bagaimana kalau Paman antar." tawar Bryan dengan senyum hangatnya.
Rendy hampir saja pingsan saat melihat Tuannya itu tersenyum begitu hangatnya. Tuan Muda gak salah minum obatkan, pikirnya.
"Benar Paman." seru Maura dengan hebohnya.
"Ehmmm.." Bryan mengangguk dengan masih mempertahankan senyumnya itu.
"Horeee.." pekik Maura kegirangan.
"Maura..Gak boleh seperti itu sayang." tegur Mutia yang takut kalau Bryan marah.
"Rendy!! Siapkan mobil." perintah Bryan dan langsung dilaksanakan oleh Rendy tanpa ada pengulangan untuk kedua kalinya.
"Terima kasih Tuan. Tapi kita bisa pulang sendiri." tolak Mutia halus.
"Saya mau mengantar Maura. Bukan anda." Bryan lantas berlalu menuju lobi.
Bryan menghentikan langkahnya, tanpa melihat kebelakang dia berkata. "Kalau anda mau ikut silahkan, kalau tidak tak masalah." Bryan kembali melanjutkan langkahnya.
Mutia menggerutu kesal akan sikap Bryan. "Semoga saja aku gak pernah ketemu sama dia lagi."
"Apalagi asistennya itu, dari tadi melihatku seperti melihat tersangka pembunuhan saja. Rasanya aku ingin mencongkel kedua matanya." geram Mutia kesal akan tatapan Rendy, asisten Bryan.
Akhirnya Mutia mengikuti langkah Bryan yang telah membawa Maura menuju lobi.
"Alhamdulillah akhirnya sampai juga." seru Freya dengan nafas tersengal dan juga keringat bercucuran dengan tubuh yang sudah terasa lemas dan sedikit pusing dia berjalan menuju lobi.
Rendy turun dari mobil bertepatan dengan Freya yang sudah berada di lobi. Belum sempat Rendy melawatinya, Freya sudah pingsan dihadapannya. Awalnya Rendy tidak ingin menolongnya, berhubung tidak ada orang di lobi membuatnya mendekat pada Freya.
"Nona..Nona..Hai bangun Nona." Rendy berusaha membangunkan Freya.
Dari kejauhan Bryan melihat Rendy yang sepertinya sedang menolong orang. Dipercepatnya langkah kaki itu untuk mendekat.
"Bunda....."
🍁🍁🍁
Have a nice day
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
devaloka
kan kau yg sibuk jir
2023-08-07
0
QQ
horeee ketemu juga jd pengen liat reaksi Bryan saat tau Freya adl bundanya si kecil Maura 😊😊😊
2021-12-06
0
Humaira
kok ngegantung sih thor...
Aduhhh..kapan up nya lagi thor...
jangan lama-lama loh yaaa
2021-08-09
1