Karlita berdiri di balik kaca jendela rumah pengasingan barunya.
Kali ini ia di tempatkan jauh lebih menyedihkan dari sebelumnya, karena hampir tak ada satupun rumah lagi di sekeliling mereka.
Meskipun sebetulnya, jika kondisi normal Karlita akan sangat menyukainya, karena rumah itu pasti dibangun untuk menikmati liburan.
Panorama perbukitan yang hijau dengan sawah yang membentang luas sangatlah elok dipandang mata.
Segar udara, segar pula pandangan.
Karlita membisu di tempatnya. Entah apa hanya perasaannya saja atau apa, tapi ia merasa kini seolah adalah tempat pengasingan yang menakutkan.
Bayangan jika ia akan berakhir di sana membuatnya begitu merinding.
Karlita menghela nafas.
Ia meremas pinggiran tirai yang ia genggam, matanya menatap nanar keluar kaca jendela.
Teringat ia atas apa yang ia perbuat tiga puluh tahun silam dengan suami sahabat sekaligus majikannya yang akhirnya berbuah seorang putra bernama Leo.
Sungguh, ia tak menyangka jika apa yang ia lakukan kini membuat hidupnya seperti terjatuh dalam lubang yang sangat gelap dan dalam.
Ia hampir tak mampu menemukan celah sedikitpun untuk lari dan keluar dari situasi ini.
Karlita menangis seorang diri.
Menyesali apa yang telah terjadi nyatanya tak mampu merubah apapun.
Kebencian yang terlanjur mengakar pada hati seseorang membuatnya kini selalu dalam ketakutan yang tak bisa membuat hidupnya tenang.
Andai...
Andai waktu bisa ia putar ulang, mungkin Karlita ingin lari sejauh yang ia bisa dari takdir ini. Ia ingin menjadi Karlita yang lain, yang tak seperti dirinya yang sekarang.
Tak mengapa jika ia harus miskin, yang penting tak diburu, ia bisa hidup normal layaknya orang lain, yang bisa serumah dengan suami bukan hanya saat ia butuh tubuhnya saja, ia bisa mendampingi anaknya tumbuh dewasa, menikah lalu menimang cucu.
Karlita terus menangisi nasibnya. Betapa ia mengasihani dirinya sendiri yang tak berdaya karena pilihan bodohnya.
Dan tanpa Karlita sadari, di kejauhan, seseorang mengintainya dengan sebuah alat dan mengambil gambarnya beberapa kali.
Kondisi kaca jendela yang bening transparan memang membuat siapapun yang berdiri di sana mudah dilihat dari luar, apalagi jika melihatnya dengan sebuah alat canggih.
Karlita lupa pesan suaminya jika ia tak boleh berada dekat dengan jendela.
Yah, ia lupa atau memang sengaja lupa.
Ia memang sudah begitu jenuh dan putus asa. Harapan dan kekuatan satu-satunya tetap bertahan hingga sekarang hanyalah karena ia ingin bertemu Leo lagi.
Setidaknya satu kali, ia ingin bertemu putranya lagi. Bisa mengusap wajahnya lagi. Bisa memeluknya lagi.
Sudah sepuluh tahun berlalu, bukankah itu waktu yang sangat panjang untuk seorang Ibu yang dipisahkan dari anak yang dilahirkannya?
**--------**
Leo duduk menatap Dony dan ketiga anak buah yang ia bawa.
Mereka duduk berjejer di atas sofa di hadapan Leo.
Sungguh, jika semalam sebelum Dony tahu jika Leo yang ada di hadapannya adalah pendiri Laba-laba hitam, maka ia hanya mengagumi aura dan ketampanannya sebagai seorang Tuan muda.
Namun kini, begitu Dony sudah tahu siapa Leo yang sebenarnya maka rasanya nyalinya semakin ciut menghadapi Leo.
"Jadi kalian selama ini juga mencari Roy?"
Tanya Leo.
Ia berani menanyakannya dengan tenang karena Viera kini disuruhnya bebenah di lantai atas dan tidak boleh turun sebelum ia suruh.
Ke empat orang di depan Leo itu mengangguk.
"Informasi apa saja yang kalian dapat?"
Tanya Leo.
Dony kemudian mengambil satu buku catatan kecil dari saku tas nya dan diberikannya pada Leo.
Leo mengamati.
Terakhir Roy bilang ada tugas dari pimpinan. Hp nya aktif terakhir sekitar pukul dua dini hari. Ada yang melihat ia terakhir kali di dekat tugu tani. Lalu setelah itu naik van hitam.
"Hanya ini?"
Leo mengerutkan kening.
"Ya Bang, sampai kemudian malaikat hitam muncul mencari Viera dan mengacak-acak rumah."
Kata Dony.
"Jadi kalian menyimpulkan Roy memang berurusan dengan mereka?"
Dony mengangguk.
"Beberapa kali ia pernah menyebut soal hati-hati jika berurusan dengan malaikat hitam, aku rasa Roy sedang terlibat dengan mereka."
Ujar Dony.
Leo menghela nafas.
"Selain Roy, siapa lagi orang yang tersisa dari laba-laba hitam yang kalian tahu?"
Dony dan ketiga anak buahnya saling pandang, lalu menggeleng.
"Sepertinya tidak ada lagi Tuan, kecuali ada beberapa waktu lalu ada anggota laba-laba hitam ditemukan di pinggiran tol jagorawi dalam keadaan hampir membusuk."
Leo tercekat.
"Siapa?"
Tanya Leo.
Dony mencoba mengingat.
"Sap..."
Dony berusaha mengingat.
"Sapta maksudmu?"
Potong Leo tak sabar.
Dony segera mengangguk.
"Yah, Sapta."
Kata Dony.
Leo wajahnya langsung tegang.
"Siapa yang membunuh Sapta?"
Tanya Leo dengan suara keras.
"Kam... Kami tidak tahu Tuan."
Kata Dony mewakili semuanya.
Leo menghantam meja di depannya.
"Dony dan kawan-kawannya ini hanyalah kelompok kecil Tuan, mohon dimaklumi jika tak banyak paham tentang masalah yang terjadi antar kelompok-kelompok yang lebih besar."
Leo tertunduk. Rasa bersalah merayap di dalam dadanya.
Saat ia di asingkan, entah apa yang terjadi pada anggota kelompoknya.
Entah siapa yang memanfaatkan mereka, hingga akhirnya kini saling berhadapan dengan malaikat hitam lagi.
Kelompok yang semula hanya anak-anak sekolah bandel, kini berkembang menjadi kelompok-kelompok hitam yang hidup dalam dunia gelap.
Sapta...
Leo bahkan masih ingat wajahnya.
Anak itu, yang semula paling pendiam, namun begitu turun ke jalan menjadi sangat pemberani dan selalu paling di depan.
Saat Anton dan Roy mendampingi Leo, maka Sapta menjelma persis seperti jaring laba-laba yang mampu membungkus musuh siapapun yang masuk ke dalam perangkapnya.
Leo tak menyangka, jika Sapta sudah tak ada.
Kini Roy juga menghilang, dan Anton tak tahu pula ke mana rimbanya.
Mencari seluruh anggota laba-laba hitam tentu tak akan mudah jika ketiga orang itu tak ditemukan, karena merekalah yang langsung membawahi para anggota yang tersebar di mana-mana.
"Don."
Panggil Leo.
"Yah Tuan."
Jawab Dony.
"Kamu yakin akan membantuku menemukan Roy?"
Tanya Leo.
Dony mengangguk.
"Kami memang sedang melakukannya."
Kata Dony.
"Cari markas malaikat hitam, jika ketemu berikan padaku, biar aku urus sisanya."
Lalu...
"Kalian, bekerjalah di cafe ini, sekaligus menjaga Viera."
Kata Leo pada ketiga anak buah Dony.
Mereka mengangguk.
Leo menghela nafas.
"Malaikat hitam, jika benar Roy saat ini bersama mereka, lalu ada yang terjadi padanya, aku akan hancurkan mereka dengan tanganku sendiri."
Geram Leo sembari mengepalkan tinjunya.
Matanya yang tajam seolah menyala-nyala. Tampak sekali jika ia tak memiliki rasa takut pada apapun.
Dony berdecak kagum. Ia tak menyangka jika Leo yang selama ini hanya ia dengar namanya akhirnya bisa ia lihat sendiri, bahkan kini mereka bekerja sama.
**---------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Mardelis
siapakah yang telah mengambil foto karina
2025-03-09
0
Nurwana
begitulah karlita, hukum karma pasti ad....
2022-05-21
1
Dewi Pratysta
makin kesini makin penasaran ama ceritanya 😍😍
2022-02-21
2