Freya membuka pintu rumahnya yang begitu gelap gulita. Biasanya saat pulang kerja dia akan disambut dengan pelukan hangat gadis kecilnya, Maura. Kini yang ada hanya kehampaan dan kesunyian.
Freya masuk kedalam dan mencari saklar untuk menyalakan lampu. Dia menatap kepenjuru ruangan yang terasa sunyi.
Freya meletakkan tas dan beberapa dokumen di atas meja dan segera dia sendiri menghempaskan tubuhnya keatas sofa. Rasa lelah dan capek akan kepenatan pekerjaan yang di hadapinya beberapa hari ini rasanya sudah sedikit berkurang. Besok tinggal mempresentasikan.
Dia menatap ke langit-langit rumahnya. Kemarin siang Maura juga Mutia berangkat ke Kota J. Freya hanya bisa mengantar anaknya juga temannya itu sampai stasiun.
Freya merasa bersalah sama anaknya, Maura. Apalagi melihat tatapan Maura padanya saat kereta mau berangkat. Maura terlihat sedih pergi tanpa Bundanya. Karena biasanya Freya lah yang mengantarkan Maura setiap ikut ajang kompetisi.
Sebenarnya Freya tak ingin mengikut sertakan Maura ikut ajang kompetisi. Tapi setelah melihat kemampuan anaknya saat usia baru menginjak 3th yang begitu pandai dalam berhitung dengan cepat tanpa adanya alat bantu. Freya langsung membawanya menemui Profesor di universitasnya dulu saat kuliah.
Setelah melakukan berbagai test, ternyata Maura memiliki IQ yang sama dengan Albert Einstein, yaitu 160. Dan diluar dugaan Freya, Maura juga mampu berbicara dalam 5 bahasa yang Freya sendiri tidak tahu bahasa apa itu. Dan darimana Maura belajar Freya sendiri tidak tahu. Yang Freya tahu Maura suka menonton serial anak-anak luar negeri. Mungkin dari itu Maura belajarnya.
Dan saat universitas tempat Freya kuliah dulu mengadakan kompetisi Matematika dengan isengnya Freya mendaftarkan Maura. Dan tanpa paksaan juga Maura mau ikut. Sejak saat itulah Maura selalu mengikuti ajang kompetisi.
Maura juga sebenarnya sudah terdaftar di salah satu universitas di kota J. Namun Freya tolak karena Maura ingin bersekolah seperti anak seusia dirinya.
"Molla gak mau Bunda. Molla ingin sekolah sepelti yang lainnya. Gak sepelti kakak-kakak itu yang gak pakai selagam. Molla mau masuk TK Bunda."
Freya menghembuskan nafas lelah. Dia duduk tegak dan mengambil HPnya. Tadi sore Mutia mengirim dia chat, katanya Maura merajuk karena Freya sedari pagi tidak begitu memperhatikan HPnya.
Setelah bunyi dering beberapa kali akhirnya Mutia mengangkatnya juga.
"Hallo, Frey!!"
"Maura gimana?"
"Dia sudah tidur." Freya melihat jam yang sudah menunjukkan jam sembilan lewat.
"Dia tadi marah karena kamu susah dihubungi."
"Hmm..Hari ini deadline nya, dan besok harus segera di presentasikan."
"Aku juga baru sampai rumah."
"Ya Allah Freya. Kenapa kamu gak resign saja sih dari kerjaan mu itu."
"Aku kasih loh lama-lama sama kamu."
"Kamu di sana hanya dijadikan sapi perah sama bos mu itu."
Omel Mutia yang merasa kasihan sama Freya. Karena hampir semua pekerjaan karyawan diserahkan pada Freya jika itu menyangkut hitung-menghitung.
"Ehmm....Mungkin setelah ini selesai aku akan resign."
"Baiklah, kamu cepat istirahat. Biar Maura disini aku yang mengurusnya."
"Jangan lupa tepati janji kamu untuk datang. Kasihan Maura nya."
"Mmm..Aku usahain."
"Bye"
"Bye."
Freya menatap foto Maura juga dirinya di layar HP. Sebutir air mata jatuh dari pelupuk matanya.
"Maafkan Bunda sayang."
...............
Hari yang ditunggu Freya akhirnya datang juga. Dengan perasaan tegang dan gelisah Freya berusaha tenang. Karena dia tidak mau nanti gagal dalam mempresentasikan laporan keuangan yang telah dikerjakannya di depan Presdir pusat yang katanya akan memimpin rapat.
Hufttt
"Freya.."
Freya menoleh pada lelaki yang ada di meja kerja samping kirinya. Dia hanya mengangkat kedua alisnya kemudian melanjutkan pekerjaannya.
"Katanya nanti yang datang anaknya Presdir, bukan Presdirnya sendiri." katanya sambil mendekatkan kursinya ke meja kerja Freya.
"Iya Frey...Aku dengar juga gitu." timpal Ayu yang duduk di meja sebelah kanannya.
"Terus kenapa? Yang penting pekerjaanku sudah selesai dan tinggal di presentasikan, kelar dah." jawab Freya cuek.
"Tapi anaknya Presdir ini detail sekali loh Frey soal penilaian hasil kerja karyawannya." kata Rio lelaki tadi dan dibenarkan Ayu.
"Emang kalian tahu dari mana? Kalian pernah ketemu?" Freya menatap Ayu dan Rio bergantian.
Mereka berdua dengan kompak menggeleng. Freya memutar bola mata malas melihat rekan kerjanya itu.
"Aku tahu dari Pak Miko atasan kita." jawab Rio
"Ehmmm...Sudah sana kembali ke meja kalian." usir Freya yang merasa terganggu dengan kedua rekannya itu.
Freya kembali fokus ke pekerjaannya. Dia sudah menyiapkan semuanya. Kalaupun ada komplain dari anaknya Preadir nantinya dia juga sudah menyiapkan jawabannya. Kalau perlu biar anaknya presdir itu nantinya yang mengerjakan tugasnya.
"Freya..Ayo ke ruang rapat. Sebentar lagi mau dimulai." panggil Eli sekertaris Pak Miko.
"Iya mbak..Tunggu aku." Freya segera membawa dokumennya dan berjalan keluar cubicle mensejajarkan langkahnya dengan Eli.
"Sudah siap Frey?" tanya Eli padanya
Freya mengangguk dan tersenyum, "Siap gak siap ya harus siap." jawabnya dengan kekehan keduanya.
Mereka masuk ke ruang rapat dan ternyata sudah ada beberapa yang sudah ada di sana. Masih tersisa sekitar lima kursi yang ada di depan. Mungkin salah satunya Presdir dari kantor pusat.
Pintu terbuka lebar Mbak Yuli sekertaris dari direktur mempersilahkan Presdir untuk memasuki ruangan. Semuanya berdiri menyambut kedatangan Presdir atau lebih tepatnya anaknya Presdir.
"Selamat siang Tuan Muda Abrisam." sapa semua peserta rapat. Kecuali Freya yang memang belum tahu siapa namanya.
"Ehmm..Kembalilah duduk."
"Gila..Datar banget gak ada ekspresinya." batin Freya saat menatap Tuan Muda itu sekilas.
"Auranya menyeramkan." gumamnya yang tiba-tiba takut.
"Tenang Freya. Jangan takut. Bukannya pekerjaan kamu sudah kamu cek ulang berkali-kali dan gak ada kesalahan." hibur Freya pada dirinya sendiri yang sudah mulai berkeringat dingin.
Apalagi dari beberapa rekannya yang sudah mempresentasikan banyak yang di komplain Tuan Muda itu. Dan banyak kata-kata pedas yang dilontarkan Tuan Muda Abrisam.
"Nona Freya. Sekarang giliran anda." Freya tersentak kaget saat namanya sudah dipanggil.
Freya mengambil nafas dalam dan dihembuskannya perlahan. Dia segera berdiri dan menuju kedepan dengan senyum manis untuk mengalihkan kegugupannya. Dia mulai mempresentasikan masalah keuangan perusahaan satu tahun kebelakang.
"Bagaimana Tuan Muda? Apa ada yang perlu ditambahkan?" tanya direktur tempat Freya kerja.
Tuan Muda Abrisam diam saja. Fokusnya masih pada Freya yang berdiri tanpa menatapnya sedikitpun selama melakukan presentasi. Dan senyum Freya seakan mengalihkan dunia Tuan Muda Abrisam. Dia seperti pernah bertemu wanita cantik itu. Tapi dimana? Wajahnya samar-samar seperti gadis kecil nya waktu itu. Apa itu dia, pikirnya.
"Tuan Muda Abrisam." panggil sekertarisnya dengan berbisik.
Tuan Muda itu tersadar dari lamunannya tentang Freya. Dia membenarkan posisi duduknya juga jasnya lalu berdehem.
"Boleh kembali duduk." perintahnya pada Freya membuat semuanya tercengang. Pasalnya hanya Freya saja yang tak mendapat komplain dari Tuan Muda Abrisam.
"Terima kasih Tuan." Freya menunduk sebentar lalu berjalan kembali ke kursinya.
"Suara itu!!!! Apa benar wanita itu gadis kecil yang ku cari selama ini." batinnya bertanya-tanya tentang sosok Freya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Oi Min
coba deket Freya..... klo Rosi mu on berarti itu sesuai dugaan mu kan
2023-10-05
2
Oi Min
ayahnya Maura coming gaes
2023-10-05
0
Hamzasa
Aaah ..ketemu Freya dulu...kurain bakal ketemu Maura duluan...
2022-03-06
0