Freya tiba di kota J tepat jam dua siang. Dia langsung menuju universitas tempat diadakannya kompetisi Juara Olimpiade Matematika yang diikuti anaknya Maura.
Hari ini finalnya dan Maura masuk final. Freya tidak mau melawatkan kesempatan itu untuk menemani dan mendukung anaknya.
Tapi apa boleh buat. Dia hanya karyawan biasa yang tidak bisa ijin seenaknya saja. Kemarin setelah mempresentasikan laporan keuangan di depan Tuan Muda Abrisam, Freya justru mendapat begitu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dengan segera. Kalau tidak dia harus menghadap Tuan Muda Abrisam nantinya di kantor pusat, yang berarti Freya harus ke Kota J juga. Membuat Freya mau tak mau harus mengerjakan tugas itu daripada menghadap manusia mengerikan itu. Terlalu dingin dan datar.
"Pak..Ke universitas ini ya pak. Makasih." kata Freya sambil menyodorkan kertas pada supir taxi yang berisikan alamat universitas tempat kompetisi.
"Baik, Mbak."
Taxi pun melaju menuju ketempat tujuan yang entah memakan waktu berapa menit untuk sampai.
Seharusnya Freya berangkat kemarin, namun karena pekerjaannya belum selesai jadi dia berangkat hari ini. Tadi pun Freya harus ke kantor dulu sebelum akhirnya berangkat ke kota J. Freya memilih naik pesawat supaya tidak membuat gadis kecilnya bersedih.
...............
Maura terlihat sedih karena Bundanya mengingkari janjinya. Hari ini dia masuk final, tapi Maura belum melihat sosok Bundanya.
"Maura sayang.." Mutia mengelus kepala Maura dengan sayang dan mensejajarkan tingginya dengan tinggi Maura.
"Maura gak boleh sedih. Bunda kan masih di dalam perjalanan sayang."
"Bukannya tadi pagi Bunda Freya bilang akan berangkat kesini untuk melihat kompetisinya Maura?"
Maura mengangguk sebagai jawabannya. Dia ingat tadi pagi sebelum berangkat ke tempat kompetisi Bunda Freya sempat menelepon nya. Bunda Freya bilang akan berangkat ke kota J untuk melihat penampilan Maura sang Juara.
"Sekarang jangan sedih lagi ya, sayang. Kan mau tampil." kata Mutia dengan lembut sambil merapikan pakaian dan rambut Maura.
"Iya, Ma. Maura gak akan sedih lagi."
"Maura harus memenangkan kompetisi ini untuk menunjukkan kepada Bunda dan Ayah seberapa hebat dan pintarnya Maura." kata Maura dengan semangat nya.
"Finalnya kan masuk TV ya, Ma." Mutia mengangguk membenarkan.
"Semoga Ayah melihat Maura ya, Ma."
"Dan Ayah segera menemui Maura juga Bunda." harap Maura.
"Iya sayang. Semoga Ayah Maura melihat Maura dan mengenali Maura." doa Mutia. Karena dia ingin melihat Maura dan Freya bahagia.
"Sudah..Sekarang Maura gabung dengan peserta yang lainnya." tunjuk Mutia pada peserta yang sudah duduk di depan panitia.
"Maura yang paling kecil sendiri ya, Ma." katanya dengan cekikikan
"Tapi Maura yang paling smart diantara peserta yang lain." puji Mutia.
"Iya, Ma. Maura kesana dulu ya, Ma." pamit Maura
"Iya sayangnya Mama." balas Mutia sedikit lantang.
Disudut yang lain, yang sedari tadi memperhatikan interaksi Mutia dan Maura. Sedang terlihat berfikir keras.
"Aku yakin dia."
"Rambut sebahu berwarna pirang"
"Berkulit putih."
"Tapi kelihatannya sekarang jauh lebih tinggi?"
"Mungkin karena dulu dia masih remaja makanya sekarang makin tinggi."
Dia masih saja memperhatikan Mutia meski Maura sudah tidak ada di sana. Dia masih sibuk memberi penilaian pada wanita itu. Mutia.
"Ngapain kamu."
"Eh..Tuan Bryan. Maaf." Rendy menundukkan kepala hormat.
"Siapa yang kamu lihat?" tanya Bryan.
"Itu.." Rendy menunjuk Mutia yang berdiri dengan beberapa orang lainnya.
"Yang mana? Kalau nunjuk yang jelas." kata Bryan sedikit menyentak Rendy.
"Itu, wanita berambut pirang sebahu yang memakai baju warna biru."jelas Rendy.
Bryan memicingkan matanya melihat wanita itu.
"Kamu suka sama dia?" Bryan mengangkat kedua alisnya dengan senyum sarkarnya.
"Bukan begitu Tuan. Tapi..."
"Sudahlah, acara sebentar lagi dimulai. Aku mau kesana dulu." potong Bryan cepat dan dia langsung berjalan mendekat ke beberapa juri yang lainnya.
"Target sudah ditemukan." Rendy menyeringai lebar saat menemukan wanita yang di carinya selama enam tahun terakhir ini sudah ada di depan matanya.
..............
Sorak sorai tepuk tangan yang ada di tribun begitu ramai menyemangati para peserta kompetisi. Mereka bahkan berteriak memanggil sang jagoan mereka masing-masing.
Maura. Nama itu yang paling sering disebut oleh penonton. Mereka begitu kagum dengan kepandaian dan kepintaran gadis kecil yang dengan mudahnya menjawab setiap soal yang diberikan oleh para juri.
Bahkan para juripun dibuat tercengang kagum dengan kecerdasaan yang dimiliki Maura gadis kecil yang jenius. Gadia kecil itu mampu mengalahkan Kakak-kakak seniornya yang umurnya jauh diatasnya.
"Baiklah semuanya...Apa kalian siap menyambut sang juara kita hari ini.." teriak pembawa acara dengan semangat.
"Siaappppppp...." jawab serentak para penonton dengan tak kalah semangatnya.
"Mari kita sambut sang juara kita hari ini."
"MAURA HANIN AZZAHRA"
Sorak sorai tepuk tangan mengambut Maura yang berjalan menuju tengah panggung dengan langkah kecilnya. Dia terlihat biasa saja tidak terlalu senang juga tidak terlalu bahagia. Karena yang ada dipikirannya saat ini kenapa Bundanya tak kunjung hadir.
"Yang terhormat, untuk Tuan Abrisam Bryan Alvaro mohon disilahkan maju kedepan untuk memberikan medali juga piala untuk sang juara kita hari ini."
Dengan gagahnya, Bryan berdiri dan berjalan menaiki panggung dan berdiri di samping ketiga pemenang. Namun fokusnya sedari awal lomba, Bryan lebih tertarik dengan gadis kecil yang bernama Maura Hanin Azzahra.
Bryan memberikan piala dan juga medali ke para pemenang. Dia berjongkok saat memakaikan medali kepada gadis kecil yang sedari tadi mencuri perhatiannya itu.
"Selamat ya cantik sudah jadi pemenangnya hari ini." puji Bryan pada Maura dan mencium tangan kanan Maura.
Sontak apa yang dilakukan Tuan Muda itu membuat seluruh ruangan tempat acara begitu ramai. Ini sesuatu yang langka yang tidak pernah mereka lihat sebelumnya. Bahkan sang asisten, Rendy dibuat tercengang dengan perbuatan Tuannya itu.
"Ayah." gumam Maura lirih saat melihat mata Bryan.
Bryan mengerutkan kedua alisnya saat melihat perubahan raut wajah gadis kecil dihadapannya yang berubah sendu.
Bryan merogoh saku jasnya dan diambilnya sesuatu yang selalu dia bawa kemanapun dia pergi.
"Ini hadiah buat kamu." Bryan memakaikan sebuah gelang pada tangan Maura
"Kamu berhak untuk mendapatkan ini." Bryan mencium kening Maura dengan sayang, kemudian dipeluknya gadis kecil nan cantik dan cerdas itu.
"Ayah.." lirih Maura kembali memanggil Ayahnya.
Bryan melepas pelukannya dan tersenyum pada Maura. Dia mengira Maura menganggil ayahnya yang ada di tribun penonton.
Bryan segera berdiri dan kembali ke tempat duduknya. Bryan menatap sendu Maura yang terlihat sedih itu.
"Kenapa hatiku sakit saat melihatnya sedih. Gak biasanya aku terbawa suasana dengan orang asing." batin Bryan seperti teriris saat melihat adanya kesedihan di mata Maura.
🍁🍁🍁
Have a nice day
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Oi Min
kmu salah Rend......
2023-10-05
0
devaloka
salah woi, tapi gpp kamu sama mutia aja 🤣
2023-08-07
0
Rifa. Alma
Wah Daebak, Bryan bener² merasakan Ikatan bathin terhadap anaknya.
Diawal cerita klo gak salah, yg ngidam Bryan kan, Wah Bener² Daebak👍👍👍
2023-08-07
0